Seperti diketahui, kubu Koalisi Cikeaspada putaran pertama Pilgub DKI, 15 Februari 2017, terdiri atas empat Parpol (Partai Demokrat/PD, PKB, PPP dan PAN). Gabungan koalisi ini hanya mampu meraih sekitar 17 persen suara. Jagoannya Agus-Sylvi terhempas, dan dinyatakan kalah menurut perhitungan quick-count dan juga real-count KPUD DKI.
Pertanyaannya, menghadapi putaran kedua, kemana arah koalisi kubu Cikeas: bergabung dengan kubu Anies-Sandi atau kubu Ahok-Djarot? Atau malah tidak bergabung kemana-mana?Â
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari empat Parpol tersebut. Tapi barangkali kalkulasi berikut bisa memberikan gambaran kasarnya.
Dari empat Parpol tersebut, ada dua Parpol yang diperkirakan akan bergabung dengan kubu Anies-Sandi, yaitu PPP dan PAN.Â
Sementara dua Parpol lainnya, PD dan PKB, pasti akan bingung. Tapi lebih cenderung akan memilih bersikap netral: membiarkan pendukungnya menentukan pilihannya sendiri di antara dua kubu yang bersaing. Berikut alasan-alasannya.
PPP (Partai Persatuan Pembangunan)
PPP sebenarnya berada pada posisi dilematis. Sebab PPP memiliki menteri di Kabinet Jokowi-JK, yaitu Menteri Agama. Namun massa PPP, diasumsikan akan lebih cenderung beralih ke Anies-Sandi.
Artinya, secara etika politik, PPP mestinya bergabung dengan kubu Ahok-Djarot yang diusung PDIP, yang juga diasumsikan didukung oleh Bapak Presiden Jokowi. Namun dari segi ideologi politik (jika memang punya ideologi politik), massa PPP akan lebih condong ke kubu Anies-Sandi.Â
Persoalan tambahan bagi PPP adalah adanya dualisme kepengurusan. Pada putaran pertama, satunya berkoalisi dengan Cikeas, satunya lagi berkoalisi dengan Istana.
PAN (Partai Amanat Nasional)
Posisi PAN tak beda jauh dengan PPP.Sebab PAN juga punya menteri di Kabinet Jokowi, yakni Menteri Pendikan Nasional. Meskipun Mendiknas Effendi Muhajir sebenarnya lebih mewakili Muhammadiyah. Tapi secara kultural, PAN dan Muhammadiyah tak terpisahkan.