Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesantren IMMIM (08), Santri Baru Meludahi Wajah Santri Senior

21 Juli 2018   14:00 Diperbarui: 23 Juli 2018   00:03 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: immm.sch.id

Ini cerita sungguhan. Kejadiannya sekitar akhir tahun 1979, dan diceritakan langsung oleh pelakunya, seorang santri angkatan kelima, bernama Syahrir (catatan: saya tidak tahu di mana Syahrir saat ini, semoga sehat selalu. Dia tidak tamat, keluar dari pesantren waktu masih kelas satu atau kelas dua, berasal dari Makassar, kalau nggak salah).

Ceritanya begini: di Pesantren IMMIM, KM 10, Tamalanrea, Makassar, ada satu kegiatan rutin, yakni membaca Quran secara berjamaah di masjid antara magrib dan isya. Dalam kegiatan ini, para santri lama akan mengaji sendiri-sendiri, sementara para santri baru (kelas-1) yang belum mengenal hurup Arab, atau yang belum fasih melafalkan hurup-hurup Arab, akan dikumpulkan di salah satu sisi kanan atau kiri masjid untuk diajari mengaji Quran.

Guru mengajinya adalah para santri senior. Ketika angkatan kelima masuk pesantren IMMIM pada 1979, santri paling senior, yakni angkatan pertama, masih duduk di kelas 5. Waktu itu, belum ada kelas 6.

Jadi, para guru mengaji adalah santri kelas 5, angkatan pertama. Salah satu di antaranya bernama kanda Khaeruddin Rabbi, yang kebetulan ditugaskan menghandle Syahrir yang belum bisa atau belum fasih mengaji.

Dalam kegiatan mengajari dan belajar mengaji tersebut, santri senior (guru) dan santri baru (murid) akan duduk bersila dalam posisi berhadapan, wajah keduanya berjarak sekitar 50 cm. Ada Quran di tengah, di antara keduanya. Dan biasanya, pasangan guru-murid mengaji ini tidak gonta-ganti, kecuali kalau santri seniornya berhalangan. Artinya, kak Khaeruddin Rabbi tiap hari berpasangan dengan santri baru yang bernama Syahrir itu.

Dan seperti biasanya, salah satu materi  pokok dalam mengajar mengaji adalah membimbing santri baru tentang cara melafalkan hurup-hurup Arab dengan artikulasi (makhraj) yang benar.

Dan mengajar orang mengaji sebenarnya gampang-gampang sulit. Apalagi ketika itu belum ada penemuan metode praktis mengaji seperti "metode iqra'". Sebab ada hurup Arab yang mudah dilafalkan seperti, alif, ba', ta', jim, mim, nun.

Tapi, beberapa hurup Arab lainya relatif sulit dilafalkan dengan artikulasi (makhraj) yang benar, seperti hurup tha' (), zha' (), dha' (). Diperlukan latihan berulang dan berkali-kali untuk mecapai artikulasi yang benar dan sempurna. 

Sebagai gambaran, cara mengajar artikulasi hurup itu antara lain, menggambarkan posisi bunyi hurup di dalam mulut. Hurup kh () misalnya, posisinya di tenggorokan, dan menciptakan bunyi ribut di mulut tenggorokan bagian atas, yang mirip bunyi air mendidih.

Singkat cerita: kak Khaeruddin Rabbi mulai mengajari Syahrir cara melafalkan hurup zha' () dan dha' () secara berulang-ulang.

Khaeruddin Rabi: zha' (), dha' ().

Syahrir: zha' (), dha' ()

Khaeruddin Rabi: zha' (), dha' ()

Syahrir: zha' (), dha' ()

Sesekali Khaeruddin Rabbi memberikan instruksi kepada Syahrir: "Coba lihat cara mulut saya melafalkannya!" Jadi, Syahrir menghadap atau menatap wajah Khaeruddin Rabbi. Dan sekali lagi, jarak  antara wajah mereka berdua hanya sekitar 50 cm.

Khaeruddin Rabi: zha' (), dha' ().

Syahrir: zha' (), dha' (). 

Khaeruddin Rabi: zha' (), dha' ().

Syahrir: zha' (), dha' ().

Pada bacaan yang kesekian kalinya, mungkin karena tekukan lidah Syahrir sudah kelelahan dan tidak lagi terkontrol setelah membaca zha' () dan dha' () secara berulang-ulang, akhirnya peristiwa yang langka itupun terjadilah: Syahrir melafalkan hurup zha' (), dha' (), dan tanpa sadar, ludah meluncur dari mulut Syahrir. Oleh karena berhadapan pada jarak sekiitar 50 cm, sebagian percikan ludah Syahrir muncrat dan menempel di wajah Khaeruddin Rabbi.

Kontan suasana menjadi senyap. Para guru dan santri baru yang juga sedang belajar mengaji di samping kanan-kiri dan muka-belakangnya pada tercengang.

Lalu Syahrir terlihat memohon maaf berkali-kali. Sementata kak Khaeruddin Rabbi terdiam, terlihat menahan emosinya sambil menunduk, lalu dengan sarungnya menyeka percikan ludah Syahrir di wajahnya.

And see, what happened after that?

Seandainya saya atau Anda yang berada pada posisi Khaeruddin Rabbi, mungkin akan langsung membentak dan memarahi Syahrir habis-habisan, bahkan mungkin menempeleng Syahrir. Ini kasus serius: santri baru meludahi wajah santri senior.

Tapi yang terjadi kemudian ternyata di luar jangkauan imajinasi yang lazim, dan di sinilah saya melihat salah satu kearifan santri angkatan pertama IMMIM. Ketika Syahrir menceritakan kejadian itu, dia juga heran dengan sikap kak Khaeruddin Rabbi.

Sesaat setelah kejadian, Syahrir tetap duduk di posisinya dalam keadaan pucat ketakutan. Sementara kak Khaeruddin Rabbi, sepertinya tidak memerlukan waktu berpikir yang terlalu lama: dia berdiri, keluar dari masjid, berjalan menuju sumur, lalu mencuci bekas ludah Syahrir di wajahnya, kemudian berwudhu dan masuk kembali ke masjid, duduk di posisi semula dan melanjutkan mengajari Syahrir tentang cara melafalkan hurup zha' (), dha' (). 

Meski peristiwa itu tergolong serius dan langka, namun bagi Khaeruddin Rabbi seolah tidak terjadi apa-apa. Dan dalam kasus seperti itu, hanya orang yang matang kontrol emosinya dan jiwa didiknya yang bisa berperilaku seperti Khaeruddin Rabbi. Luar biasa. Salut ta’zhim untuk kanda Khaeruddin Rabbi.

Syarifuddin Abdullah | 21 Juli 2018/ 08 Dzul-qa'dah 1439H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun