Selama periode sekitar 15 tahun terakhir, saya mencatat tiga periodisasi yang terkait peningkatan kualitas penerbangan yang melayani rute Makasser-Mamuju (PP), yang dalam dunia penerbangan ditulis dengan sebutan istilah UPG-MJU.
Periode pertama
Saya ingat persis, ketika pertama kali terbang dari Makassar ke Mamuju pada awal 2000-an, ketika itu, penerbangan yang tersedia hanya pesawat berkapasitas 24 seat (kursi penumpang), yang dioperasikan oleh DAS.
Dan pesawatnya sungguh tidak nyaman. Ke-24 kursinya jarang terisi penuh. Dan boarding pesawat tidak pake nomor kursi. Duduk di mana saja bisa. Dan normalnya pesawat itu sebenarnya berkapasitas 12 orang, lalu dipaksakan jadi 24 seat. Tapi kursi untuk satu orang, yang dibuat untuk dua orang, membuat penumpang tidak bisa duduk nyaman.
Jika digambarkan dalam bahasa Mandar, naik pesawat 24 seaat itu, seperti naik dokar mandar (sittengan le'ba tau, ma'bendi sikopang. Ingga'na tappa natiwure sau).
Periode Kedua
Lalu sekitar tahun 2010, kembali terjadi peningkatan kualitas, ketika WINGSAIR dan CITILINK membuka rute Makassar-Mamuju, dengan pesawat berkapasitas sekiat 48 sd 50 seat.
Karena saya pengguna yang relatif sering terbang pada rute UPG-MJU-UPG, pesawat bekapasitas 50 seat memberikan kenyamanan tersendiri. Minimal pesawatnya sudah lebih besar.
Meskipun kadang juga terjadi masih pembatalan penerbangan, kareba jumlah penumpang tidak memenuhi kuata minimal, meski pihak maskapai menyampaikan pembatalan itu sebagai alasan teknis.
Periode ketiga
Dan hari ini (Sabtu, 24 Juni 2017), saya kembali terbang dari Makassar ke Mamuju, dan sengaja menggunakan penerbangan baru (Sriwijaya: SJ558), untuk menjajal maskapai yang baru beroperasi), sekaligus ingin melihat krmungkinan ada sesuatu yang baru.