Catatan:
Pertama, untuk kasus Indonesia, saya menduga mungkin juga ada pengukut Kristen Ortodoks di Indonesia, yang merayakan Natal pada 6 atau 7 Januari. Cuma mungkin tidak terekspos.
Kedua, jika beberapa negara merayakan Natal sampai 2 kali dalam setahun, dengan selisih 12 sampai 13 hari, maka tidak perlu heran bila setiap tahun di berbagai negara Muslim juga terjadi perbedaan hari dalam menentukan dan merayakan Idul Fitri, yang selisihnya biasanya cuma 1 (satu) hari. Sebab perbedaan sehari itu terjadi karena dalam lunar system (perhitungan hari+bulan berdasarkan bulan mengitari bumi), tidak persis terjadi 29 atau 30 hari, tentu dengan segala kompleksitas perhitungan astronomisnya.
Ketiga, karena itu juga, gagasan sebagian tokoh dan organisasi Islam di Indonesia yang ingin membuat seragam perayaan hari raya Idul Fitri setiap tahun menjadi sesuatu yang mengada-ada. Tidak paham sejarah. Yang perlu dilakukan bukan menyeragamkan perayaan Idul Fitri, tetapi "memahami dan memahamkan" kepada umat/jamaah sebab-sebab terjadinya perbedaan tersebut.
Keempat, terkait perayaan Natal, saya ingin mengutip pertanyaan menggelitik, yang dipublikasikan majalah The Economist (edisi 14 Desember 2017): "Why celebrate (the Christmas) only December 25th when you can do January 7th, too? (Kenapa hanya merayakan Natal pada 25 Desember, jika juga dapat merayakannya pada 7 Januari).
Atau kalau mau bisa sampai tiga kali: 6 Januari juga. Sebab perbedaan tanggal perayaan Natal itu (25 Des, 6 dan/atau 7 Januari) terjadi bukan karena perbedaan paham mazhab apalagi ideologis, tapi semata karena perbedaan perhitungan astronomis.
Syarifuddin Abdullah | 19 Desember 2017 / Rabiul-tsani 1439H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H