Mohon tunggu...
Sabar Nur
Sabar Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Tetap berusaha baik, sekalipun seringkali terkendala. Hidup adalah untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Solusi "Gila" Kendali Banjir Jakarta, Patutkah Dilakukan?

23 Februari 2017   02:57 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:31 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banjir merupakan permasalahan yang kompleks, dimana faktor penyebabnya sangat beraneka ragam. Oleh karena itu, keragaman yang begitu besar tidak mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Dalam hal ini, teori sistem menyatakan bahwa kesisteman adalah suatu meta konsep atau meta disiplin, dimana formalitas dan proses keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan hingga berhasil (Gigh, 1993; Carnavayal,1992) di dalam Eriyatno (1999).

Banjir, adalah merupakan bencana yang paling banyak merusak dibandingkan Bencana lain yang sering terjadi, tak terkecuali di Jakarta. Sebagai Ibu Kota Negara justru malah menjadi langganan Banjir setiap Tahunnya.

Banjir yang terjadi di Jabotabek merupakan masalah yang harus terus ditangani agar akibat yang ditimbulkannnya tidak banyak merusak dan merugikan Warganya. Selain itu,  Jakarta merupakan Ibukota negara, merupakan barometer untuk Kota-kota lain di Indonesia.

Banyak sekali Faktor yang menyebabkan Jakarta kerap kali mengalami bencana ini. Satu di antaranya adalah karena Jakarta dialiri oleh banyak Sungai besar yang melintasinya, Penyempitan Sungai, dan juga kelokan-kelokan Sungai yang banyak, yang menyebabkan Air semakin lama sampai ke Muara. Untuk Faktor-faktor yang lain, saat ini Saya tidak akan membahasnya.

Dari beberapa Teori Pengendalian Banjir yang ada,  5 diantaranya telah dilakukan oleh Pemprov DKI untuk menanggulangi Banjir yang terjadi. Antara lain adalah:

  • Normalisasi 13 Sungai yang mengalir di Jakarta,
  • Revitalisasi Waduk dan Situ
  • Penataan Sempadan Sungai.
  • Optimalisasi Biopori.
  • Sistem Polder.

Namun demikian, nampaknya belum juga berhasil dengan baik. Memang Sistem Penanggulangan Banjir tersebut telah mampu mengurangi titik-titik Banjir dengan cukup Signifikan.

Saat ini, Pemprov DKI telah baik sekali dalam melakukan penanggulangan Banjir. Namun ketika Saya melihat Rencananya di laman Pemprov DKI, terdapat sedikit kekurangan yang akan mengurangi efektifitas fungsi Sodetan Sungai yang ada. Kekurangannya adalah, Sodetan dibuat tegak lurus dengan aliran Sungai yang ada. Menurut pendapat Saya, dengan tegak lurusnya Sodetan, maka Debit Air tidak akan bisa lancar seperti jika Sodetan dibuat menyerong.

Solusi "Gila" : Meluruskan Sungai.

Pemikiran Saya, Gagasan "gila" ini barangkali bisa membantu  Jakarta. Sistem Pengendalian Banjir ini dilakukan dengan cara sebisa mungkin meluruskan Sungai, tentunya harus dengan dampak negatif yang sekecil mungkin. Dalam sistem ini, Sodetan dibuat bukan untuk menyambung 2 aliran Sungai, tapi untuk membuat Sungai menjadi lebih lurus, sehingga aliran Airnya menjadi lebih cepat. Inti dari Sistem ini adalah secepat mungkin mengalirkan Air Sungai ke  Laut Utara Jakarta. Sistem ini hanya cocok dipergunakan pada aliran Air Sungai. Sedangkan untuk Air yang berasal dari Hujan yang turun di daerah yang lebih rendah dari Permukaan Laut, Sistem Polder adalah cara yang tepat untuk dilakukan. Sedangkan untuk bagian Hulu, atau wilayah yang cukup tinggi, Peresapan dengan menggunakan Sistem Vertical Drain dan Biopori tentu lebih efektif.

Tinjauan Hukum.

Saya belum mempelajari aspek Hukum atas Sistem ini. Tapi menurut pemikiran Saya, tentu Pemprov DKI bersama DPR dapat membuat Perangkat Hukum yang cocok untuk Sistem, agar Sistem ini bisa dilaksanakan.

Efek samping dari Teori Penanggulangan ini.

Setiap tindakan tentu akan menimbulkan Efek samping yang bermacam-macam. Sistem dalam Teori ini mempunyai Efek Samping Positif dan Negatif. Efek Negatifnya adalah, harus menggeser Warga yang terdampak. Sedangkan Efek Positifnya adalah Pemprov DKI akan mendapatkan Tanah dari bekas aliran Sungai yang kemudian bisa diurug dan dimanfaatkan untuk mengganti Tanah yang terdampak dan Kepentingan lainnya, seperti Taman Kota, RTH, ataupun untuk Hunian.

Solusi untuk Efek samping Negatif Sistem ini.

Selama Program dijalankan, Warga terdampak dapat direlokasi sementara ke Rumah Susun atau Apartemen. Setelah Program selesai, diberikan Tanah Pengganti yang terletak tidak jauh dari Lokasi Program, kemudian dibangunkan Rumah kembali sesuai Luasan yang terdampak, atau diberikan Tanah Pengganti sesuai Luasan yang terdampak dan diberi Ganti Rugi atas Rumah yang dibongkar, kemudian membangunnya sendiri.

Ilustrasi Pelurusan Sungai. Garis merah adalah Lahan yang dijadikan Sungai. Garis biru adalah bekas aliran Sungai yang bisa diurug untuk dijadikan Lahan. (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi Pelurusan Sungai. Garis merah adalah Lahan yang dijadikan Sungai. Garis biru adalah bekas aliran Sungai yang bisa diurug untuk dijadikan Lahan. (dokumentasi pribadi)
Titik-titik yang dapat dilakukan Pelurusan Sungai.

Dari penulusuran Saya melalui Peta Internet, Titik-titik Jalur Sungai yang bisa dilurukan antara lain sebagai contoh adalah di Jl. Bukit Duri, daerah Kampung Melayu, Jl. Dempo, Jl. Tj. Sanyang, Jl. Mohamad Salim di daerah Pancoran. Itu baru beberapa contoh saja. Masih banyak Titik lain yang bisa diterapi Sistem ini.

Potensi Perolehan Lahan jika Sistem ini dilakukan.

Perhitungan Luasan Tanah yang akan didapatkan dari Pelurusan Sungai pada Titik-titik yang Saya sebutkan di atas, secara kasar adalah sebagai berikut;               

Lokasi
Kondisi

Luasan [m2]

Jl. Bukit Duri
Luas Lahan ditutup

8.264,20


Luas Bekas Aliran Sungai

29.594,10


Selisih Luasan

21.329,90

Kampung Melayu
Luas Lahan ditutup

7.264,50


Luas Bekas Aliran Sungai

16.431,40


Selisih Luasan

9.166,90

Jl. Dempo
Luas Lahan ditutup

8.852,60


Luas Bekas Aliran Sungai

15.240,70


Selisih Luasan

6.388,10

Jl. Tj. Sanyang
Luas Lahan ditutup

15.423,60


Luas Bekas Aliran Sungai

48.334,40


Selisih Luasan

32.910,80

Jl. Moh. Salim - Pancoran
Luas Lahan ditutup

7.536,20


Luas Bekas Aliran Sungai

21.221,40


Selisih Luasan

13.685,20

Grand Total
Luas Lahan ditutup

47.341,10


Luas Bekas Aliran Sungai

130.822,00


Selisih Luasan

83.480,90

Potensi Pemendekan Aliran Sungai

Perhitungan Kasar yang didapatkan dari Pelurusan Sungai pada 2 Sungai sebagai contoh, adalah sebagai berikut;

  • Kali Ciliwung.
  • Dari Perbatasan Selatan sampai ke Jl. Tambak panjang asal adalah 13.48 Km, setelah pelurusan akan menjadi 8.40 Km, atau lebih pendek 4.68 Km.
  • Dari Percabangan di Manggarai, berbelok ke Timur, kemudian ke Utara sampai ke timur Monas, dari panjang awal 8.00 Km, setelah pelurusan akan menjadi 6.90 Km, atau lebih pendek 1.10 Km.
  • Kali Angke.
  • Dari Perbatasan dengan Provinsi Banten di bagian Selatan sampai ke Jl. Krembangan Baru,
  • dari panjang awal 7.42 Km, setelah pelurusan akan menjadi 4.88 Km, atau lebih pendek 2.54 Km.

Memang Angka selisih panjang Sungai tidak terlalu Signifikan. Akan tetapi dengan Sungai yang lebih lurus, maka aliran Air yang dibuang ke Muara akan semakin deras, dan Debitnya akan semakin besar, sehingga diharapkan akan semakin dapat mengurangi Banjir di Jakarta.

Barangkali bermanfaat.

Wallahu a'laam bissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun