Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi "Jatuh Hati" dengan Lombok

27 November 2017   17:50 Diperbarui: 27 November 2017   18:34 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam catatan saya, selama rentang waktu 2 bulan terakhir, Presiden Jokowi telah bertandang ke Lombok sebanyak tiga kali. Pertama untuk menghadiri pertemuan Alumni Timur Tengah di Lombok pada 17-20 Oktober 2017; Kedua, menjelang pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Tuangguru Zainuddin Abdul Majid (kakeknya Zainul Majdi, Gubernur NTB saat ini); Dan ketiga, menghadiri penutupan Munas NU, Nopember 2017.

Itu acara dan agenda resmi kenegaraan yang dipublikasikan. Tapi kayaknya ada yang "sesuatu banget" yang tidak muncul ke permukaan, Jokowi tampaknya melirik dan ingin tahu lebih banyak tentang Gubernur NTB.

Saya sempat kaget juga mendengar seorang kawan bercerita: sejak menjadi Presiden, Jokowi konon sudah 7 (tujuh) kali ke NTB dan dalam setiap kunjungannya selalu meluangkan waktu banyak untuk bertemu dengan Gubernur NTB.

Ada orang yang bilang begini ke saya: ssttt, persiapan Pilpres 2019, Jokowi sedang aktif melakukan hunting Cawapres-nya. Konon salah satunya adalah Gubernur NTB, Zainul Majdi yang juga populer dengan sebutan Tuangguru Bajang, yang kini sedang menjalani tugas periode kedua sebagai Gubernur NTB. Memang, menurut UU Pemilu yang yang baru, tahun 2018, setiap Capres sudah harus mengajukan nama Cawapresnya ke KPU.

Lantas apa yang menarik pada diri dan figur Tuangguru Bajang, sehingga dilirik oleh Jokowi.

Pertama, saya langsung teringat pada artikel yang ditulis Dahlan Iskan di Jawa Pos dan jaringannya (Radar), pada 22 Februari 2016, yang berjudul "Tuan Guru Zainul Majdi, Gubernur NTB, Calon Presiden Masa Depan".

Artikel Dahlan Iskan ini memang memuat berbagai pujian kepada Tuangguru. Salah satu paragrafnya tertulis begini: "Selama karirnya itu, Tuan Guru Bajang memiliki track record yang komplet. Ulama sekaligus umara. Ahli agama, intelektual, legislator, birokrat, dan sosok santun. Tutur bahasanya terstruktur. Pidatonya selalu berisi. Jalan pikirannya runtut." Pembaca yang ingin membacanya lengkap, silahkan berkenan browsing sendiri.

Kedua, sejak Indonesia merdeka, jarang-jarang lho ada pejabat teras nasional asal NTB. Yang banyak justru dari NTT. Banyak memang aktivis-aktivis asal NTB yang malang melintang di berbagai organisasi. Tapi masih jarang untuk eksekutif di tingkat pusat.

Artinya, jika maju sebagai Cawapres 2019, Zainul Majdi boleh dibilang mewakili "luar Jawa"; kawasan timur Indonesia; dan tentu mendongkrak wilayah NTB; merepresentasikan muslim NU (meskipun di NTB lebih populer dengan nama atau organisasi Nahdatul-Wathan);

Ketiga, Tuangguru Bajang memang menebar aura keulamaan, selain karena keturunan, beliau juga doktor dan penghafal Quran pula. Bagi sebagian kalangan, latar belakang pendidikan itu bisa menjadi "perhitungan sendiri", plus-minus.

Namun saya berani menjamin bahwa Tuangguru Bajang jauh dari paham radikal. Sebab setahu saya, tidak ada alumni Al-Azhar Mesir yang bisa dikategorikan "radikal".

Selain karana faktor sistem pendidikan di Al-Azhar Mesir, yang memang dari sononya moderat, di Mesir semua mahasiswa bisa membaca buku apa saja. Akibatnya, spektrum bacaan sangat luas. Radikalisme biasanya adalah akibat dari bacaan yang terbatas. Jangan heran bila ada beberapa alumni Al-Azhar Mesir yang malah menjadi pengusung paham liberalisasi pemikiran Islam setelah pulang ke Indonesia. Tapi hal ini baiarkan saja, nanti juga sadar dan insaf sendiri.

Sikap dan pemikiran inklusif yang diadvokasi almarhum Gus Dur semasa hidupnya, misalnya, selain karena faktor keturunan (NU) dan berpendidikan di Irak, namun saya yakin juga terutama karena Gus Dur pernah "membaca" di Mesir. So, no worries about Tuangguru Bajang.

Keempat, untuk maju ke level nasional, selain faktor kapabilitas dan jaringan, juga perlu langkah-langkah dan persiapan yang "agak-agak gila dikit". Posisinya sebagai Gubernur di NTB, Tuangguru Bajang memiliki peluang lebar untuk membuktikan diri sebagai gubernur yang layak dilirik melangkah ke kancah nasional. Cuma jangan lengah, sekarang ini ada beberapa Gubernur, walikota atau bupati yang juga berprestasi.

Survei terakhir yang dilakukan oleh Indikator (Sept 2017) dan Poltracking (Nop 2017), Tuangguru Bajang memang masuk dalam radar survei tentang Cawapres untuk mendampingi Jokowi, tapi posisinya masih jauh tertinggal.

Kelima, mungkin perlu juga dibuka ruang konstelasi baru untuk Pilpres 2019 agar nuansanya menjadi lain, misalnya, tiba-tiba justru Prabowo Subianto yang menggandeng Tuangguru Bajang sebagai Cawapres.

Keenam, meskipun Nahdhatul Wathan (NW) selama ini diposisikan setali tiga uang dengan NU, khusus untuk wilayah NTB, namun belum ada survei kayaknya yang khusus menyorot apakah komunitas NU di Pulau Jawa memposisikan NW persis seperti NU. Jika tidak, NW bisa di-bully: "meski sama-sama bermazhab Syafi'i, tapi NW tetaplah NW, sementara NU tetaplah NU."

Beberapa minggu lagi ke depan, atau mungkin dalam hitungan hari, bursa nama-nama Capres-Cawapres akan segera menjadi wacana politik nasional.

Syarifuddin Abdullah | 27 Nopember 2017 / 09 Rabiul-awal 1439H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun