Mohon tunggu...
Sabarnuddin
Sabarnuddin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Pengamat Kebijakan Publik dan Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ironi Pendidikan dan Kurikulum Merdeka

11 Juli 2024   12:09 Diperbarui: 11 Juli 2024   12:16 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan salah satu kekayaan yang tidak ternilai harganya, oleh karenanya ia harus dikelola dengan baik hingga mampu menembus cita-cita yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945. Kekayaan ini seakan tak berharga bila dimata para politisi dan konglomerat yang memandang keseluruhan sumber daya hanya demi uang dan keuntungan. 

Bagaimana bangsa ini maju bila pandangan para pemegang kebijakan hanya melihat sisi yang berdampak untuk saat ini dan terlihat menjanjikan. Dalam kebijakan yang seolah membangun bangsa dimulai dari bangunan fisik dan pengelolaan secara efisien namun tidak menyiapkan generasi yang akan melanjutkan pembangunan, apa yang akan terjadi? 

Korelasi kemajuan dan kekayaan intelektual menjadi yang utama dan sangat disayangkan perhatian pemerintah tidak memihak pada kemajuan pendidikan secara masif. Penggelontoran dana APBN sebesar 20% untuk pendidikan nyatanya tidak berdampak secara siginifikan bagi perkembangan intelektual khususnya sekolah dan perguruan tinggi yang mewadahi generasi emas untuk keberlanjutan Indonesia.

Jika berdasarkan data International IQ test rata-rata IQ per 1 Januari 2024  data yang dihimpun dari 1,69 juta orang, Indonesia mendapat poin  sebesar 92, 64% menjadi yang terendah di Asia Tenggara di peringkat global, Indonesia berada pada urutan 95 dari 115 negara. Negara Asia Tenggara sesuai urutan International IQ rata rata; Singapura (5), Vietnam (20), Malaysia (38), Thailand (53), Mayanmar ( 61) Filipina ( 70), Kamboja ( 75), Laos (93), Indonesia (95). 

Data ini sangat menyayat hati sebagai rakyat Indonesia, dengan alam yang melimpah sumber protein, vitamin, sumber gizi lengkap namun apa yang membuat Indonesia justru menempati urutan bawah dari seluruh negara di dunia. Jika ditelusuri Universitas terbaik di Asia 2025 yang dirilis oleh QS World University pada 4 Juni 2024 dengan total 1.500 universitas di dunia, universitas di Indonesia menduduki posisi urutan ke 49 dan 58 yang diraih oleh Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada dan peringkat 239 di dunia. 

Data ini menggambarkan betapa jauhnya kemajuan Indonesia dalam pendidikan. Kasus terbaru Universitas Lambung Mangkurat yang terdeteksi terdapat rekayasa guru besar dengan berbagai cara yang dilakukan oleh belasan guru besar tersebut, diberitakan melalui majalan Tempo berbagai guru besar memakai jurnal predator dan bekerja sama dengan asesor jurnal dan guru besar untuk meloloskannya. 

Realita yang sangat memalukan intelektual, ranah pendidikan bukan rempat untuk dimanipulasi apalagi terdapat kepentingan politis. Hal ini bukan hal baru namun harus disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia akan bagaimana negeri ini jika saat ini hal ini yang terjadi. Janji manis para calon pemimpin dan politisi yang seolah faham akar masalah pendidikan seolah sirna tersapu air sejak hari pertama ia dilantik dan ia akan datang kembali meminta suara rakyat 5 tahun mendatang.

Kebanggaan negeri ini hanya pada perjuangan para pendahulu bangsa yang memiliki intelektual dan kepiawaian berpolitik yang handal. Dalam profesional pendidikan dan kelihaian menjadi aktor perpolitikan nasional.  Revolusi mental yang digagas oleh soekarno setidaknya menjadi gambaran betapa hari ini mental pejabat negara sangat membutuhkan wejangan Bapak Proklamator itu. 

Efisiensi yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam balutan Kurikulum Merdeka yang justru mengarah komersialisasi dan industrialisasi pendidikan. Degradasi moral yang dibawa oleh arus media didukung dengan pembiaran oleh kurikulum yang hanya berpaku pada isi kepala siswa tanpa mempertimbangkan dan menindaklanjuti tumbuh kembang moral siswa sekolah.

Pertarungan yang sengit antara mengikuti kurikulum yang semakin rancu mengarahkan siswa menjadi terampil untuk menjadi pekerja komersil bahkan ditingkat universitas berbagai program Merdeka Belajar kampus Merdeka (MBKM) dengan didanai kementerian menghantarkan mahasiswa menjadi kompeten sebagai budak korporat tidak lagi memegang penuh jiwa intelektual.

Sistem Pendidikan yang Dinamis Tanpa Kepastian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun