Insya Allah, pada 18-19 Juni 2018, para alumni Pondok Pesantren IMMIM Putra (KM10 Tamalanrea, Makassar) dan Pesantren IMMIM Putri (Minasate'ne Pangkep) akan menggelar reuni akbar, memperingati 37 tahun usia IAPIM (Ikatan Alumni Pesantren IMMIM), yang juga sekaligus menjadi ajang silaturahim oleh 37 angkatan alumni IMMIM.
Beberapa catatan reflektif berikut ini sesungguhnya lebih merupakan ungkapan rasa syukur atas perjalanan 37 tahun IAPIM (Ikatan Alumni Pesantren IMMIM). Dan sebagian refleksi ini sudah pernah dimuat dalam empat seri artikel berjudul "Pesantren IMMIM" pada 2017.
https://indonesiana.tempo.co/read/111173/2017/05/07/sabdullah2015/pesantren-immim-03-kiprah-alumni
Pertama dan utama, secara pribadi, saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada teman-teman alumni dari berbagai angkatan, yang telah-sedang-akan meluangkan waktunya, menyibukkan diri menjadi panitia untuk mensukseskan Reuni Akbar 2018. Sempat saya membatin, kenapa di tahun ke-37? Tapi sudahlah.
Pada saat yang sama, berkali-kali saya menyampaikan salut dan apresiasi kepada beberapa alumni yang memilih mengabdi sebagai pengajar dan pembina di pondok, baik di Tamalanrea ataupun Minasate'ne.
Dan juga kepada para guru senior, yang mengabdi d pondok sejak tahun 1970-an ATAU 1980-an dan tetap aktif hingga hari ini. Sebuah dedikasi yang sulit dicontoh. Kepada mereka doa tulus semoga sehat selalu.
Kedua, salah satu yang menarik dari Reuni Akbar 2018, karena lokasinya akan dipusatkan di kampus baru Pesantren IMMIM Putra di bilangan Moncongloe, Kabupaten Maros, Sulsel. Banyak di antara alumni, termasuk saya, yang belum pernah menengok lokasi kampus baru ini. Dan Reuni Akbar kali ini, akan menjadi kesempatan baik untuk mengunjunginya.
Ketiga, kata "akbar" dalam acara Reuni 2018 benar-benar akan menjadi akbar, jika diasumsikan sebagian besar alumni hadir, bahkan jika separuhnya saja yang meluangkan waktu menghadiri Reuni 2018. Berdasarkan data terakhir dari panitia, jumlah alumni yang sekaligus menjadi anggota IAPIM saat ini sekitar 6.000-an orang (bahkan konon sampai 8.000-an alumni), baik yang tamat ataupun setengah jalan mengecap pendidikan di Tamalanrea dan/atau di Minasate'ne.
Sekedar informasi bagi pembaca non-alumni, IAPIM (Ikatan Alumni Pesantren IMMIM) adalah organisasi yang mewadahi semua alumni Pesantren IMMIM Putra dan Putri, dan cabang-cabang IAPIM telah terbentuk di berbagai kota di Indonesia. Dan kami punya tradisi sejak awal bahwa yang disebut alumni adalah semua yang pernah mengecap pendidikan di Pesantren IMMIM, walaupun hanya sehari.
Keempat, ketika saya menulis artikel berjudul "Pesantren IMMIM (03): Kiprah Alumni" pada Mei 2017, yang mengulas kiprah para alumni IMMIM, beberapa jam setelah artikel itu diupload, seorang alumni IMMIM yang bekerja di Sorong, dinda Ismail Suardi Wekke, mengirimi saya daftar nama-nama alumni IMMIM yang sudah meraih gelar S3, dan/atau aktif di berbagai kampus dan instansi serta perusahaan swasta (postingan nama-nama itu dapat diakses melalui akun FB saya dalam postingan aslinya pada 21 Oktober 2015).
Kalau mengacu pada pengalaman Ponpes Gontor, yang pada tahun 2017 mewisuda alumni angkatan ke-92, berarti perjalanan alumni IMMIM baru sepertiga dari Gontor (alumni Gontor angkatan ke-1 tahun 1926).
Alumni IMMIM angkatan ke-1, 2, 3 sampai ke-6, umumnya kini berusia pada kisaran 50 s/d 55 tahunan. Beberapa di antaranya sudah alrmarhum/almarhumah. Sebagian besar yang masih menikmati karunia hidup, boleh dibilang unggul di bidangnya masing-masing. Hanya mungkin pengaruhnya masih bersifat lokal (secara wilayah ataupun bidang), dan tentu belum terlalu tampak bila diukur secara level nasional Indonesia.
Kalau mengacu pada periodisasi generasi alumni -- biasanya dihitung per 30 tahunan -- berarti IMMIM sebenarnya baru memiliki satu generasi alumni (lebih dikit). Berdasarkan pengalaman Ponpes lainnya, alumni sebuah Ponpes akan kelihatan kibaran sayapnya setelah memasuki generasi alumni 30 tahun kedua, yakni setelah mewisuda sekitar 50 sampai 60 angkatan.
