Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Biarkan Ramadhan Menyambutmu

2 Juni 2016   23:24 Diperbarui: 3 Juni 2016   20:26 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu tidak salah kalau banyak Muslim yang tiba-tiba terkesan “histeris” menyambut Ramadhan. Di beberapa pasar dan mal, songkok dan sarung jadi laris karena banyak pembeli yang mungkin ingin pakai songkok dan sarung baru ketika tarwihan pertama menyambut Ramadhan.

Tapi mari memperlakukan Ramadhan sebagaimana mestinya. Ramadhan tidak meminta Muslim untuk bersongkok dan bersarung baru. Syarat dan rukun shalat itu sama di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lain. Tidak ada perintah bahwa berbuka puasa harus di rumah. Sebab buka puasa itu lebih identik dengan waktu, bukan tempat. 

Banyak hadist Nabi yang meriwayatkan bahwa selama bulan Sya’ban, Rasulullah saw sering melakukan puasa sunnat (di luar Senin-Kamis dan tanggal 13,14,15 Hijriyah), sebagai bentuk mempersiapkan diri menyambut bulan Ramadhan.

Tapi semua bentuk zhahir ibadah tidak berbeda antara di bulan Ramadhan dengan di bulan-bulan lainnya. Shalat wajib tetap lima waktu. Waktu puasa Ramadhan sama dengan puasa sunnat Senin-Kamis. Perbedaannya hanya pada janji Allah tentang pahala yang berlipat-lipat.

Dan cara paling ideal menyambut Ramadhan adalah tidak merasa terbebani dengan kewajiban Ramadhan. 

Tidak terbebani karena puasa di siang Ramadhan adalah perintah wajib. Dan saya berpuasa bukan karena Ramadhannya, tapi semata karena tunduk pada perintah. Dan di sinilah inti makna ketaatan.

Jadi kalau saya perokok, misalnya, ketika Ramadhan tiba, saya menahan atau tidak merokok di siang Ramadhan tanpa merasa terbebani atau merasa tersiksa. Padahal mungkin di luar Ramadhan, seorang perokok tidak akan tahan tidak merokok selama sekitar 14 jam, kecuali kalau dipaksa, misalnya naik pesawat dengan penerbangan jarak jauh.

Ramadhan adalah momentum untuk menguji level ketaatan seorang hamba Muslim. Kalau saya naik angkot, lalu supir angkotnya atau salah satu penumpang merokok atau mengunyah permen, tidak perlu merasa tersinggung. Sebab boleh jadi supir atau penumpang yang merokok itu non-Muslim,yang memang tidak memposisikan puasa Ramadhan sebagai kewajiban.

Bahkan seandainya pun penumpang angkot yang merokok itu Muslim, juga tidak perlu merasa terganggu. Sebab boleh jadi, Muslim itu seorang musafir, yang memang diberi keringanan (rukhshah) untuk tidak berpuasa.

Menghormati Ramadhan, bagi seorang Muslim, adalah melakukan ibadah puasa semata karena tunduk dan taat pada perintah wajib. Itu saja. Dan sungguh keliru bila ada orang berpuasa yang meminta dihormati oleh orang yang tidak berpuasa.

Banyak Muslim yang buru-buru mau pulang dari tempat kerja di sore hari, dengan alasan ingin berbuka puasa di rumah. Setahu saya, tidak ada riwayat yang menganjurkan orang berpuasa agar berupaya berbuka puasa di rumah setiap hari. Sebab sekali lagi, buka puasa itu terkait dengan waktu, bukan tempat. Artinya, di mana pun, kalau memang sudah tiba saatnya buka, ya minum dan makan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun