Mohon tunggu...
sabam manurung
sabam manurung Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

17+08+45=70. Indonesia Merdeka!

18 Agustus 2015   12:06 Diperbarui: 18 Agustus 2015   12:25 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

 

Indonesia telah menginjak kedewasaannya yakni genap berusia tujuh puluh tahun pada 17 Agustus 2015. “Independence day” riuh bergemuruh sejak beberapa hari belakangan ini, postingan media sosial mulai dipenuhi nuansa kemerdekaan Indonesia, semarak pertandingan bergemuruh dimana-mana, mulai dari sudut-sudut desa hingga kota-kota di seluruh nusantara bahkan di berbagai belahan dunia. Nyanyian perjuangan bergema di berbagai media TV hingga di hamparan toko, bendera merah putih berkibar hampir di seluruh pekarangan rumah dan perkantoran, baik swasta maupun pemerintahan, pusat perbelanjaan menghias dekorasi yang berthemakan kemerdekaan. Kemudian kerumunan Anak-anak sekolah bergembira ria merayakan hari kemerdekaan dengan berbagai perhelatan yang mereka ikuti, ikut ambil bagian dalam momentum upacara pengibaran bendera dan pembacaan teks proklamasi riuh terdengar dimana-mana, parade, pesta rakyat, dan banyak lagi kegiatan lainnya. Di sana-sini terdengar seruan “merdeka”. Jayalah bangsa ku, jaya lan negeri ku.

Suasana seperti itu selalu kita saksikan dan kita ikuti ketika melalui masa-masa 17 Agustus di setiap tahunnya, rakyat dipersatukan oleh berbagai perhelatan 17-an, rakyat riuh-pikuk menikmati pesta kemerdekaan. Kita telah merdeka dari bangsa penjajah sejak 70 tahun lalu, kemudian tahukah anda di hari kemerdekaan tahun ini ada beberapa fakta unik yang dapat mencuri perhatian kita, mulai dari fakta matematis 17+08+45=70 hingga ulang tahun ke 70 Indonesia memiliki presiden ke-7. Ada yang meyakini angka tujuh adalah angka yang diberkati, awal dari pergerakan baru yang diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa, awal perjalanan baru bangsa Indonesia meniti masa kedewasaan, baik kedewasaan berdemokrasi, berprilaku dan berkripadian.

Sesungguhnya bukan negaranya yang harus didewasakan, tetapi rakyatnya, bangsanya, atau orang-orangnya, karena negara hanyalah pasif, tetapi penghuninya adalah aktif. Bagi saya, kemerdekaan suatu bangsa bukanlah diukur dari tuanya umur suatu negara, tetapi dari indeks pembangunan manusia yang unggul. Pertayaan esensinya adalah Sudahkah kita merdeka?? Atau, sudah seperti apa gambaran kemerdekaan kita selama ini?. Beragam tanggapan bermunculan. Ada yang mengatakan Indonesia memang sudah merdeka, tetapi rakyatnya belum dewasa, buktinya beda klub bola, ribut, beda partai ribut, beda kepentingan pecah kubu, buat kubu tandingan, beda agama rusuh, beda capres panas, beda kelamin “tegang”. Inilah kondisi kita selama ini, yang kedewasaannya masih rapuh secara emosional. Sedikit saja rakyat dipancing akan isu yang sensitif, maka perpecahan akan muncul. Dewasalah dalam bertindak dan matanglah dalam berfikir. Indonesia sudah 70 tahun!!!.

Ayo Kerja
dari aspek demokrasi, Saya mengutip statement dari Jakob Otama pada agustus 2008 lalu beliau mengatakan bahwa “ demokrasi kita hingga sekarang ini baru mencapai demokrasi “pale”, demokrasi yang baru omong doang, tahapan kita baru talking demokrasi, belum working deokrasi” ucapan tersebut telah 7 tahun berlalu, namun sepertinya kondisi demokrasi kita belum jauh berubah. Banyak para pejabat kita yang cuma pintar omong doang, tapi tindakan minim, ketika kampanye melanturkan janji-janji manis, bak angin surga bagi kaum termarjinal, tetapi penerapannya “sunyi” pada saat sudah menang. Banyak yang riuh-pikuk berdemonstrasi di sana-sini menuntut ini dan itu, tetapi ditunganggi transaksi kepentingan, opini-opini di koran, taklshow di televisi, diskusi publik dan statement pemerintah di media massa selalu kita lihat perkembangannya hari-demi hari, tetapi berapalah perkataan itu yang terbukti dilaksanakan?, atau berapa orang kah yang ketika selesai berdiskusi membahas masalah publik langsung turun ke lapangan menangani masalah. Menaggapi perbincangan para pejabat publik di media massa, rakyat kecil hanya bilang “ah paling omong doang”. 

Permasalahan bangsa, seperti kemiskinan, korupsi, indeks pembangunan manusia yang rendah, serta masalah lainnya tidak cukup diselesaikan hanya talking demokracy tetapi harus working dekokrasi. Ayo kerja!!!, jangan hanya duduk di belakang meja, masalah masyarakat tidak efektif hanya diselesaikan di balik meja, dikursi rapat, di sofa ruang loby hotel,di kursi empuk kafe-kafe, bahkan di kursi talkshow media massa. Masalah sesungguhnya ada di lapangan, terkadang apa yang didiskusikan di ruangan berbeda dengan kejadian di lapangan, oleh karena itu study lapangan menjadi acuan penting untuk penyelesaian masalah. Kita sudah punya banyak pakar, pengamat, bahkan ilmuan yang handal, manfaatkan kemampuan kita untuk membangun bangsa, bukan mengumpulkan materi untuk kepentingan pribadi, bukan berkata apa untuk saya,, berapa gaji saya jika sasya bekerja begini disini, dan apa untungnya bagi saya jika saya lakukan ini, semua hal itu hanya mengantarkan mita kepada perilaku yang materialistik dan konsumtif. Tetapi haruslah kita produktif, berbuatlah sepenuh hati untuk bangsa ini.

Sekali merdeka, merdeka sekali....!
Merdeka sekali, artinya menjadi liar dan tidak terbatas. Indonesia memang sudah jauh lebih maju hari ini, cara berfikir juga sudah mulai berkembang, hal ini tentunya dipengaruhi oleh globalisasi dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, di satu sisi memberi keuntungan bagi bangsa kita karena segala sesuatu jadi lebih berkembang dibandingkan di masa dulu, tetapi efek buruknya ialah terjadinya kekebasan yang tidak terkendali, sebuah bangsa dimerdekakan oleh globalisasi yang mengalir deras tanpa filter. rakyat menjadi bebas, bebas melakukan apapun, sehingga kebebasan teresebut tak jarang menjadi kebabblasan. Sekali merdeka, merdeka sekali...,!. bangsa Indonesia bebas “berkicau” bebas berekspresi, bebas berbicara apapun di depan publik, baik melalui media Sosial dan media Massa, tak jarang kicauan tersebut menjadi liar dan tidak terkendali, opini berubah seolah-oleh menjadi fakta, fakta seolah-oleh di opinikan, tenggang rasa berubah jadi isu sara, fanatisme yang tinggi terhadap satu keyakinan dan menganggap sesat orang yang beda keyakinan dengannya, hukum di tafsirkan bermacam-macam hingga lari dari esensinya, rakyat bebas mengkritik penguasa bahkan dari kritik berujung penghinaan kepada penguasa, demonstrasi yang berujung anarkhi karena tidak ditanggapi, individu yang satu “membuily” individu yang lain di depan publik, dan... Anda bisa menyebutkan lebih banyak lagi. Kemerdekaan adalah kemerdekaan yang bertanggung jawab dan taat pada azas dan norma yang berlaku, wujudkanlah civil society yang excelence karena kita adalah produk dari binaan bangsa ini, berbicara dengan fakta, wujutkan karya nyata.

Dirgahayu republik Indonesia yang ke-70 Ayo Kerja!.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun