Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serangan Teror London Nyaris Mustahil Dicegah

24 Maret 2017   23:16 Diperbarui: 24 Maret 2017   23:41 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: screenshot dari cnn.com

Aksi teror di jembatan Westminster London dan di halaman Gedung Parlemen Inggris, pada 22 Maret 2017, pukul 14.40 GMT, membuktikan bahwa semakin sederhana modus sebuah aksi teror, makin sulit dideteksi dan nyaris mustahil dicegah. Sebaliknya, semakin besar suatu rencana aksi dan makin kompleks bahan/alat yang digunakan, semakin mudah untuk dicegah.

Sebab aparat keamanan negara manapun nyaris mustahil mencegah aksi teror yang hanya menggunakan dua instrumen: mobil dan pisau dapur. “It was also the kind that is most difficult to prevent”, tulis The Economist (edisi cetak, 25 Maret 2017).

Suatu rencana aksi teror berskala besar, akan melibatkan banyak jaringan pelaku, dan setiap jaringannya terbuka kemungkinan melakukan kesalahan, dan begitu salah satu jaringannya terdeteksi, akan memudahkan mendeteksi jaringan lainnya, dan selanjutnya menggagalkan rencana teror tersebut.

Sementara sebuah aksi teror yang dilakukan oleh seorang pelaku (lonely wolf), yang merencanakan sendiri aksi terornya, dengan menggunakan hanya sebuah mobil dan pisau dapur, tentu akan sangat sulit mendeteksinya, apalagi mencegahnya.

Jika dibandingkan dengan aksi teror di Jalan Thamrin Jakarta, pada 14 Januari 2016, jumlah korban teror Jembatan Westminster London jauh lebih besar: Empat orang tewas, dan sekitar 40 cedera, tujuh di antaranya dalam kondisi kritis, salah satunya seorang wanita yang jatuh atau meloncat ke Sungai Thames.

Pada hari berikutnya (Kamis, 24 Maret 2017), PM Inggris Theresa May mengecam serangan mobil tersebut dan menyebutnya sebagai serangan teror yang sakit dan bejat (sick and depraved terrorist attack). Pada yang hari yang sama, kantor berita online Amaq News Agency, yang diyakini berafiliasi ke IS, mengklaim bahwa Khalid Masood adalah salah satu prajuritnya.

Serangan di jembatan Westminster London itu menunjukkan efektivitas seruan yang pernah disampaikan oleh Abu Bakar Al-Baghdadi kepada seluruh pendukungnya di seluruh dunia: “lakukanlah teror dengan senjata apa saja, sebarkanlah kepanikan di tengah komunitas yang memusuhi Islamic State”.

Pelajaran penting: teknologi paling canggih sekalipun tidak mungkin menggantikan human intelligence. Artinya, tidak ada satupun teknologi yang bisa mencegah aksi teror seperti yang dilakukan orang seperti Khalid Masood.

Pelaku serangan London

Pada 24 Maret 2017, polisi anti teror Inggris pertama kali mempublikasikan foto pelaku serangan London, bernama Khalid Masood, 52 tahun, kelahiran Kent, dengan nama lahir Adrian Russell Ajao, dan terakhir berdomisili di West Midlands. Beristri dan punya seorang anak. Ketika berusia 18 tahun, pernah dihukum karena tindakan kriminal pada Nopember 1983.

Pada 2005, Khalid Masood pernah bekerja di Yanbu, Saudi Arabia, dan selanjutnya sebagai guru untuk pekerja di General Authority of Civil Aviation (GACA) di Jeddah (menurut The Sun, yang mengaku memiliki fotokopi riwayat hidup Khalid Masood).

Pada 2009, Khalid Masood kembali ke London dari Saudi Arabia, dan kemudian bekerja di TEEL College sebagai “guru senior bahasa Inggris”.

Tercatat Khalid Masood beberapa kali berpindah-pindah domisili: Pernah berdomisili di Luton, lalu ke Forest Gate, lalu Olympic Village. Tahun 2016, Khalid Masood pindak ke Quayside di Winson Green Birmingham.

Pada malam sebelum beraksi, Khalid Masood menginap di sebuah hotel murah di Brighton, lalu menyewa sebuah mobil, yang kemudian digunakan untuk melakukan aksinya.

Korban tewas

Sampai 24 Maret 2017, korban tewas serangan London sebanyak empat orang:

  • PC Keith Palmer, 48, perwira polisi yang ditikam dengan pisau oleh pelaku. Sudah bertugas selama 15 tahun sebagai pengamanan parlemen dan diplomatik.
  • Aysha Frade, 43 tahun, yang bekerja di sebuah akademi di Westminster.
  • Kurt Cochran, wisatawan asal Amerika Serikat, yang datang ke London bersama istrinya, Melissa, untuk merayakan ulang tahun perak perkawinan, dan sebenarnya pada 22 Maret 2017 merupakan hari terakhirnya di London. Melissa masih dirawat di rumah sakit akibat luka serius.
  • Pada 24 Maret 2017, polisi mengumumkan korban tewas keempat, bernama Leslie Rhodes, 75 tahun, yang meninggal di rumah sakit, pensiunan pembersih jendela.

Modus aksi Khalid Masood

Jika dicermati, modus aksi Khalid Masood sebenarnya sangat sederhana. Dia menyetir mobil sewaan dengan kecepatan tinggi sejauh lebih 300 meter, mobilnya sempat naik ke trotoar jembatan dan mulai menbrak para pejalan kaki. Dia kemudian menabrakkan mobilnya ke pagar parlemen, lalu keluar dan turun dari mobil, sambil membawa pisau, dan berlari sekitar 130 meter dan tak seorang pun yang menghentikannya.

Dia kemudian melewati salah satu gerbang menunju Gedung Parlemen. Ketika itu, gerbang parlemen sedang terbuka karena ada sebuah mobil yang mau keluar. Lalu menikam seorang polisi yang tidak bersenjata, sebelum akhirnya ditembak mati oleh polisi lain di halaman parlemen Inggris. Hal ini juga menunjukkan kelemahan pengamanan di lingkungan parelemen Inggris.

Modus yang sangat sederhana ini, dan tampaknya tidak perlu melakukan pelatihan yang rumit, menjadi catatan penting yang perlu dicermati guna mengantisipasi serangan serupa di berbagai negara.

Sumber tulisan: cnn.com; www.economist.com; www.telegraph.co.uk; www.theguardian.com.

Syarifuddin Abdullah | Jumat, 24 Maret 2017 /26 Jumadil-akhir 1438H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun