Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serangan di Polres Banyumas dan Indikator Perubahan Pola Aksi Teror

11 April 2017   23:31 Diperbarui: 12 April 2017   15:30 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: diolah dari img.eramuslim.com; www.bbc.com; www.myfreewallpapers.net

Sekitar pukul 10.00 WIB pada Selasa, 11 April 2017, seorang pengendara motor yang kemudian diidentifikasi bernama Muhammad Ibnu Dar/MID (22), memacu motornya dengan kecepatan tinggi menerobos masuk gerbang depan Polres Banyumas, dan langsung menabrak seorang anggota polisi, Aipda Ata Suparta. Setelah itu, pelaku berlari. Seorang anggota polisi lainnya bernama Brigadir Irfan berusaha mencegatnya. Saat itulah, MID mengeluarkan parang dan membacok anggota polisi yang menghalang-halanginya, dan sempat melukai tangan kiri Irfan.

Sejumlah laporan awal menyebutkan, MID adalah warga Desa Karangaren, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga, Jateng. Ketika melakukan aksinya, pelaku mengenakan kemeja dan celana hitam serta mengenakan syal atau selendang bergambar lambang ISIS, dan konon menabak anggota polisi sambil bertakbir dengan suara keras.

Setidaknya, terdapat tiga catatan yang mungkin perlu dijadikan bahan kajian serius terkait dengan perubahan pola serangan teror ke depan.

Pertama, modus aksi teror ini di Polres Banyumas mirip dengan aksi teror di dekat gedung parlemen Inggris (24 Maret 2017) atau aksi menambrakkan mobil truk di Stockholm Swedia (07 April 2017). Masing-masing dari tiga serangan itu menggunakan kendaraan bermotor untuk menabrak atau menggilas sasaran. Bahkan antara Banyumas dan Gedung Parlemen Inggris memiliki persamaan yang persis: membawa parang untuk melukai korbannya.

Kedua, muncul analisis yang mengatakan, perubahan pola aksi ini juga antara lain dipicu oleh faktor lain: semakin sulit mendapatkan bahan untuk membuat bom, dan sebuah aksi teror bom memerlukan pelaku lebih dari satu orang.

Ketiga, serangan Polres Banyumas – juga terhadap Gedung Parlemen Inggris dan Mal di Stockhom – benar-benar dilakukan oleh seorang lone-wolf. Karena aksinya memang tidak memerlukan pelaku tambahan.

Tiga catatan di atas mengindikasikan satu hal: semakin gampang melakukan aksi teror. Konsekuensi lanjutannya, akan semakin banyak aksi teror. Sebab setelah berniat dan bertekad melakukan aksinya, pelaku cukup dengan menggunakan kendaraannya dan membawa parang, dan aksi pun terjadi.

Syarifuddin Abdullah | 11 April 2017 / 14 Rajab 1438H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun