Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Dokter dan Pengacara pun Menjadi Supir Taksi "Online"

12 Agustus 2018   18:00 Diperbarui: 12 Agustus 2018   18:53 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kesempatan lain, ketika main di New York, kami order Uber dari kawasan Ground Zero untuk menuju pelabuhan di kawasan Menhattan, ketika ingin naik kapal perahu untuk menikmati pemandangan patung Liberty. Entah kebetulan, kami dijemput taksi online, yang disupiri seorang yang mengaku berprofesi pengacara. Hanya saat itu, tidak banyak waktu untuk berbincang dengan sang supir.

Dua cerita supir taksi online di Washington DC dan New York itu mungkin lebih karena karena faktor kebetulan saja: dokter dan pengacara. Dan saya yakin jumlahnya tidak terlalu banyak. Sebab berkali-kali kami naik taksi online, dan kesimpulan saya: sebagian besar supir taksi online di Amerika adalah pemegang greeen card (bukan warga negara penuh) atau warga Afro American (warga kulit hitam).

Tapi dua kasus itu setidaknya mengindikasikan bahwa bekerja sebagai supir taksi online, meski sebagai pekerjaan part-time, sama sekali bukan pekerjaan kelas bawah yang meruntuhkan martabat pekerjanya.

Di Jakarta, dan kota-kota lainnya di Indonesia, kalau giliran menggunakan jasa taksi online, saya berusaha mengkondisikan suasana mengobrol dengan sang supir taksi/ojek online untuk mendengar informasi sedetail mungkin tentang mekanisme kerja taksi atau ojek online. Dan tentu pasti akan menyinggung soal penghasilannya.

Pada Juli 2018, dalam perjalanan dari kawasan Pejaten ke Tanah Abang, seorang supir taksi online di Jakarta bercerita begini: selama aktif kurang lebih satu tahun, penghasilan tertinggi yang pernah saya peroleh dalam satu hari sebesar Rp800.000. Ini belum termasuk insentif, yang dihitung berdasarkan jumlah tarikan (trip). Dalam keadaan normal, dengan bekerja mulai dari pagi sampai sekitar pukul 21.00 atau 22.00, rata-rata saya memperoleh penghasilan bersih sekitar Rp500 ribu sehari.

Seorang supir taksi online lainnya bercerita begini: sekali waktu, saya mulai narik di pagi hari, lanjut ke siang dan sore, kemudian sampai malam sekitar pukul 00.00. Karena sudah tanggung, saya istirahat secukupnya, terus nyambung lagi narik pada dini hari sampai subuh. Paginya, saya mandi di SPBU, lalu mampir sarapan di jalan, kemudian narik lagi, dan berhenti sekitar pukul 12.00 pada hari beikutnya. Artinya, saya beroperasi dengan total waktu sekitar 30 jam. Dan hasilnya, saya pulang ke rumah dengan membawa uang Rp1,3 juta. Itu belum termasuk insentif yang dihitung berdasarkan jumlah tarikan (trip).

Kesimpulannya, dari segi penghasilan, profesi supir taksi online tergolong kelas menengah untuk ukuran ibukota Jakarta sekalipun. Penghasilan mereka jauh melampaui UMP (Upah Minimum Provinsi) DKI. Dengan penghasilan rata-rata minimal Rp500 ribu per hari, jika dikalikan 20 hari kerja dalam sebulan, berarti setara Rp10 juta sebulan.

Dan berdasarkan pengalaman mengobrol dengan puluhan tukang ojek online di Jakarta dan di kota-kota lain di Indonesia, yang saat ini didominasi oleh Grab, saya berkesimpulan: rata-rata, mereka membawa pulang uang ke rumah paling kurang Rp300 ribu sampai Rp400 ribu setiap hari, sudah termasuk insentif dari perusahaan, yang dihitung berdasarkan jumlah tarikan/trip. Jika dikalikan dengan 20 hari kerja, penghasilannya paling kurang Rp6 juta per bulan.

Mengacu pada uraian di atas, ada beberapa catatan yang layak menjadi perhatian:

Pertama, sungguh keliru besar jika mengasumsikan pekerjaan supir taksi atau tukang ojek online sebagai pekerjaan dengan penghasilan rendah. Penghasilan tukang ojek onlain bersaing bahkan melebihi gaji PNS golongan III/a yang baru bekerja.

Kedua, tentu tidak ada satu profesi pun yang bebas ancaman. Beberapa kasus kriminal yang berkaitan dengan taksi atau ojek online lain memang memprihatinkan. Tetapi hal ini tidak bisa dijadikan acuan untuk mendiskreditkan profesi taksi atau ojek online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun