Pertanian merupakan salah satu tonggak paling penting dalam  keberlangsungan sebuah negara. Karena pertanian menyangkut kebutuhan  hidup paling mendasar dari manusia sebagai penduduk negara, yakni  makanan. Maka dari itu, tidak mengherankan jika salah satu tolok ukur keberhasilan sebuah negara adalah ketika tidak ada lagi warganya yang kelaparan.Â
Tapi sayangnya meskipun semua sepakat bahwa pertanian merupakan salah satu pondasi paling penting dalam keberlangsungan sebuah negara, hampir semua negara mengalami masalah yang sama terkait pertanian, yakni minimnya minat generasi muda kepada pertanian.
Berdasarkan publikasi FAO, usia rata-rata petani di seluruh dunia adalah 60 tahun. Bahkan di negara-negara seperti Afrika yang notabene 60% persen penduduknya merupakan para pemuda dengan usia di bawah 24 tahun pun sama. Usia rata-rata petani sekitar 60 tahun. Ini merupakan bukti bahwa tantangan utama bagi industri pertanian di abad 21 ini adalah minimnya minat generasi muda untuk menjadi petani.Â
Di Indonesia sendiri, hanya duabelas persen petani yang berumur di bawah 35 tahun (BPS 2013). Dua belas persen adalah angka yang sangat sedikit untuk mempersiapkan keberlanjutan pangan 20 tahun lagi. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin beberapa puluh tahun ke depan kita akan kehabisan petani. Yang kemudian mengakibatkan kurangnya stok makanan dan maraknya kelaparan. Karena berdasarkan prediksi dari PBB, jika tidak ada perubahan yang signifikan, pertanian di Indonesia akan terus mengalami penurunan sampai tahun 2050.
Maka dari itu, perlu ada gebrakan dan inovasi untuk menarik minat generasi muda kepada industri pertanian. Setidak-tidaknya ada 2 pendekatan yang harus dilakukan secara serentak untuk menyelesaikan masalah minimnya minat generasi muda kepada industri pertanian.
1. Pendekatan Melalui Pendidikan
Pendekatan pertama yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat generasi muda kepada industri pertanian adalah melalui pendidikan. Karena salah satu cara paling paling efektif untuk mengenalkan pertanian secara komperhensif dan masif ke seluruh penjuru negeri adalah melalui pendidikan.
1.1. Memasukkan Pertanian ke Dalam Kurikulum Pendidikan
Salah satu langkah yang bisa ditempuh untuk meningkatkan minat dan pengetahuan generasi muda kepada dunia pertanian adalah dengan memasukkan kurikulum pertanian. Khususnya di daerah dengan potensi pertanian yang sangat besar.
Kurikulum pertanian ini nantinya dibuat berjenjang. Mulai dari tingkat TK sampai dengan SMA. Salah satu contoh kurikulum pertanian yang sangat komperhensif adalah kurikulum pertanian oleh departemen pertanian pemerintah Nevada. Dengan adanya kurikulum yang berjenjang, harapannya anak-anak akan lebih mengenal pertanian dan semakin terbiasa untuk bertani sejak kecil. Meskipun dalam lingkup yang sangat sederhana.
1.2. Memaksimalkan Peran SMK Pertanian
Langkah kedua yang bisa dilakukan melalui pendidikan adalah memaksimalkan potensi SMK pertanian. Mengutip situs kementerian pertanian, saat ini pemerintah sudah memiliki program Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian (PWMP) yang menyediakan bantuan modal sebesar 15 juta bagi anak SMK yang berminat menjadi pengusaha muda di bidang pertanian. Tapi menurut saya itu belum cukup. Para siswa SMK juga harus dibiasakan untuk berkoperasi dan berkolaborasi.
Dan merujuk data dari waspadamedan.com, jumlah SMK pertanian di Indonesia ada setidaknya 1250. Dengan jumlah sebanyak itu, SMK Pertanian seharusnya tidak hanya menjadi tempat belajar cara bagaimana bertani yang efektif. Tapi lebih dari itu, SMK pertanian harus menjadi tempat belajar bagaimana memulai bisnis pertanian. Salah satunya dengan cara membentuk koperasi siswa per kelas atau per angkatan yang bisa terus dikelola bahkan ketika sudah lulus SMK.
