Keempat, ada orang-orang tertentu yang memiliki kemampuan mengatur mimpinya. Misal, Si Y ingin bermimpi ketemu almarhumah ibunya atau ayahnya di dalam mimpi, maka sebelum tidur, dia meniatkan ketemu ibunya atau ayahnya, dan ibunya atau ayahnya akan datang benaran di dalam mimpi.
Kemampuan mengatur mimpi untuk diri sendiri itu, dapat meningkat ke level yang lebih tinggi: membuat atau mengatur mimpi orang lain. Misal si Y, dapat membuat si X Â bermimpi tentang sesuatu atau tentang dirinya (si Y). Kayaknya poin ini yang menginspirasi lirik lagu "Selamat Malam"-nya Evie Tamala: "Bawalah aku dalam mimpi yang indah..."
Kelima, mimpi yang berulang sampai tiga kali, dengan "penampakan" yang sama atau mirip, maka tingkat akurasinya atau kebenarannya bisa mencapai level 7 (dalam skala 1 sampai 10). Makanya, kalau si Y bermimpi sampai tiga kali menikahi si X, besar kemungkinan si Y akan menikahi betul si X. Namun jenis mimpi yang berulang seperti ini sangat jarang terjadi.
Keenam, sering terjadi ada mimpi yang tak jelas, penampakannya samar-samar. Dan sulit diceritakan ulang setelah bangun dari tidur. Mimpi model beginian biasanya terjadi karena faktor kelelahan. Tingkat akurasinya 0 (nol, dalam skala 1 sampai 10).
Ketujuh, khusus bagi Muslim atau Muslimah, bermimpi ketemu Rasulullah Muhammad saw menunjukkan bahwa Anda benar-benar ketemu Muhammad saw. Sebab ada hadits Nabi yang menegaskan, "Siapapun yang melihatku dalam mimpinya, berarti dia benar-benar melihatku". Salah satu alasannya, karena setan tidak mampu menyerupai atau menampilkan dirinya sebagai Muhammad saw.
Memimpikan sosok Rasulullah saw umumnya dipahami sebagai hidayah, dan karena itu, bisa terjadi pada siapa saja: orang taat ataupun pendosa. Jika berkenan, bolehlah "mengobsesikan diri" untuk bermimpi ketemu Rasulullah saw.
Kedelapan, dalam ajaran Islam, dan saya pikir juga di agama lain, mimpi tidak pernah dijadikan acuan utama dalam melakoni realitas kehidupan. Paling jauh diposisikan sebagai "suplement penguat" saja. Sebab acuan utama dalam melakoni kehidupan adalah hukum sebab-akibat. Namun juga tidak ada larangan dalam agama untuk mempercayai atau tidak mempercayai mimpi.
Kesembilan, mimpi adalah adalah salah satu "misteri kehidupan manusia". Dan mungkin sekali, makhluk hidup yang mengalami mimpi hanya manusia. Sebab belum pernah bisa dipastikan apakah hewan lain, panda atau harimau misalnya juga bermimpi. Dan tidak pernah ada penjelasan ilmiah yang benar-benar bisa dijadikan acuan untuk memahami proses terjadinya sebuah mimpi.
 Syarifuddin Abdullah | 09 April 2018 / 24 Rajab 1439H
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI