Apabila kita bawakan ke HMI, pertanyaan pertama yang perlu kita jawab adalah sudahkah kita menerapkan prinsip-prinsip kemanusiaan di HMI? Baik dalam proses perkaderan, pentrainingan, politik & aktivitas-aktivitas lainnya.. Saya yakin kita semua punya jawaban yang berbeda-beda sesuai dengan pengalaman otentik kita selama ber-HMI. Jika kita telaah sebenarnya prinsip-prinsip humanitas sudah ada termaktub di tubuh HMI seperti nama organisasi ini sendiri yang dijadikan sebagai tempat berhimpunnya mahasiswa Islam. Kata Himpunan itu sendiri sudah mengisyaratkan akumulasi individu didalamnya. Tak mungkin seseorang mau berhimpun dengan berbagai individu hanya untuk mengeliminasi ataupun berkonflik didalamnya kecuali seseorang tersebut memang mengidap penyakit atau patologi mental.
Sebagai orang yang aktif dalam proses perkaderan & pentrainingan saya menyaksikan sendiri apa motif dari sekian banyak orang yang ingin bergabung di HMI. Salah satu jawaban yang cukup universal adalah mereka memiliki motif untuk mencari teman & memperbanyak relasi di HMI. Tak mungkin yang mereka cari adalah teman untuk bertengkar atau relasi yang akan mereka ajak berkonflik, tentu saja poinnya adalah suatu keadaan harmoni yang mengundang manfaat bagi mereka dan memiliki asosiasi yang bersifat positif. Mungkin konflik bukanlah sesuatu yang bisa dihindari dalam berorganisasi akan tetapi hal itu dapat menjadi sebuah masalah tatkala diselesaikan dengan cara yang destruktif & dehumanistik.
Selanjutnya jika kita lihat pada bobot materi wajib di HMI, pada materi Sejarah Peradaban Islam (SPI) kita diajarkan bagaimana Nabi Muhammad Saw mengajarkan tentang persaudaraan seperti mendamaikan antara kaum anshar & muhajirin, membuat piagam madinah untuk melanggengkan persaudaraan. Bahkan tidak hanya untuk sesama muslim tetapi untuk muslim & non muslim juga. Pada materi Sejarah Perjuangan HMI, kita juga dikenalkan bagaimana Lafran Pane melihat kondisi mahasiswa Islam yang teralifiasi ke berbagai Ideologi & menganggap Islam terbelakang (primitif), lantas Lafran Pane mulai mengorganisir orang untuk mendirikan HMI agar orang-orang memiliki kesadaran yang sama akan pentingnya Islam sebagai jalan hidup & bangga menyandang identitas Islam di dirinya. Sehingga misi-misi kenabian menjadi hal primer yang mesti terus dimasifkan dalam bentuk amal shaleh. Hal itu juga termaktub dalam misi HMI sejak pertamakali didirikan yaitu menegakkan & menyiarkan ajaran Islam (Intelektual Profetik). Pertanyaan nya adalah mengapa Lafran Pane memilih mendirikan organisasi sebagai kendaraan memobilisasi tujuan tersebut? Kenapa tidak melakukannya secara individu saja?.
Tentu saja hal ini juga sesuai dengan apa yang dilakukan Baginda Nabi Muhammad Saw yang melakukan dakwah secara individu & berkelompok untuk mendakwahkan Islam, meskipun Nabi Saw tidak mendirikan organisasi tetapi Beliau juga pernah melakukannya secara berkelompok atau berjamaah. Pada substansinya, HMI menjadi kendaraan untuk melanjutkan misi kenabian secara bersama merupakan suatu langkah strategis untuk membangun solidaritas sesama umat Islam serta membangun kesadaran bersama akan pentingnya berjamaah untuk memasifkan gerakan Islam di Indonesia. hal itu tak mungkin dicapai dengan konflik, disintegrasi, disharmoni, dehumanisasi dll dalam mencapai tujuan bersama.
Pada materi Mission HMI, Konstitusi HMI & KMO juga memuat akan pentingnya berjamaah dalam mencapai tujuan, pentingnya sebuah aturan sebagai pijakan agar kita punya persepsi yang sama & sistematis dalam mengaktualisasikan nya serta pentingnya berjamaah dalam menjalankan roda organisasi. Materi tambahan seperti Wawasan Nusantara juga menunjukkan pada kita bahwa munculnya sebuah kesadaran nasional akan pentingnya kesatuan & persatuan kemudian melahirkan sumpah pemuda disebut-sebut menjadi tonggak awal bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Masa sebelumnya perjuangan nya masih bersifat kedaerahan, hal ini juga menunjukkan kepada kita akan pentingnya bersama-sama ataupun berjamaah dalam mencapai sebuah tujuan. Apalagi doktrin perjuangan HMI pada materi NDP HMI, dari bab-babnya saja banyak berbicara mengenai nilai-nilai kemanusiaan.
Lantas bagaimana mungkin anomali sosial dapat terjadi jika sedari awal proses yang ditanamkan kepada kita adalah proses berjamaah yang humanistik. Hanya karena perbedaan kita rela memunculkan perpecahan, hanya karena berbeda kepentingan kita memakan saudara sendiri, & hanya karena konflik kita mau mengeliminasi saudara sendiri. Entah karena psikopat atau gila kita juga tidak tau pasti, yang jelas peristiwa-peristiwa destruktif & dehumanistik itu perlu terus kita benahi agar tidak menjalar menjadi sebuah pandemi.
Dikarenakan HMI adalah organisasi perkaderan maka penulis melihat prinsip berteman lebih dari bersaudara dapat dilaksanakan dengan mengaktualkan prinsip-prinsip perkaderan yang terdapat didalam pedoman perkaderan yaitu prinsip Integratif, keseimbangan, persamaan, kasih sayang, keteladanan, & ketaatan. Selanjutnya, sebagaimana yang penulis jelaskan di atas kita mesti menggeser paradigma koheren menjadi inheren. Maksudnya adalah kita mesti memahami bahwa manusia lain adalah saya dan tidak satu manusia pun yang terpisah dari saya. Sehingga ketika saya melukai manusia lain itu sama saja dengan melukai diri saya sendiri. Kedepannya kita harus bersinergi, bahu membahu, & menerapkan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap gerak langkah. Kita harus membangun cinta kolektif ; cintai HMI beserta orang-orang yang berhimpun didalamnya agar kita tidak berlarut-larut dengan konflik internal sebab masa depan peradaban telah menunggu racikan tangan dari kader-kader HMI. Jika tidak jua, maka HMI akan segera wafat secara esensial. Sekali lagi, mari menjadi manusia seutuhnya beserta mengaktualkan nilai-nilainya dalam kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H