Mohon tunggu...
Sabarnuddin
Sabarnuddin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Pengamat Kebijakan Publik dan Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ironi Pendidikan dan Kurikulum Merdeka

11 Juli 2024   12:09 Diperbarui: 11 Juli 2024   12:16 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jika ditelisik sitem pendidikan yang mengakomodir keseluruhan aturan dalam pendidikan yakni sejak awal dimulai dengan (1)Rentcana Pelajaran 1947,(2) Rencana Pelajaran Terurai 1952, (3) Rentcana Pendidikan 1964, (4) Kurikulum 1968, (5) Kurikulum 1975, (6) Kurikulum 1984, (7) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, (8) Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) 2004, (9) Kurikulu Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, (10) Kurikulum 2013(K-13), (11) Kurikulum Merdeka. 

Perubahan yang esensinya tidak terlalu penting membuat guru dan pendidikan terombang-ambing. Sistem yang seolah paling bagus dan mengakomodir seluruh satuan dan tujuan pendidikan pada kenyataannya akan mengalami perubahan dikemudian hari sesuai dengan permintaan pemimpinnya. 

Hemat saya dalam perubahan itu tentu tidak keseluruhan yang berubah hanya bagian yang mengalami penyesuaian seperti sekolah vokasi dan perguruan tinggi yang semakin mengikuti perkembangan penemuan-penemuan. 

Hal yang pada intinya tidak sangat penting untuk berubah namun dipaksakan untuk merubah penamaan hingga keseluruhan sistem serta buku penunjang juga ikut berubah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dibalik program tu semua sudah ada anggaran yang digelontorkan dan ini masih menjadi penyakit yang harus diberantas secara masif.

Peran kementerian dan lembaga negara yang lain berikut dengan dinasnya tidaklah begitu esensial, pasalnya program yang tujuannya langsung mengena pada lapisan masyarakat bawah justru dibagian teratas atau pejabat malah dipergunakan untuk yang tidak penting. Hal ini disampikan oleh Presiden Joko Widodo yang menyebutkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Ia mencontohkan anggran stunting sekitar 80% hanya untuk perjalanan dinas, honor dan rapat. Hal serupa juga terjadi pada anggaran daerah untuk penembangan UMKM , yang mencapai Rp2,5 miliar dari jumlah tersebut Rp 1,9 miliar dihabiskan untuk perjalanan dinas, honor dan rapat. Gambaran yang barangkali terjadi pada seluruh instansi tidak menutup kemungkinan anggaran pendidikan mengalami hal yang sama.

Peran DPR yang seolah tidak berguna

DPR sebagai pengawas kebijakan pemerintah dari perencanaan hingga implementasi anggaran di daerah seolah menutup mata dengan problematika pendidikan hari ini. Akar masalah yang tidak diselesaikan akan terus tumbuh dan tidak menemukan celah solusi yang terbaik. Perubahan kurikulum jika mengatasi ketimpangan pendidikan dari timur hingga ke barat Indonesia akan menguntungkan namun yang terjadi justru sebaliknya perubahan hanya meninggalkan kebingungan para siswa dan guru, kajian di pusat yang tidak sesuai dengan realita di pelosok yang jauh dari ibukota. Jika DPR melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai pengawas pemerintah dan instansi yang melayani rakyat harusnya permasalahan ini sudah menemukan titik terang, betapa banyak keluhan para guru dan siswa yang tidak diacuhkan. Logikanya memang sulit membuat sistem yang mengakomodir keseluruhan daerah dan satuan pendidikan namun paling tidak terdapat celah yang bisa membuat guru berimprovisasi dan keringanan dalam mengerjakan berbagai tugas tambahan sebagai guru pegawai negeri sipil dengan segala konsekuensi laporan profesi.

Kemajuan hanya untuk Keberlanjutan Pembangunan

Cita-cita Presiden Joko Widodo ialah terakomodirnya segala kebutuhan rakyat dari sabang sampai merauke dengan segala konsekuensi yang ia tanggung. Mememuhi semua kebutuhan rakyat perlu uang dan dengan utang negara yang semakin bertambah tidak masalah baginya dengan catatan semua proyek berjalan dan rakyat senang pada kemajuan pembangunan tersebut. Ruh utama bagi keberlanjtan ialah pendidikan yang menjadi satu kealpaan bagi Presiden Joko Widodo, ia menginginkan pendidikan maju namun akses yang dibutukan belum terpenuhi dan tidak serius dibebahi oleh pemerintah. Ironi yang sangat jelas dan tergambar bagaimana pola pejabat yang kenyang dengan anggaran proyek dan bonus nya sebab dari sanalah bisa anggaran dipermainkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun