Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Beragam Alasan Seseorang Ikut Mencoblos di Pemilu

17 April 2017   15:49 Diperbarui: 17 April 2017   16:09 1684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada pakar yang mengelompokkan pemilih Indonesia ke dalam tiga kategori besar: pemilih ideologis, pemilih sosiologis, dan pemilih rasional. Sering  juga kita membaca kategori pemilih oportunis, pemilih mengamban dan beragam kategori lainnya. Dan kalau mau, Anda bisa menambahkan satu kategori lagi: pemilih ha-ha-ha, hu-hu-hu.

Tapi setiap orang yang punya hak suara dalam sebuah Pemilu termotivasi ikut mencoblos di bilik suara, sebenarnya lebih bersifat  personal bangat, gua baget, dengan beragam alasan berikut:

1. Percaya atau tidak, banyak pemilih yang ikut mencoblos tanpa alasan yang jelas, mengalir begitu saja. Dan tidak begitu peduli dengan konsukensi pilihannya. Sekedar berpartisipasi. Untuk kasus Indonesia, konon sebagian besar pemilih ikut memcoblos tanpa sentuhan argumen rasional. Artinya, alasannya ikut mencoblos adalah "tanpa alasan".

3. Karena alasan ideologis keagamaan, misalnya mencoblos karena ingin memenangkan seorang kandidat dengan pertimbangan agamanya, dan pada saat yang sama, berharap dengan suaranya itu, bisa mengalahkan kandidat lain yang beda agama.

4. Memilih karena alasan doktrin ideologi ekonomi tertentu. Misalnya memilih karena kandidat mengusung program kerja yang kapitalis banget, atau sosialis bangat. Tapi pemilih model ini sudah menjadi barang langka. Karena sebagian besar program kandidat tidak memiliki karakter ideologi ekonomi tertentu.

5. Ada orang yang ikut memilih karena pertimbangan satu asal-usul etnis dengan kandidat tertentu, meskipun pemilih itu tidak mengenal secara pribadi kandidat pilihannya, bahkan mungkin tidak pernah diuntungkan secara langsung oleh sang kandidat.

6. Ikut memilih karena sudah mendapatkan uang muka angpao (amplop berisi duit), dan jika memilih dan jagoannya menang, akan mendapatkan lagi angpao tambahan paska Pemilu.

7. Banyak orang ikut mencoblos karena ingin membalas budi baik seseorang. Karena si x pernah membantu si Y, dan si X meminta si Y agar ikut memilih, maka si Y akan ikut mencoblos untuk membalas kebaikan si X.

8. Ikut memilih karena menjadi bagian dari Tim seorang kandidat. Misalnya seseorang yang menjadi tim sukses atau tim kampanye atau kelompok simpatisan salah satu kandidat.

9. Ikut mencoblos karena atasannya di tempat kerja meminta bahkan cenderung memaksanya untuk ikut memcoblos kandidat tertentu. Ada periode sejarah di Indonesia di mana seseorang bisa dipecat  dari pekerjaannya akibat  memilih kandidat yang berbeda dengan pilihan atasannya.

10. Bisa juga seseorang ikut memilih karena kebetulan pacarnya menjadi tim sukses salah satu kandidat. Atau pacarnya fanatik banget kepada seorang kandidat dan meminta pasangannya untuk memilih kqndidat tersebut. Mungkin ini bisa disebut "pemilih demi cinta".

11. Ikut memilih karena afiliasi Parpol. Karena Parpol yang Anda dukung telah menyatakan dukungannya kepada kandidat X, maka secara moral dan sebagai kader, Anda seolah "mewajibkan diri" mencoblos kandidat yang diusung Parpol Anda.

12. Atau ada yang ikut mencoblos karena kebetulan lagi mood saja pada hari pencoblosan. Sayang namanya sudah terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap), lalu pada hari pencoblosan, kebetulan hadir menonton keramaian di Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan akhirnya ikut memilih. Begitu saja.

13. Lalu banyak orang ikut mencoblos, semata karena menghormati seseorang. Seorang tokoh atau kiai atau ustadz yang telah memastikan dukungannya kepada kandidat tertentu bisa menjadi lokomotif suara bagi jamaahnya. Artinya, jamaahnya ikut mencoblos karena menghormati kiainya atau ustadznya. Ada semacam keyakinan bahwa si toloh atau Sang Kiai atau ustadz tidak mungkin salah pilih.

14. Bahkan ada pemilih yang ikut mencoblos sekedar mengikuti ritme kehidupan yang sedang ngetrend. Misalnya mengikuti hasil jajak pendapat lembaga-lembaga survei. Dan tipe pemilih seperti ini memang memiliki kerawanan tersendiri. Sebab kalau beberapa lembaga survei menjagokan kandidat X, maka pemilih model ini cenderung akan memilih kandidat X, karena mau disebut pilihannya menang atau sekedar ingin bergabung dengan kandidat yang akan menang. Dan kecil kemungkinan pemilih model ini untuk memilih kandidat Y (kalah dalam survei), karena tidak mau disebut kelompok yang kalah.

15. Kecuali pemilih ideologis, sosiologis dan pemilih berdasarkan etnis, semua kategori pemilih di atas rentan provokasi termasuk gampang termakan berita hoax.

Apapun alasan seseorang ikut mencoblos di Pemilu, tapi yang pasti, beragam alasan tersebut tidak akan dihitung dalam perhitungan suara. Sebab hasil sebuah pemilu adalah jumlah suara, bukan soal alasan-alasannya.

Syarifuddin Abdullah | 17 April 2017 / 20 Rajab 1438H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun