Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kisah Umar bin Khattab Mewariskan Kekuasaan

23 April 2017   13:52 Diperbarui: 24 April 2017   05:00 11108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada pagi hari berikutnya, Umar bin Khattab memanggil Ali bin Abu Thalib, Usman bin Affan, Sa’ad, Abdurrahman bin Auf dan Zubair, dan Umar bin Khattab menyampaikan perintahnya yang sangat fenomenal itu:

Kalian semua adalah pemuka dan pempimpin umat, dan khalifah pengganti saya harus salah satu dari kalian. Saya tidak khawatir terhadap kalian, selama kalian berjalan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Saya justru khawatir bila terjadi perbedaan pendapat di antara kalian, dan akhirnya para sahabat lainnya ikut-ikutan berbeda pendapat. Karena itu, pergilah ke rumah Siti Aisyah, bermusyawarahlah, dan pilihlah salah satu dari kalian untuk menjadi khalifah.” Setelah itu, Umar meletakkan kepalanya yang sudah penuh darah.

Keenam sahabat itu kemudian pergi ke rumah Aisyah. Tentu saja, terjadi perdebatan sengit dengan suara tinggi. Sampai Abdullah bin Umar (putra Umar bin Khattab) berkomentar, “Subhanallah, mereka sudah ribut, padahal Umar bin Khattab belum wafat”.

Mendengar perdebatan sengit itu, Umar bin Khattab menegaskan, “Saya tidak akan campur tangan. Tapi kalau saya sudah wafat, maka kalian berenam harus berunding selama tiga hari (di sini Umar bin Khattab mememberikan deadline selama tiga hari). “Selama periode tiga hari itu, saya menugaskan Shuhaib untuk memimpin shalat jamaah umat Islam. Pada hari keempat, harus sudah harus ada keputusan final. Perundingan kalian harus dihadiri oleh Abdullah bin Umar (putraku) sebagai pemantau, tapi dia jangan dilibatkan dalam proses pemilihan. Sementara Thalhah yang sedang tidak berada di Madinah adalah termasuk anggota kelompok enam. Kalau dia datang pada hari ketiga, maka Thalhah harus dilibatkan dalam perundingan. Tapi, kalau sampai hari ketiga, Thalhah belum juga datang, maka perundingan kalian harus dilanjutkan...”.

Mendengar penjelasan mekanisme itu, Sa’ad bin Abu Waqqash berkomentar, “Kami akan mengikuti arahan Anda (Umar bin Khattab), dan semoga Thalhah tidak menentang keputusan yang kami putuskan.

Umar bin Khattab menjawab, “Insya Allah, Thalhah tidak akan menentang keputusan. Dan menurut perkiraan saya, pilihan akan jatuh pada salah satu dari dua orang: Ali bin Abu Thalib atau Usman bin Affan... Dan kalau Usman yang terpilih, sungguh dia orang yang lemah lembut... Kalau Ali yang terpilih, sungguh dia orang yang punya rasa humor, tapi sebaiknya Ali mengarahkan ke jalan yang benar... Tapi, kalau Saad yang terpilih, sungguh dia orang yang punya kemampuan... Dan orang yang punya kemampuan intelektual yang terbaik adalah Abdurrahman bin Auf, maka dengarkanlah pendapatnya dan patuhilah”.

Dan sepertinya Umar bin Khattab sudah membaca gelagat persiteruan yang bisa menjurus ke fitnah. Karena itu, Umar bin Khattab berkata berkata kepada Abu Thalhah al-Anshari, “Wahai Abu Thalhah, pilihlah lima puluh orang dari kaum Anshar, dan perintahkan mereka semua untuk mendesak kelompok-6 itu agar segera memilih seorang khalifah pengganti.

Umar juga berpesan kepada Al-Miqdad bin Al-Aswad, “Kalau kalian sudah menguburkan mayat saya, maka kumpulkanlah enam sahabat tersebut di sebuah rumah, agar segera memilih khalifah”.

Umar memerintahkan Shuhaib, “Shuhaib, jadilah imam shalat jamaah selama tiga hari. Dan kumpulkanlah kelompok enam itu di sebuah rumah, dan bersikap tegaslah kepada mereka... Kalau lima orang sepakat lalu ditentang satu orang, maka penggal leher satu orang yang menentang keputusan... Kalau empat orang sepakat, dan dua orang menentang, maka penggal leher dua orang yang menentang... Kalau kelompok enam terbagai dua: tiga orang memilih satu orang (si A), sementara tiga orang lainnya memilih orang yang berbeda (si B), maka jadikanlah Abdullah bin Umar sebagai pengambil keputusan final. Kalau kelompok enam itu tidak rela dengan keputusan Abdullah bin Umar, maka ikutilah kelompok di mana Abdurrahman bin Auf termasuk di dalamnya. Dan bunuhlah mereka yang menentang keputusan kelompok yang di dalamnya ada Abdurrahman bin Auf.”

Protes kelompok Ali bin Abu Thalib

Ketika itu, kelompok Ali bin Abu Thalib memang sudah menentang mekanisme pewarisan kekuasaan yang digagas oleh Umar bin Khattab, yang diwakili oleh Abbas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun