Mohon tunggu...
John L
John L Mohon Tunggu... -

Demi Kemuliaan Martabat Manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Jepang

10 Desember 2018   05:39 Diperbarui: 10 Desember 2018   05:49 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tujuan pendidikan Jepang dewasa ini untuk anak-anak SMP dan SMA adalah membentuk manusia yang memiliki kekuatan hidup (ikiru chikara). Ikiru itu artinya hidup. Chikara itu berarti tenaga, daya, kekuatan. Jadi secara leksikal, ikiru chikara berarti kekuatan hidup.

Ikiru chikara menggantikan dua model pendidikan Jepang sebelumnya yakni tsumekomi dan yutori. Tsumekomi adalah pendidikan yang hanya menjadikan anak-anak didik tidak lebih dari sebuah truk kosong yang siap diisi oleh guru dengan apa saja. Peserta didik seperti gelas kosong yang siap diisi dengan air. Peserta didik seperti kertas putih kosong yang siap ditulis.

Jepang akhirnya menyadari bahwa model pendidikan tsumekomi melahirkan anak-anak yang hanya bisa menghafal. Peserta didik yang kuat hafal akan diberi predikat sebagai anak yang cerdas. Karena itu, peserta didik berlomba-lomba meningkatkanankiryoku (kemampuan menghafal).

Yutori -- kelonggaran, memungkinkan anak bisa belajar sendiri. Ini sebetulnya hanya untuk menutupi kelemahan model pendidikan tsumekomi.

Tetapi, model pendidikan yutori justru membuat anak-anak bingung. Karena, mereka tidak punya satu pegangan dalam belajar. Apa yang harus dipelajari dan apa yang tak perlu dipelajari membingungkan peserta didik. Kelonggaran yang tidak menjamin bahwa anak akan belajar mandiri.

Jenis pendidikan ini hanya membuat anak-anak malas belajar. Melahirkan generasi bingung. Generasi yang tidak fokus. Generasi yang bisa mengumpulkan banyak informasi, tetapi tidak bisa mengolahnya untuk dikonsumsi secara baik.

Ibaratnya dia hanya bisa menulis. Tetapi, tidak pernah menghasilkan satu tulisan utuh. Peserta didik bisa berjalan jauh, tetapi tidak mendapat apa-apa dari perjalanan itu.

Model pendidikan tsumekomi dan yutori tidak melahirkan anak-anak Jepang yang bisa bersaing di dunia internasional. Lahirlah model pendikan ikiru chikara (kekuatan hidup).

Untuk bisa memiliki kekuatan hidup pendidikan Jepang sangat menekankan. Pertama,  tashikana gakuryoku (pengetahuan kognitif). Dalam tashikana gakuryoku ini ada tiga hal penting. 1. Sikouryoku (kemampuan berpikir). Model pendidikan tsumekomi membuat anak-anak tidak bebas mengungkapkan pikiran. Peserta didik dikondisikan sedemikian hanya untuk menerima apa saja yang guru berikan.

Model pendidikan ini membuat generasi Jepang tidak bisa bersaing di era modern di mana semua hal harus dirumuskan sendiri. Kecemasan itu membuat Jepang harus mendidik generasinya untuk bisa berpikir mandiri. Kecemasan itu beralasan karena di era modern hanya orang yang memiliki pandangan sendiri tentang segala sesuatu yang akan bisa lolos seleksi alam. Mereka yang hanya bisa mengiakan pendapat orang lain akan tereliminasi dalam peradaban manusia.

2. Handanryoku (kemampuan untuk membuat pertimbangan atau menilai). Kemampuan menilai atau membuat pertimbangan mutlak perlu. Di tengah tawaran beragam nilai instan anak harus mampu membuat pertimbangan. Anak mesti tahu prioritas nilai. Kemampuan membuat pertimbangan akan melahirkan anak-anak yang fokus. Tidak terperosok dalam pilihan yang tidak dipilih pun tidak apa-apa.

3. Hyougenryoku (kemampuan untuk mengungkapkan pikiran). Mengungkapkan pikiran bukan pekerjaan yang gampang. Butuh proses. Perlu latihan banyak. Tanpa proses dan latihan, orang hanya bisa cuap-cuap tanpa isi. Generasi tanpa proses dan latihan ibarat pengamat pesanan yang hanya omong-omong.

Kedua,  tasikana ningen sei (manusia yang berakhlak). Pendidikan harus menghasilkan anak-anak yang peduli terhadap orang lain dan lingkungan. Anak-anak yang tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Anak harus tahu aturan dan melaksanakannya dalam hidup.

Ketiga,  Kenkou, tairyoku (sehat). Untuk menjadi manusia yang punya daya hidup orang harus sehat dan kuat.

Ketika orang memiliki pengetahuan kognitif yang baik, berakhlak tinggi dan sehat jasmani dan rohani dipastikan orang akan memiliki kekuatan hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun