Mohon tunggu...
Sabana Nurrohmah
Sabana Nurrohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bankres

Hobi: Menulis dan bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Uregensi dan Tantangan Ketahanan Nasional dan Bela Negara bagi Indonesia dalam Membangun Komitmen Kolektif Kebangsaan

29 November 2023   12:00 Diperbarui: 29 November 2023   12:04 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prinsip utama dari teori ketahanan nasional adalah bahwa suatu bangsa atau negara hanya dapat bertahan hidup jika memiliki ketahanan nasional. Ketahanan Nasional adalah istilah yang memiliki banyak arti. Suradinata (2005: 47) menggambarkan ketahanan nasional sebagai keadaan bangsa yang selalu berubah yang menggabungkan kekuatan dan keuletan serta kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional untuk menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang datang dari luar maupun dalam negeri. Tantangan-tantangan ini dapat membahayakan integritas, identitas, dan kelangsungan hidup negara serta perjuangan untuk mencapai tujuannya.

Pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang dan selaras dalam semua aspek kehidupan nasional adalah dasar dari gagasan Ketahanan Nasional Indonesia.Menurut GPH S. Suryomataraman (1980), ahli ketahanan nasional, "Ketahanan Nasional," atau "Tannas," definisinya berbeda-beda tergantung pada perspektif penyusunnya. Menurutnya, ketahanan nasional memiliki lebih dari satu wajah; dengan kata lain, itu memiliki dua wajah: ketahanan nasional sebagai konsepsi atau doktrin, ketahanan nasional sebagai kondisi, dan ketahanan nasional sebagai strategi (Himpunan Lemhanas, 1980).

Ketahanan nasional pada titik tertentu juga berkontribusi pada kelangsungan hidup negara. Pada tahun 1997-1998, ketahanan ekonomi Indonesia menjadi lemah karena krisis moneter yang berlanjut dan krisis politik. Ketahanan nasional terdiri dari berbagai dimensi atau komponen, seperti yang disebutkan sebelumnya.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ada tiga perspektif yang berbeda tentang ketahanan. Ketiganya menghasilkan ketahanan nasional dalam tiga bentuk: konsepsi, kondisi, dan doktrin.Ketiganya berhubungan karena dikaitkan dengan gagasan bahwa delapan gatra membentuk kehidupan nasional, atau "Ketahanan Nasional berlandaskan ajaran Asta Gatra." Ide ini kemudian digunakan sebagai cara untuk memperkuat ketahanan nasional Indonesia. Untuk menilai ketahanan nasional Indonesia sebagai kondisi, kedelapan gatra ini juga digunakan sebagai standar. Kemampuan bangsa dan negara untuk menghadapi segala jenis ancaman, yang dewasa ini semakin luas dan kompleks, adalah inti dari ketahanan nasional. Pemikiran tentang delapan unsur kekuatan nasional yang disebut Asta Gatra, yang dikembangkan oleh Lemhanas, menunjukkan bahwa delapan unsur ini memengaruhi kekuatan nasional Indonesia. Model ketahanan nasional Indonesia terdiri dari delapan unsur ini, terdiri dari Panca Gatra (lima gatra) dan Tri Gatra (tiga gatra) alamiah. Model Asta Gatra menggabungkan lima aspek kehidupan sosial (panca gatra), yaitu 1) gatra ideologi, 2) gatra politik, 3) gatra ekonomi, 4) gatra sosial budaya (sosbud), dan 5) gatra pertahanan dan keamanan (hankam). Model ini menggambarkan hubungan antara semua aspek kehidupan manusia dan budaya yang terjadi di Bumi ini. Studi yang dilakukan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) menghasilkan model ini. Terdapat tiga gatra alamiah dan lima gatra sosial untuk menjelaskan masing-masing gatra.

Ketahanan nasional dan bela negara terkait. Upaya bela negara adalah upaya warga negara untuk mempertahankan dan meningkatkan ketahanan nasional Indonesia. Upaya bela negara adalah upaya warga negara untuk menghadapi atau menangkal ancaman ketahanan nasional yang sebenarnya.Bela Negara dapat fisik atau non-fisik.

Pengertian "bela negara" secara fisik lebih luas daripada "bela negara" secara nonfisik.  Bela Negara Secara Fisik: Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, warga negara dapat mengambil bagian dalam bela negara secara fisik dengan mengikuti pelatihan dasar kemiliteran dan menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia. Meskipun konsep Rakyat Terlatih (Ratih) adalah amanat dari Undang-undang No. 20 Tahun 1982, pelatihan dasar kemiliteran saat ini diberikan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih). Rakyat Terlatih (Ratih) terdiri dari berbagai unsur, termasuk Resimen Mahasiswa (Menwa), Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan Sipil (Hansip), Mitra Babinsa, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP), dan orang-orang yang telah mendapatkan pendidikan militer dasar. Orang Terlatih memiliki empat fungsi: Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat, dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi pertama biasanya dilakukan selama masa damai atau dalam bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Sebaliknya, fungsi Perlawanan Rakyat terjadi dalam keadaan darurat perang, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah menjaga Keamanan dan Keterti Mungkin juga dipertimbangkan untuk menerapkan Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi syarat, seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat, jika kondisi ekonomi negara memungkinkan.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bela negara tidak selalu berarti militer atau "memanggul senjata menghadapi musuh." Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, warga negara dapat terlibat dalam bela negara secara nonfisik melalui pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian yang sesuai dengan profesi mereka. Pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Ini dapat diberikan melalui jalur formal (sekolah dan perguruan tinggi) dan nonformal (sosial kemasyarakatan). Oleh karena itu, keterlibatan warga negara dalam bela negara secara nonfisik dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan dalam berbagai kondisi, seperti:

a) Mendapatkan pendidikan kewarganegaraan, baik secara formal maupun nonformal.

b) Menjalankan demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan menghindari memaksakan kehendak dalam memecahkan masalah bersama.

c) Pengabdian yang tulus kepada lingkungan sekitar dengan menanam, memelihara, dan melestarikan. d) Berkarya nyata untuk kemanusiaan demi kemajuan bangsa dan negara. e) Berpartisipasi secara aktif dalam menangani ancaman, terutama ancaman nirmiliter, dengan menjadi sukarelawan bencana banjir.

f) Berpartisipasi dalam kegiatan mental dan spiritual di masyarakat untuk mencegah pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan adat istiadat bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun