Secara umum, berbagai kuliner khas Pakistan dan negara-negara Asia Selatan lainnya, relatif “cocok” dengan lidah orang Melayu termasuk Indonesia – minimal sesuai ukuran lidah saya. Sebab pelbagai menu utamanya yang berbasis daging, ayam atau ikan, umumnya diolah dengan beberapa varian masakan berbumbu kari, yang dalam hal tertentu mirip rendang Padang.
Kuliner Pakistan juga kaya dengan berbagai jenis sayuran dan buah-buahan dalam setiap menu: semisal terong, timun, wortel dan tentu saja zaitun dan bawang. Juga produk susu dan turunannya: susu segar, keju, yogurt.
Dengan makanan seperti itu, yang dikonsumsi oleh hampir seluruh warga Pakistan sejak mereka lahir sampai menikah, tentu akan menciptakan akumulasi energi, yang terlihat jelas dalam bentuk fisik yang kekar dan berotot.
Di jalan-jalan Pakistan, jarang sekali terlihat lelaki Pakistan yang bergerak loyo. Hampir semuanya terlihat gesit. Jika berjalan, langkahnya lebar dan cepat. Raut muka yang mengesankan kesegaran, dan hampir semuanya berkumis tebal.
Konsekuensi lanjutan dari kuliner yang berenergi itu adalah laki-laki Pakistan – secara global – dikenal sebagai salah satu komunitas laki-laki yang jantan di ranjang, pejantan yang nyaris sempurna. He he he.
Konsekuensi lanjutannya, boleh dibilang, wanita-wanita Pakistan adalah kelompok wanita di dunia yang “paling berbahagia” sepanjang malam. He he he.
Dan sesungguhnya ini bukan penemuan baru. Pakistan awalnya adalah bagian dari India. Dan kita tahu bahwa dari Indialah lahir karya klasik yang monumental tentang seks: Kamasutra.
Tapi ada yang aneh, cenderung kontradiktif dengan tradisi kulinernya. Selama sepekan di Pakistan, saya tanyakan kepada beberapa warga Pakistan: Apakah lelaki Pakistan rata-rata punya istri satu, atau lebih dari satu? Dan jawabannya cukup mengagetkan: lelaki Pakistan rata-rata bermonogami, beristri tunggal.
Seorang warga Pakistan dari suku Pashtun mengatakan, berdasarkan data statistik, 98 persen laki-laki suku Pasthun hanya menikahi satu istri. Dan cuma dua persen yang berpoligami.
Cerita lanjutannya lebih menarik lagi: rata-rata warga Pasthun punya lebih dari lima anak dari satu istri. Di wilayah yang dominan suku Pasthun, banyak sekali pasangan yang punya sampai 15 anak dari satu istri. Beberapa bahkan ada yang memproduksi sekitar 20 anak, juga dari satu istri. Wow. “Bahkan di kampung saya di Peshawar, saya punya tetangga yang anaknya berjumah 22 orang”. Dan bagi kami, “banyak anak sampai belasan orang adalah fenomena sosial yang sangat normal”, lanjutnya.
Dia bertanya balik, “Bapak punya anak berapa?”. Saya menjawabnya “tiga anak”. Dia tersenyum dengan senyuman yang hampir mengejek.
Karena penasaran, saya bertanya lanjut, jika satu pasangan suami-istri mampu memproduksi sampai 20-an anak, berarti banyak anak yang kembar? Jawabannya tidak juga. Sebab sebagian besar warga Pashtun menikah di usia 15 - 17 tahunan, laki-laki ataupun wanita.
Itu berarti sang istri rata-rata melahirkan satu anak setiap tahun. Maka satu pasangan sudah berusia 40-an tahun, sangat dimungkinkan punya anak sampai belasan orang. Dan jika anak-anak yang berjumlah belasan orang itu dijejer sesuai dengan tanggal kelahiran, mereka akan tampak seperti garis-garis tegak lurus di papan statistik.
Dan fakta tentang kelahiran yang “melimpah ruah” itu memang akhirnya terlihat jelas dalam data demografi: pada tahun 1960, penduduk Pakistan berjumlah 45,5 juta jiwa. Di tahun 2016 sudah berjumlah lebih dari 188 juta (peringkat keenam dunia). Artinya, dalam tempo kurang lebih 55 tahun, penduduk bertambah sekitar 143 juta jiwa. Wow.
Saya akhirnya mengajukan pertanyaan yang lebih sensitif (mohon maaf jika kurang elok): laki-laki Pashtun dalam satu pekan rata, biasanya bercinta berapa kali?
Jawabannya sungguh mengundang decak kagum: “Setiap hari. Ketika di usia muda perkawinan, khususnya di hari-hari libur, bisa dua sampai tiga kali dalam 24 jam”. Wow.
Dan ada yang lebih wow. Saya kembali mengajukan pertanyaan yang jauh lebih sensitif (lagi, mohon maaf jika tidak elok): ketika bercinta, seorang lelaki Pakistan bisa bertahan berapa lama dalam satu ronde? Dan jawabannya kembali sungguh mengundang kagum: “30 sampai 60 menit”. Wow. Lalu sambil bercanda, dia menambahkan, “Gairah seksual lelaki Pashtun seperti juga, juga terpicu oleh karena memang wanita Pashtun adalah tipe wanita yang sangat cantik dan menggoda, bahkan ketika hanya sekedar melihat matanya”. Wow.
Oborolan santai serius di atas mengingatkan saya pada ungkapan seorang teman: bahwa salah satu indikator tentang stamina seksual seorang lelaki dapat dilihat dari asupan kulinernya. Maka santaplah asupan yang berenergi dan seimbang.
Syarifuddin Abdullah| Islamabad, 31 Maret 2017 / 03 Rajab 1438H.
Sumber foto: http://uniqpost.com, national-geographic-100-best-pictures-cover
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H