Mohon tunggu...
Febri Trifanda
Febri Trifanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lux in tenebris

Sitou timou tumou tou

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi: "Perasaan yang Berkumandang"

29 Januari 2022   12:40 Diperbarui: 29 Januari 2022   12:42 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam jabar yang tak terbilang, kita pun kian larut ke alam pinang.
Membuka gerbang bagi rasa yang terhidang.
Sambil mengundang kepercayaan untuk menjelang.
Hingga intensi hati kian bergemuruh di dalam bayang.

Sorak sorai penuturan, sulih suara yang berkumandang.
Kian mendoakan hadir mu di dalam gentayang.
Membujuk sanubari tuk menutup celah bagi lajang yang melambang.
Entah itu akan diterima dengan hati yang lapang atau malah berbuah lancang..

Namun aku ingin engkau mendengarkan nya dengan lantang.
Selayaknya pepohonan yang selalu kau jaga dengan rindang.
Yang bisa kapan saja ku kunjungi tanpa ada ujaran yang melarang.
Seraya engkau terima dengan hati yang lapang.

Aku ingin kita berada dalam satu keranjang.
Menjadi wadah bagi rasa yang telah terpampang.
Mencegah jurang pemisah untuk bertandang.
Seraya mendekap dalam satu ladang nan terancang.

Aku juga ingin kita mengubur masa lalu ke dalam liang.
Supaya tak ada latar belakang yang berkunjung di kala senggang.
Yang akan menghujani kita dengan kalut yang tergenang.
Kemudian menikam rasa sesaat ia sedang tumbuh dengan rembang.

Duhai harapan yang terus menaiki jenjang.
Bisa kah sebongkah rasa ini mewujudkan mimpi nya tanpa penghalang.
Agar tak ada renggang sesaat rasa kian merentang.
Bukan kah kita semua telah di takdir kan untuk sepasang.

Jika rasa ini hanya sepihak untuk ku sandang.
Maka buang lah segala untaian nya ke dalam lubang.
Biar tak ada kabung yang menghantar kan ku ke dalam kubang.
Tak mungkin jua aku membangun sarang pada rumah yang senjang.

Pada mu yang kerap lalu lalang tanpa peduli malam dan siang.
Hadirkan lah ruang bagi rasa untuk ku timang tanpa tertuang.
Restuilah ingin nya untuk menggema kan rasa yang tak akan pernah lekang.
Dan izin kan lah ia bersulang dengan hatimu agar terentang.

Atas nama selendang rasa yang terpancang .
Panggil lah aku jika rasa mu adalah genap yang sepasang.
Jika tidak, bantu aku untuk hengkang.
Selayaknya dedaunan yang jatuh dari batang".

Febri Trifanda 

Timpeh, Dharmasraya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun