Di Google Map, antara Kota Boyolali ke selatan menuju Ketep, Magelang berjarak sekitar 37 km, yang dapat ditempuh sekitar 1 jam 15 menit. Awalnya, dari kota Boyolali sampai Cepogo, jalanan relatif lurus dan terus menanjak. Kendaraan bisa dipacu dengan kecepatan 50-60 km per jam, karena relatif sepi.
Namun memasuki wilayah lereng selatan Gunung Merbabu, yang melintang meliuk-liuk dari arah timur ke barat, pada ruas antara Cepogo dan Ketep, semua jalanan meliuk-liuk, sempit dan sudah banyak yang rusak. Kecepatan kendaraan hanya sekitar 30-40 km per jam.
Sepanjang perjalanan, sejauh mata memandang adalah hijau pegunungan. Saya perhatian, di lereng selatan Merbabu banyak sekali tanda “rawan longsor”. Beberapa di antaranya sedang dibersihkan tanah longsorannya. Dan buat saya, secara umum, udara cukup dingin. Kebetulan sedang hujan.
Sambil menyetir, saya menengok ke peta, posisi saya ternyata berada di antara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Artinya, jalur dari Boyolali menuju Ketep itu melintasi lereng antara selatan Gunung Merbabu dan bagian utara Gunung Merapi.
Saya sempat mampir di Selo Pass, tidak jauh dari pertigaan yang menghubungkan tiga jalur: Boyolali-Ketep; Ketep-Blabak Magelang dan Ketep-Saltiga. Selo Pass adalah obyek wisata permanen, yang salah satu keistimewaannya adalah menawarkan view ibarat – yang sekali layar terkembang dua pulau terlampau: menyaksikan dua puncak sekaligus: puncak Merapi dan puncak Merbabu. Saya juga baru menyadari bahwa Merbabu lebih tinggi dari Merapi, walapun Merapi tampak lebih galak dan sangar.
Ketika bergeser sedikit ke arah utara, menyusuri lereng barat Gunung Merbabu yang menuju Salatiga. Di jalan akses Salatiga-Ketep Magelang, masih di lereng barat Merbabu, saya mampir di pinggir jalan, menyaksikan pemandangan yang luar biasa cantik: gunung kembar Sindoro-Sumbing di Temanggung, di bawahnya terbentang kota Magelang.
Mungkin garis-garis itulah yang menjadi jalur peluberan lahar bila sesekali Sang Merapi menyapa dengan apinya penduduk di wilayah Yogyakarta. Ketika perhatian warga tersedot dari keindahan alam ke wedhus gembel dan lahar panas yang dari jauh tampak seperti lidah api yang menjulur-julur, dan semua penduduk sekitar terpaksa diungsikan. Subhanallah.
Syarifuddin Abdullah | Senin, 20 Maret 2017 /22 Jumadil-akhir 1438H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H