Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karakter Guncangan Gempa-Tsunami di Donggala-Palu-Sigi (2)

4 Oktober 2018   18:14 Diperbarui: 4 Oktober 2018   19:22 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di wilayah Sigi, ada satu perkampungan bernama Jono Oge yang menurut informasi awal dari warganya, dihuni sekitar 3000-an orang. Lokasinya relatif tinggi, dan jauh dari bibir pantai. Makanya aman dari gulungan ombak tsunami yang menerjang Donggala-Palu pada 28 September 2018.

Tapi kampung Jono Oge mengalami apa yang kemudian dipopulerkan oleh sebagian warga: "tsunami darat", yang oleh pakar geologi disebut "fenomena likuifaksi (liquifaction)".

Ilustrasinya: sebidang tanah mengalami guncangan dahsyat, berkali-kali. Akibatnya, seluruh bagian tanah akan mengalami retak-retak, dan membentuk semacam pori-pori di dalam tanah. 

Lalu kandungan air yang aslinya sudah ada di dalam tanah, akan mengalami semacam proses perembesan ke segala arah sampai ke permukaan. Akibat lanjutannya, tanah yang tadinya padat dan keras akan memuai dan berubah menjadi lumpur. 

Karena guncangan terus terjadi, lumpur itu akan bergerak dan amblas, kemudian dengan sendirinya akan menenggelamkan - atau lebih tepatnya menelan - semua benda atau siapapun yang ada di atas permukaan.

Fenomena itulah yang terjadi di Sigi dan sebagian kawasan Petobo, kota Palu. "Sekitar 180 hektare wilayah Petobo ditelan bumi. Di permukaan sudah tidak ada yang kelihatan," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho (Kamis, 4/10/2018).

Di Balaroa, tercatat seluas 47,8 hektare yang terdampak. Jumlah bangunan yang rusak sebanyak 1.045 unit. Namun di Balaroa, fenomenanya bukan likuifaksi yang menenggelamkan rumah, tetapi terjadi karena ada patahan di dalam tanah, yang menyebabkan sebagian tanah ambles 3 meter dan sebagian lainnya terangkat setinggi 2 meter.

Seorang ibu di Jono Oge, Sigi sambil menangis berkisah begini: pada Jumat petang itu, saya mengobrol dan melihat-lihat seorang tetangga yang sedang memberi pakan untuk ikan-ikan peliharaannya. Tiba-tiba guncangan dahsyat terjadi, tak lama kemudian, tanah tempat saya berdiri menjadi gembur dan akhirnya menjadi lumpur, yang terus bergerak mengalir.

"Saya dan anak berpelukan, sempat tenggelam separuh badan di lumpur selama sekitar 15 menit. Saya ketakutan luar biasa, berteriak sambil menangis. Kemudian, Tuhan Mahakuasa, kedua mata saya melihat dan langsung meraih lalu berpegangan kuat pada bongkahan akar pohon besar. Sekuat tenaga, saya dan anak terus berpegangan pada akar pohon itu, dan itulah yang menahan tubuh dan menyelamatkan saya dan anak saya dari ancaman tenggelam lebih jauh ke dalam tanah lumpur...

"Dengan mata kepala, saya melihat beberapa tetangga hilang ditelan tanah lumpur. Hampir semua rumah di kampung ini tenggelam ditelan lumpur."

Terkait fenomena likuifaksi ini, Walikota Palu mengatakan, "Rumah-rumah yang ditelan lumpur di beberapa titik di Palu, mungkin sampai tiga rumah tenggelam bersusun ke bawah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun