Secara tradisi dan terminologi, kata ta’jil (تَعْجِيْل) adalah kegiatan mensegerakan berbuka (membatalkan puasa) ketika masuk waktu magrib. Artinya, begitu azan magrib terdengar,disunnatkan segera berbuka puasa. Tidak menunda-nunda atau mengundur-undur buka puasa dengan alasan misalnya masih kuat menahan lapar dan haus. Karena itupula, tidak dianjurkan untuk shalat magrib dulu kemudian berbuka puasa.
Sejak beberapa tahun terakhir, di berbagai kota di Indonesia, menjelang waktu berbuka puasa dan jalanan macet, mulai terlihat sekelompok orang yang membagi-bagikan makanan ringan gratis di pinggir jalan kepada para pengendara mobil/motor yang mau, agar mereka dapat segera (تَعْجِيْل) ta’jil atau membatalkan puasanya begitu azan magrib terdengar. Dan itu fenomena positif.
Namun kata ta’jil itu sering digunakan tidak proporsional, bahkan kadang salah kaprah. Artikel ini coba menjelaskannya dari segi bahasa dan tradisi.
Catatan pertama: ada beberapa hurup Arab, yang tidak ada padanannya dalam hurup Bahasa Indonesia/Melayu/Inggris, sehingga penulisan kata Bahasa Arab tertentu, sering dilakukan tanpa acuan jelas.
Contoh: terdapat tiga hurup Arab yang kalau dalam posisi mati (jazm/majzum), bunyinya mirip yaitu hurup ain (ع), hurup alif (أ) dan hamzah (ء), dan umumnya ditulis dengan menggunakan tanda kutip tunggal atau koma atas (‘). Misalnya kata (تَأْجِيْل) ditulis ta’jil dan kata (تَعْجِيْل) juga ditulis ta’jil (kadang ditulis takjil, pakai hurup ‘k’).
Artinya dua kata Arab yang maknanya berlawanan itu ditulis sama dalam Bahasa Indonesia. Sebab kata (تَأْجِيْل) pakai alif/hamzah yang mati berarti mununda atau memperlambat. Sementara kata (تَعْجِيْل) yang pakai hurup ain yang juga mati berarti mensegerakan atau mempercepat.
Bila dikaitkan dengan buka puasa di bulanRamadhan, kata yang benar adalah ta’jil (تَعْجِيْل) yang pakai hurup ain (ع), bukan kata (تَأْجِيْل) yang pakai alif/hamzah. Meskipun, sekali lagi, dua kata Arab itu ditulis sama dalam bahasa Indonesia.
Dalam prakteknya, ta’jil (تَعْجِيْل) ini adalah makanan kecil – biasanya berupa kurma atau kue manis atau sekedar air putih – yang difungsikan agar dapat segera berbuka (membatalkan) puasa begitu azan Magrib terdengar.
Dengan demikian, ketika mendengar azan melalui televisi/radio/masjid, orang yang berpuasa tidak perlu menunggu azan Magrib selesai sampai akhir baru berbuka. Begitu terdengar Allahu Akbar pertama pada azan Magrib, buka puasa sudah boleh.
Maka jika Anda sedang berkendara di jalanan, lalu azan Magrib terdengar, tidak perlu merasa malu meminta dan/atau menerima pembagian makanan gratis di jalanan. Tidak perlu merasa nggak enak hati, dengan alasan Anda lebih kaya ataupun karena Anda menyetir mobil mewah, sementara orang yang membagikan makanan/minuman hanya naik motor.
Sebab ketika Anda menerima pembagian makanan gratis di jalanan untuk ta’jil (تَعْجِيْل) mensegerakan buka puasa, berarti pada saat itu Anda melakukan dua pahala sekaligus: pertama, pahala mensegerakan buka puasa; dan kedua membuka kesempatan berbuat baik dan pintu pahala bagi orang yang rela hati membagikan makanan ringan/minuman tersebut.
Ramadhan karim, ya Rabb.
SyarifuddinAbdullah | Jumat, 03 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H