Pada 6 September 2016, berbagai media global melaporkan kasus penyelundupan senjata dari Brazil ke Yaman.
Sebuah perusahaan produsen senjata di Brazil, Forjas Taurus (FT), dilaporkan telah mengapalkan 8,000 pistol (handguns) ke Yaman, yang difasilitasi oleh tokoh Yaman bernama Fares Mohammed Hassan Mana’a pada 2013. Dalam kasus ini, dua mantan eksekutif Forjas Taurus telah dituntut oleh Jaksa Federal Brazil. FT sebenarnya sudah memegang otoritas dari Pemerintah Brazil untuk mengekspor 8000 pucuk pistol senilai 2 juta USD ke Djobouti, namun sebuah dokumen menyebutkan, senjata itu dialihkan tujuannya ke Yeman dengan menggunakan perusahaan nelayan bernama Al Sharq Fishing and Fih.
Selanjutnya, pada 2015, Forjas Taurus sudah bernegosiasi untuk kembali mengapalkan 11.000 (sebelas ribu) pucuk berbagai jenis senjata, namun gagal karena kantornya digrebek oleh polisi.
Forjas Taurus, yang bermarkas di Kota Porto Alegre, merupakan eksporter senjata peringkat keempat di tingkat global.
Selama periode puncak konflik Yaman yang sudah berlangsung hampir dua tahun, pihak Koalisi yang dipimpin Arab Saudi, telah berkali-kali menggagalkan upaya penyelundupan senjata ke Yaman melalui jalur laut. Penyelundupan senjata adalah sebuah keniscayaan dalam setiap konflik.
Dan dari zaman Romawi kuno dan Alexander The Great, bisnis senjata telah dikenal sebagai salah satu dari empat bisnis paling gurih dalam sejarah, setara dengan bisnis narkoba, minyak, emas/berlian. Saat ini tentu saja ada bisnis tambahan baru yang bahkan lebih gurih: telekomunikasi.
Dan logika dasar senjata adalah pertempuran. Sebab filosofi setiap senjata, apapun jenisnya, akan digunakan untuk tiga fungsi utama yaitu: (1) melindungi diri; (2) membuat musuh untuk berpikir seribu sebelum menyerang; dan (3) melukai dan/atau membunuh. Argumen logis selain tiga fungsi utama senjata itu, tidak lebih dari sekedar upaya menjustifikasi saja. Bisnis senjata memang “meniscayakan konflik bersenjata”.
Dan pada setiap pertempuran, di manapun dan kapanpun, pihak yang paling diuntungkan adalah pabrik dan jaringan penjual senjata dan amunisi.
Namun, para pihak yang terlibat dalam pertempuran, seringkali tidak menyadari bahwa diri dan kelompoknya sedang menjadi korban, dan akan terus dikorbankan, selama mereka mau dikorbankan.
Sumber tulisan: Reuters, Middleeastmonitor, Breitbart, Aljazeera
Syarifuddin Abdullah | Rabu, 07 September 2016 / 05 Dzul Hijjah 1437H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H