Kalau mengacu pada pengalaman Ponpes Gontor, yang pada tahun 2017 mewisuda alumni angkatan ke-92, berarti perjalanan alumni IMMIM baru sepertiga dari Gontor (alumni Gontor angkatan ke-1 tahun 1926).
Alumni IMMIM angkatan ke-1, 2, 3 sampai ke-6, umumnya kini berusia pada kisaran 50 s/d 55 tahunan. Beberapa di antaranya sudah alrmarhum/almarhumah. Sebagian besar yang masih menikmati karunia hidup, boleh dibilang unggul di bidangnya masing-masing. Hanya mungkin pengaruhnya masih bersifat lokal (secara wilayah ataupun bidang), dan tentu belum terlalu tampak bila diukur secara level nasional Indonesia.
Kalau mengacu pada periodisasi generasi alumni -- biasanya dihitung per 30 tahunan -- berarti IMMIM sebenarnya baru memiliki satu generasi alumni (lebih dikit). Berdasarkan pengalaman Ponpes lainnya, alumni sebuah Ponpes akan kelihatan kibaran sayapnya setelah memasuki generasi alumni 30 tahun kedua, yakni setelah mewisuda sekitar 50 sampai 60 angkatan.
Gontor misalnya, sebagian besar alumninya yang berkibar secara nasional -- selama beberapa tahun terkahir -- adalah alumni angkatan ke-31 s/d angkatan ke-60-an (1956-1985): di sini kita bisa menyebut nama-nama besar seperti Noor Khalis Madjid, Din Syamsuddin, Hasyim Muzadi, Hidayat Nur Wahid, Lukman Saifuddin atau bahkan Abu Bakar Ba'asyir. Sementara alumni Gontor generasi ketiga (angkatan ke-61 s.d ke-90) masih sedang dalam proses menapaki hidup di bidangnya masing-masing.
Artinya Pesantren IMMIM cq IAPIM memang masih memerlukan waktu mungkin sekitar 20 s/d 25 tahun ke depan untuk berkibar secara nasional... Tentu proses itu bisa dipercepat, dan pasti bakal muncul beberapa kasus pengecualian, tapi jumlahnya belum banyak.
Keenam, berdasarkan pengamatan saya, salah satu sektor yang cukup didominasi alumni IMMIM saat ini, adalah sektor Peradilan Agama (berinduk ke Mahkamah Agung). Di wilayah Sulawesi, misalnya, kita bisa berkeliling kabupaten dan dengan mudah menemukan alumni IMMIM yang bekerja di pengadilan tingkat kabupaten, bahkan sebagian di antaranya telah menduduki jabatan sebagai Ketua Pengadilan Agama.
Mungkin dalam 10 sampai 15 tahun ke depan, beberapa alumni IMMIM akan menduduki jabatan Eselon-1 di Mahkamah Agung. Dan jika itu terjadi, beberapa tahun kemudian, tinggal persoalan waktu saja, salah satu di antaranya akan segera menjadi Ketua MA (I Hope).
Ketujuh, tidak pernah ada ukuran tunggal tentang sukses. Dan jika pun ada, tetap saja bersifat nisbi. Dan tentu akan keliru besar jika ukuran kesuksesan alumni IMMIM hanya dilihat dari jabatan eselon di pemerintahan.
Sebab ratusan alumni IMMIM kini aktif dan sukses di berbagai bidang usaha, atau meniti karir di sejumlah perusahaan swasta, nasional ataupun multi nasional, di antaranya ada yang telah atau sedang menjabat country director. Dan tentu banyak juga yang konsisten menempuh jalur dakwah. Sebagian lagi nyambi atau bahkan nyemplung di bidang politik (Parpol).
Terkait soal wilayah karir ini, catatan saya menunjukkan, masih sangat terbatas alumni IMMIM yang berkiprah di sektor kementerian keamanan (TNI/Polri dan turunannya). Poin ini kayaknya perlu juga diolah secara khusus. Beberapa tahun silam, di Bandung, saya pernah bertemu seorang alumni IMMIM yang kalau nggak salah, ketika itu masih berpangkat Kapten. Lalu saya melihat foto di Facebook seorang alumni berpangkat Kombes Polri.