Mohon tunggu...
Sabarnuddin
Sabarnuddin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Pengamat Kebijakan Publik dan Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dilema Pilkada Langsung dan tak Langsung

25 Desember 2024   21:47 Diperbarui: 25 Desember 2024   21:47 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendanaan yang besar dalam pengelolaan partai politik juga harus diaudit sebab partai politik juga mendapatkan dana dari APBN, seperti yang diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2011 dan PP No 1 Tahun 2018 tentang perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Pemerintah menggelontorkan dana sebesar 126 miliar tahun 2023. Maka penggunaan dana yang besar harus diaudit karena uang rakyat harus digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan rakyat.

Titik temunya harus pada evaluasi partai politik karena merupakan bagian yang menjadi pemegang kontrol dalam kebijakan eksekutif dan legislatif. Sekeras apapun hari ini pembelaan bahwa partai politik tidak mengatur anggota DPR/DPRD atau bahkan kepala daerah hingga Presiden. Faktanya mereka semua diusung oleh partai politik dan dalam masa pemerintahan juga didukung oleh partai politik. Namun jika tidak dari akar yakni mengupas pendanaan partai politik kemungkinan akan sulit menentukan variabel dalam rumusan evaluasi pilkada.

Jaminan Kesejahteraan Pasca Pilkada Tidak Langsung

Jika disandingkan dengan negara maju maka sistem yang berlaku di Indonesia terlihat berbeda dalam praktek pemerintahan. Indonesia sepakat menggunakan sistem presidensial yakni Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. kekuasaan penuh ada ditangan presiden, namun jika dilihat negara lain terdapat yang memakai sistem parlementer dan semi atau diantara keduanya. Yaitu memiliki Perdana Menteri dan Presiden yang punya kewenangan berimbang. Lalu kita akan melihat apakah sistem yang berjalan saat ini menghasilkan pemimpin yang berkualitas? Secara konsep kita memilih untuk sistem yang adil dan transparan melibatkan rakyat ikut andil dalam menentukan pemimpin, namun praktek dengan cara-cara menghalal segala cara untuk memenangkan pilkada bahkan hingga melibatkan aparat penegak hukum.

Pesta demokrasi yang menjadi harapan rakyat bukan sebagai peluang untuk menyatukan visi pada kepentingan tertentu. Terkadang jalan pikiran partai politik dengan kehendak rakyat sangat berbanding terbalik. Jika dengan pilkada tidak langsung dijanjikan efisiensi anggaran akan mampu mendobrak ekonomi rakyat maka seluruh rakyat akan setuju, namun rakyat hari ini skeptis melihat cara pemerintah memulai pemerintahan dengan berbagai pro kontra. Jika diteruskan wacana pilkada tidak langsung maka bisa dipastikan akan lebih banyak rencana terselubung yang menjadi program elit politik dan oligarki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun