Capres Prabowo Subianto tampaknya sudah habis kesabaran. Momen hadir di Mahkamah Konstitusi (MK) Rabu lalu dia jadikan ajang curhat. Jika melihat mimiknya dalam berpidato di MK kala diberi kesempatan itu, jelas tampak kelelahan mendera. Sejumlah ucapan yang keluar pun tak terkontrol lagi. Misalnya saja, kala dia menyebut bahwa ada banyak TPS yang suara pasangan Prabowo-Hatta nol persen. Kalimat yang terucap terbolak-balik. "Bahkan di negara otoriter pun." "Bahkan di negara seperti Korut pun." Kalimatnya belepotan.
Saya yakin di dalam hatinya, Prabowo juga belum yakin jika gugatan di MK itu akan bisa membuahkan hasil yang memuaskan, apalagi bisa membalikkan hasil perhitungan KPU. Apalagi berharap akhirnya bisa menjadi presiden. Prabowo sebenarnya sudah lelah dan kelelahan. Dia sudah kalah. Secara psikis Prabowo memang juga sudah kalah. Saya bukan psikolog lo ya, cuma pengamatan awam saya saja, Prabowo sudah kalah secara psikis. Dia sudah lelah menjalani rangkaian proses pilpres ini.
Jika pun kini masih ada proses hak konstitusional yang masih berjalan di MK, ini hanyalah bagian upaya tim advokat Gerindra dan Koalisi Merah Putih saja yang coba-coba menyelamatkan 'muka' atas kekalahan pilpres ini. Siapa tahu saja hakim MK tidak melek. Barangkali saja ada celah dengan tudingan kecurangan oleh penyelenggara ataupun lawan. Padahal membuktikannya saja sudah sulit, apalagi bisa mengubah hasil pilpres ini.
Lain lagi dengan Pak Hatta, membaca mimik beliau saat hadir di MK, Ketum PAN itupun sebetulnya sudah pasrah. Cuma lantaran sebagai pasangan, tentu harus terus terlihat survive dalam kesempatan terakhir berjuang di MK itu. Akbar Tanjung, Amin Rais, Ical, apalagi si Fadli Zon yang duduk di kursi paling belakang itu, sesungguhnya dalam hati mereka memang sudah seharusnya mengakui kemenangan Jokowi-JK. Cuma, ya lagi-lagi karena sebagai anggota tim pemenangan, mereka semua tentu harus tampak kompak. Biar sang calon gak kecewa.
Saya justru salut dengan sikap Mahfud MD. Usai perhitungan 22 Juli lalu, beliau dengan tanpa beban melepaskan jabatan ketua tim pemenangan Prahara. Kenapa seorang mantan Ketua MK itu tak mau terus mengawal Prabowo-Hatta hingga ke MK? Setidaknya ada dua alasan. Pertama, Mahfud sudah yakin gugatan di MK juga tak ada hasilnya. Itu sudah tersurat dalam pernyataannya. Kedua, Ketua Presidium KAHMI ini mungkin merasa tak enak hati jika turut berperkara yang dia berada diantara para pihak, di lembaga yang pernah ia pimpin itu.
Jadi, sebagai rakyat yang menonton dagelan poltik ini, kita santai saja, tak usah ikut stress. Gak usah ikut demo ke MK. Kecuali mungkin jika ada uang jajannya. Haaa....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H