Namun di tengah keriuhan wacana emak-emak itu, ada pertanyaan yang absen: apakah wacana ini merupakan fenomena sosial tentang kebangkitan feminisme, atau lebih sebagai geliat politik musiman di tahun politik?
Saya pikir, belum ada argumen yang relatif kuat untuk mengatakan wacana ini merupakan kebangkitan feminisme. Namun relatif cukup aman untuk menyebutnya sebagai bagian dari upaya mengidentifikasi cerug suara di tahun politik, yang juga sebenarnya masih sulit dipetakan potensinya.
Memang akan terkesan terlalu dini untuk mengatakan wacana emak-emak akan berpengaruh besar sebagai vote-getter. Pada saat yang sama, akan terlalu prematur juga jika disimpulkan wacana itu takkan berpengaruh signifikan dalam mendongkrak dan/atau menggerogoti potensi suara. Biar aman, tiap kubu mestinya mewaspadai ungkapan "the power of emak-emak."
Gamblangnya, dilihat dari sisi komunikasi politik, wacana emak-emak adalah semacam sapaan politik, yang mencoba masuk ke dalam rumah tangga melalui pintu belakang atau pintu samping rumah, dan langsung menuju dapur. Bukan mengetuk pintu depan rumah.
Syarifuddin Abdullah | 25 Agustus 2018/ 14 Dzul-hijjah 1439H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H