Akibatnya, meskipun dengan identifikasi yang sebenarnya keliru, perang Yaman sering disebut sebagai praktek proxy war. Padahal sebenarnya bukan. Bagi Iran, mungkin benar. Tapi bagi KSA, istilah proxy war tidak tepat, sebab KSA terlibat langsung memuntahkan peluru dan rudal-rudalnya ke berbagai titik di Yaman.
Dalam menerima liputan media-media yang berbeda misi tersebut, diskresi atau kearifan atau wawasan seorang pemirsa mutlak dinomorsatukan. Jika tidak, pemirsa akan menjadi mangsa dari predator-predator media. Tapi sikap seperti ini bukan hanya diperlukan ketika mengkses media-media asing, tapi juga media-media nasional.
Sebagai catatan penutup, saya kadang membatin begini: kapan ya Indonesia memiliki juga televisi satelit berbahasa Inggris atau Arab, yang khusus didesain untuk mengemban misi dan memperkenalkan kepentingan Indonesia secara global. Hingga saat ini, setelah kemerdekaan berusia 73 tahun, ekspatriat dan orang asing pada umumnya, yang ingin tahu tentang Indonesia, sumbernya sangat terbatas, bisa dihitung dengan jari tangan: the Jakarta Post, The Observer, Majalah Tempoversi Inggris, The Bali Times, The Jakarta Globe. Plus beberapa brosur promosi yang secara berkala diterbitkan oleh berbagai Kementerian atau perusahaan swasta nasional. Jadi kayaknya belum saatnya berbicara tentang peran global Indonesia. Masih jauh, Bung.
 Syarifuddin Abdullah  | 13 Januari 2018 / 26 Rabi'ul-tsani 1439H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H