Gontor misalnya, sebagian besar alumninya yang berkibar secara nasional -- selama beberapa tahun terkahir -- adalah alumni angkatan ke-31 s/d angkatan ke-60-an (1956-1985): di sini kita bisa menyebut nama-nama besar seperti Noor Khalis Madjid, Din Syamsuddin, Hasyim Muzadi, Hidayat Nur Wahid, Lukman Saifuddin atau bahkan Abu Bakar Ba'asyir. Sementara alumni Gontor generasi ketiga (angkatan ke-61 s.d ke-90) masih sedang dalam proses menapaki hidup di bidangnya masing-masing.
Artinya Pesantren IMMIM cq IAPIM memang masih memerlukan waktu mungkin sekitar 20 s/d 25 tahun ke depan untuk berkibar secara nasional... Tentu proses itu bisa dipercepat, dan pasti bakal muncul beberapa kasus pengecualian, tapi jumlahnya belum banyak.
Keenam, berdasarkan pengamatan saya, salah satu sektor yang cukup didominasi alumni IMMIM saat ini, adalah sektor Peradilan Agama (berinduk ke Mahkamah Agung). Di wilayah Sulawesi, misalnya, kita bisa berkeliling kabupaten dan dengan mudah menemukan alumni IMMIM yang bekerja di pengadilan tingkat kabupaten, bahkan sebagian di antaranya telah menduduki jabatan sebagai Ketua Pengadilan Agama.
Mungkin dalam 10 sampai 15 tahun ke depan, beberapa alumni IMMIM akan menduduki jabatan Eselon-1 di Mahkamah Agung. Dan jika itu terjadi, beberapa tahun kemudian, tinggal persoalan waktu saja, salah satu di antaranya akan segera menjadi Ketua MA (I Hope).
Ketujuh, tidak pernah ada ukuran tunggal tentang sukses. Dan jika pun ada, tetap saja bersifat nisbi. Dan tentu akan keliru besar jika ukuran kesuksesan alumni IMMIM hanya dilihat dari jabatan eselon di pemerintahan.
Sebab ratusan alumni IMMIM kini aktif dan sukses di berbagai bidang usaha, atau meniti karir di sejumlah perusahaan swasta, nasional ataupun multi nasional, di antaranya ada yang telah atau sedang menjabat country director. Dan tentu banyak juga yang konsisten menempuh jalur dakwah. Sebagian lagi nyambi atau bahkan nyemplung di bidang politik (Parpol).
Terkait soal wilayah karir ini, catatan saya menunjukkan, masih sangat terbatas alumni IMMIM yang berkiprah di sektor kementerian keamanan (TNI/Polri dan turunannya). Poin ini kayaknya perlu juga diolah secara khusus. Beberapa tahun silam, di Bandung, saya pernah bertemu seorang alumni IMMIM yang kalau nggak salah, ketika itu masih berpangkat Kapten. Lalu saya melihat foto di Facebook seorang alumni berpangkat Kombes Polri.
Kedelapan, dengan jumlah alumni IMMIM sekitar 6.000-an orang, haqqul yakin dan sekaligus berdoa, sebagian besar mereka hidup berkecukupan di bidangnya masing-masing. Sebagian lainnya mungkin masuk kategori kelas menengah atau bahkan upper class di tingkat nasional.
Namun kalau boleh berobsesi, sebelum ajal tiba, secara pribadi saya berharap, suatu hari saya bangun pagi dan membuka lembaran salah satu majalah pemeringkat orang kaya nasional, dan lalu membaca informasi penting begini: salah satu alumni IMMIM masuk dalam "Daftar 100 Orang Terkaya Indonesia". Dan saya tidak perlu kaget membacanya... Hehehe.
Kesembilan, masing-masing alumni boleh berbangga diri dan mensyukuri apapun capaiannya dalam kehidupan, melalui ungkapan misalnya SAYA IAPIM. Namun tiap sepak terjang dan kontribusi alumni IMMIM akan lebih bernilai positif dan maksimal jika bermanfaat secara langsung ataupun tidak langsung untuk pengembangan almamater, melalui satu dan lain cara.
Kesepuluh, saya berobsesi sederhana, ke depan, IAPIM dapat membuat semacam database alumni, yang bisa diakses secara online oleh semua alumni, melalui pasword masing-masing. Mungkin diawali database per angkatan, yang dikelola oleh masing-masing angkatan. Tujuan dan fungsinya tentu saja banyak.
Jika kembali mengacu ke alumni Gontor sebagai perbandingan, setahu saya, mereka juga belum memiliki database alumni yang rapih. Bahkan kantor pusat IKPM (Ikatan Alumni Pondok Modern) Gontor baru saja didirikan tahun 2017 dan berlokasi di sekitar Gontor-1 Ponorogo. Dan saya mendengar, salah satu agenda utama prioritasnya yang sedang berjalan adalah merapikan database alumni Gontor.
Ilustrasi: kalau saya ingin pergi ke Mataram Lombok atau Aceh, misalnya, atau ke titik manapun di muka bumi ini, melalui database alumni tersebut, saya  atau alumni lainnya dapat dengan mudah mencari tahu dan memastikan apakah ada alumni IMMIM yang berdomisili atau sedang bekerja di Lombok atau di Aceh. Tujuannya paling tidak untuk sekedar bertemu lalu berfoto selfie bersama alumni, sambil ngopi. Merawat ingat.
Syarifuddin Abdullah, alumni IMMIM 1979-1985 | 10 Juni 2018 / 25 Ramadhan 1439H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H