Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlu Super Tega untuk Menjadi Seorang Dirut PT Freeport

19 Januari 2016   22:04 Diperbarui: 20 Januari 2016   12:20 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://ptfi.co.id/id dan http://ptfi.co.id/id/media/photo-gallery/kegiatan-operasi"][/caption]

Dalam bayangan saya, seorang yang duduk di kursi Dirut PT Freeport Indonesia (selanjunya disingkat Freeport saja), mungkin harus punya mental super tega. Sebab untuk perusahaan kecil bernilai miliaran rupiah saja, dirutnya sering terpaksa berlaku tega.

Setidaknya ada sepuluh variabel, yang saya bayangkan akan memaksa seorang Dirut Freeport untuk berlaku super tega:

1.     Freeport adalah salah satu perusahaan tambang emas paling besar dalam skala global, yang produksinya tidak bisa dikontrol secara penuh oleh pemerintah Indonesia.

Maka kalau saya Dirut Freeport, saya harus selalu siap berargumentasi untuk menghindari pembangunan semua jenis mekanisme dan instrumen, yang dapat mengontol jumlah produksi emas. Setiap tahun harus mengelola secara cantik antara laporan resmi di atas kertas dan laporan produksi riil perusahaan.

2.     Perbandingan persantese saham antara Pemerintah Indonesia vs pemilik Freeport, yang tidak masuk akal (makanya saya benci menulis angkanya, bikin sakit hati).

Dengan argumen hukum, historis, dan reinvestasi, Dirut Freeport harus berusaha lewat berbagai cara untuk mempertahankan agar persentase saham Pemerintah Indoensia tidak diganggu gugat. Bila ada yang coba mengubahnya, sesekali saya harus mengancam akan menempuh arbitrase, atau menyogok sana-sini agar pejabat terkait dapat diajak “bekerja sama”.

3.     Freeport telah-sedang-akan melakukan akumulasi keuntungan yang mungkin bernilai miliaran dolar, setelah berpuluh-puluh tahun berproduksi.

Kalau saya Dirut Freeport, harus senantiasa tega menutupi akumulasi keuntungan tersebut, itu pun kalau saya tahu angka pastinya.

4.     Freeport sekali lagi adalah salah satu perusahaan tambang emas paling besar dalam skala global, yang produksinya tidak bisa dikontrol secara penuh oleh publik Indonesia.

Saya harus berjibaku agar publik Indonesia tidak boleh tahu misalnya berapa unit kapal dan berapa kapasitas kapal-kapal itu, yang mengangkut bahan-bahan galian “setengah jadi” ke keluar negeri, untuk diolah menjadi emas di suatu tempat.

5.     Freeport telah dan sedang mengelola asset yang bernilai miliaran dolar.

Kalau jadi Dirutnya, mungkin saya akan sering harus super tega berbohong kepada publik Indonesia tentang berapa nilai riil konsesi pertambangan itu, lalu bersilat lidah untuk memberikan kesan seolah-olah Freeport adalah perusahaan biasa-biasa saja.

Kalau saya Dirutnya, mungkin saya juga tidak mengetahui berapa sesungguhnya nilai aset Freeport. Sebab no body knows, kecuali jajaran inner circle-nya. Tapi karena saya Dirutnya, publik akan mengasumsikan saya mengetahui total aset, padahal sesungguhnya tidak.

6.     Freeport mengelola ribuan karyawan dengan kualifikasi yang berjenjang-jenjang, dan setiap jenjang harus dikelola tersendiri.

Kalau saya dirut Freeport, berarti setiap saat saya harus memanipulasi data tentang perbandingan tenaga kerja asing dan tenaga kerja pribumi pada setiap level keahliannya.

7.     Freeport adalah perusahaan multi nasional, yang beroperasi dan berproduksi di negara yang relatif masih miskin, dan karena itu Freeport sering menjadi sorotan publik.

Dari waktu ke waktu saya harus tega berbohong dalam rangka mengcounter tudingan bahwa Freeport adalah perusahaan yang telah membuat kaya para pemegang saham utamanya, namun pada saat sama kurang dirasakan manfaatnya oleh pemilik bumi pertambangan itu.

8.     Freeport merupakan simbol nyata the greed of capitalism.

Kalau saya dirutnya, saya harus selalu siap berbohong untuk memberikan kesan kepada publik Indonesia bahwa Freeport telah melakukan banyak hal, melalui CSR, yang dikesankan bahwa nilainya sebanding dengan keuntungan Freeport selama berpuluh-puluh tahun.

9.     Freeport, melalui fakta-fakta lingkungan, telah melakukan pengrusakan lingkungan yang sulit bahkan mustahil dipulihkan.

Kalau saya Dirutnya, saya harus berbohong bahwa Freeport telah melakukan banyak hal dalam memperbaiki lingkungan, dan berbohong seolah-olah dana perbaikan lingkungan itu “telah sebanding” dengan keuntungan perusahaan. Terus, saya tidak akan membiarkan aktivis lingkungan untuk melakukan penelitian lingkungan yang total di wilayah konsesi Freeport.

10.  Dalam hal tertentu, wilayah yang dikuasai Freeport telah menjelma “semacam negara dalam negara”, suka tidak suka.

Maka tidak gampang setiap orang Indonesia, pejabat negara sekalipun, untuk berkunjung ke wilayah yang dikuasai Freeport. Jangan heran, bila sampai saat ini, sengaja tidak dibuatkan akses darat yang normal dan nyaman menuju wilayah konsesi Freeport.

-------

Sebenarnya masih banyak variabel yang bisa dibeberkan di sini. Tapi sepuluh variabel itu saja, haqqul-yaqin, akan membuat seorang Dirut Freeport, bukan hanya terpaksa tega, tetapi wajib super tega agar dapat mengelola dan memoles sepuluh variabe itu secara cantik”.

Maka sulit dibayangkan ada seorang warga Indonesia, nasionalis yang genuine, yang bisa duduk tenang menjabat Dirut Freeport. Tapi seperti dalam setiap persoalan, selalu ada pengecualian. Dan sebentar lagi kita akan disodori nama baru Dirut Freeport.

Syarifuddin Abdullah | Selasa, 19 Januari 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun