[caption caption="ilustrasi: file pribadi"][/caption]
Kalau seorang bendahara di sebuah organisasi resmi ataupun swasta mengaku jujur 100%, jangan mudah percaya! Bila ada pegawai pengumpul dana mengaku telah menyetor semua dana yang dikumpulkan, sebaiknya dicek ulang! Jika ada staf pencairan dana mengaku tidak dapat apa-apa, jangan gampang mempercayainya.
Sebab tak ada talang yang tidak basah. Dan semua sub-struktur dalam sebuah organisasi yang dilewati aliran dana – termasuk para pegawai/staf/pekerja di sub-struktur tersebut – diibaratkan seperti talang, yang pasti kecipratan alias basah, ketika dana mengalirinya.
Pada situasi tertentu, substruktur dan pegawainya (talang), kadang dipaksa atau terpaksa basah alias kecipratan aliran dananya. Ada mekanisme internal yang hanya beredar di kalangan staf talang itu. Minimal tip ketika terjadi pencairan dana.
Semakin deras aliran air (dana) di talang itu, semakin besar pula potensi talang itu menjadi basah dan kadang meluap.
Dan talang duit di setiap negara antara lain adalah departemen keuangan, dan sub-strukturnya (talang) yang paling basah adalah Dirjen Pajak.
Kasus Gayus Tambunan, pegawai pajak golongan III/c, yang berhasil mengumpulkan dana miliaran rupiah, di usia yang masih relatif sangat muda, adalah manifestasi paling akurat dari ungkapan di atas: “Tak ada talang yang tidak basah”.
Gambaran di atas tentu bisa di-breakdown ke organisasi yang lebih kecil. Bagian keuangan di sebuah departemen atau kantor cabang adalah talang duit bagi departemen dan kantor cabang itu, dan para stafnya adalah talang-talang yang bergerak.
Sudah menjadi rahasia umum, para staf di bagian keuangan di semua organisasi/departmen adalah kelompok staf yang lebih makmur dibanding kolega kerjanya di unit lain pada organisasi/departemen yang sama.
Oleh karena setiap talang pasti basah – sebab meskipun mau jujur tetapi sering terpaksa basah – maka setiap peraturan dan mekanisme yang dibuat untuk mengelola dan mencegah kebocoran aliran dana di talang itu, sesungguhnya bukan untuk membuatnya kering, tapi lebih sebagai upaya agar talang itu tidak meluap. Meminimalisir agar tak terulang kejadian seperti kasus Gayus Tambunan.
Dan talang itu tentu berjenjang, seperti anak tangga. Kalau ada anak tangga yang mengklaim tidak basah, sebaiknya dicek ulang, karena posisinya diasumsikan “bersalah dulu” sebelum “terbukti benar”. Ini bukan soal prasangka buruk, tapi ungkapan “Tak ada talang yang tidak basah” adalah hasil rumusan kearifan lokal, yang mengacu pada hasil observasi yang mungkin bertahun-tahun. Namun seperti dalam setiap kaidah yang berlaku umum, selalu ada pengecualian. Tapi ya namanya pengecualian, jumlahnya tentu tidak banyak.
Syarifuddin Abdullah | Rabu, 17 Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H