Tanah, pohon dan tiang-tiang listrik bergoyang dan bergetar. Orang berjalan sempoyongan. Kubah masjid ambruk ketika jamaah salat melakukan salat sunnah. Sesaat kemudian lampu padam. Semua orang berhamburan ke luar dari bangunan rumah atau gedung. Beberapa di antaranya tertimpa reruntuhan, sebagian tewas di tempat, ratusan orang cedera.
Pada gempa yang terjadi pada Ahad siang (19 Agustus 2018, 11.10 WIB), yang bermagnitude 6,5 SR, bukit-bukit di lerang Gunung Rinjani terlihat mengalami longsor, yang mengeluarkan bunyi bergemuruh, dan abu mengepul ke udara, warga berlarian tunggang-langgang, meninggalkan semua harta bendanya.
Lalu pada Ahad malam (19 Agustus 2018, 22.56 WIB, ketika terjadi gempa bermagnitude 7 SR), sebagian warga berinisiatif melalui pengeras suara TOA mengimbau warga lainnya untuk segera mengamankan diri.Â
Di layar kaca terlihat beberapa tamu hotel keluar dari gerbang hotel dengan pakaian seadanya: membalut tubuhnya dengan handuk putih, lalu duduk dan tidur di luar gedung. Sekitar sejam kemudian, terjadi kebakaran rumah di sejumlah perkampungan.
Pasien-pasien yang sedang dirawat di rumah sakit dievakuasi ke halaman rumah sakit, sebagian di antaranya masih dalam kondisi kritis dengan infus menempel di tubuhnya.
Gempa adalah fenomena alam, yang lazim melanda bagian bumi yang rawan gempa, antara lain karena berada di sekitar perlintasan ring fire (Cincin Api). Untuk wilayah Indonesia mencakup antara lain bagian barat-selatan Sumatera; bagian selatan pulau Jawa; bagian utara lombok; bagian utara Papua. Dari waktu ke waktu, pihak BMKG mempublikasikan press release melalui akun Twitter resminya tentang berbagai gempa.
Berdasarkan catatan BMKG, sejak 5 sampai 19 Agustus 2018, tercatat lebih dari 300 gempa berkekuatan bervariasi antara 2 sampai kurang dari 6 SR.
Proses mitigasi yang awalnya dibangga-banggakan sebagai operasi mitigasi yang tanggap, kemudian terbukti hanya mampu menjangkau kawasan yang terletak di jalur-jalur jalan utama. Sementara para korban gempa yang berdomisili di kampung-kampung terpencil dan di lereng-lereng gunung tak terjangkau.
Semua orang, termasuk saya, seolah kehabisan kata dan konsentrasi untuk menggambarkan gempa yang bertubi-tubi melanda Lombok. Sebagai orang yang sangat awam mengengai gempa, saya akhirnya berkata-kata sendiri, "Jika gempa itu masih akan terjadi berulang-ulang, dengan magnitude lebih dari 6 SR, tentu semua warga, terutama yang berdomisili di bagian utara dan timur Pulau Lombok, akan semakin khawatir dan cemas terhadap kemungkinan terjadinya tsunami. Dan mestinya semua pihak mengantisipasinya. Ridha-ka ya Rabb".