Karena jika tidak, lulusan SMK pertanian akan mengalami kesulitan untuk terjun di industri pertanian yang membutuhkan akses kepada lahan dan permodalan. Selain itu, membiasakan siswa SMK pertanian untuk berkoperasi dan berkolaborasi sejak dini akan memupuk jiwa kewirausahaan mereka. Sehingga ke depan, ketika mereka aktif di dunia pertanian, mereka tidak lagi kesulitan untuk berkolaborasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menjadi wirausahawan di bidang pertanian.
1.3. Kolaborasi antara Pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Petani.
Ke depan, sarjana pertanian harus dijadikan motor utama industri pertanian. Karena mereka yang menguasai ilmu pengetahuan dan punya akses kepada teknologi dan inovasi yang merupakan kunci keberlangsungan sebuah industri.Â
Saya sangat mengapresiasi pemerintah yang menyediakan bantuan modal sampai dengan 35 juta melalui program Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian (PWMP) bagi para mahasiswa yang berminat menjadi wirausahawan di bidang pertanian. Karena itu merupakan insentif yang sangat bagus untuk merangsang minat generasi muda, khususnya para sarjana pertanian untuk berkiprah di bidang pertanian.
Selain dana hibah seperti PWMP, pemerintah juga bisa mendorong generasi muda untuk lebih perhatian dengan dunia pertanian dengan cara pemberian beasiswa bersyarat untuk melakukan pengabdian selama beberapa tahun setelah lulus kepada keluarga petani yang notabene punya akses kepada lahan pertanian. Atau bisa juga dengan program pengabdian sebagaimana SM3T untuk melatih jiwa kemandirian, kepemimpinan, dan kewirausahaan mereka.
2. Pendekatan Melalui Teknologi
Salah satu cara paling efektif untuk mendekati generasi muda adalah dengan menggunakan teknologi. Karena teknologi merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar lagi.
2.1. Memaksimalkan Penggunaan Teknologi Pertanian
Salah satu masalah utama pertanian di Indonesia adalah adanya ancaman gagal panen oleh cuaca yang tidak menentu dan terbatasnya lahan. Khususnya di perkotaan. Maka dari itu, perlu adanya inovasi untuk memaksimalkan penggunaan teknologi. Entah dengan menggunakan rekayasa lingkungan dengan membuat pertanian dalam ruangan (indoor farming) maupun rekayasa genetika untuk meningkatkan kuantitas produksi.
Pemerintah harus menjembatani perguruan tinggi dan para petani agar penelitian yang dilakukan di perguruan tinggi bisa diaplikasikan langsung oleh petani. Di satu sisi, para peneliti diuntungkan karena punya objek penelitian. Di sisi lain, petani juga diuntungkan karena bisa meningkatkan produktivitas pertanian mereka. Apalagi menjembatani perguruan tinggi dengan petani juga bisa menjadi solusi dari minimnya sarjana pertanian yang berkiprah di dunia pertanian. Dengan berinteraksi secara langsung dengan petani, mahasiswa bisa menjalin kerja sama dengan petani dengan skema bagi hasil. Sehingga ketika lulus mereka tidak perlu bingung mencari lahan.
Saya yakin, Indonesia saat ini sudah sangat mampu untuk menerapkan teknologi-teknologi terkini di bidang pertanian. Maka dari itu, perlu dicarikan solusi yang bisa memungkin para intelektual untuk bisa berkolaborasi dengan pemilik lahan agar tercipta lapangan pekerjaan baru, yaitu industri pertanian modern. Kalau ini bisa jalan, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan akan lahir perusahaan seperti Aerofarms, Techshelta, Bowery, Â dan semacamnya di Indonesia.
2.2. Memudahkan Akses Kepada Investor dan Pasar
Hal kedua yang perlu dilakukan pemerintah dengan teknologi informasi adalah membangun sebuah iklim atau sebuah platform yang bisa menjembatani bertemunya praktisi pertanian, investor (pemodal), dan pemilik lahan. Karena selama ini, salah satu alasan kenapa minimnya anak muda terjun ke dunia pertanian adalah karena kepemilikan lahan. Seperti yang kita tahu, harga tanah semakin lama semakin naik.Â
Maka dari itu, salah satu solusi untuk mengatasi minimnya kepemilikan lahan di kalangan anak muda adalah membangun sebuah ekosistem yang memungkinkan para anak muda (khususnya para sarjana pertanian) untuk bisa berkolaborasi dan menjalin kerja sama dengan pemilik lahan dan investor. Dengan begitu, para sarjana pertanian tidak akan lagi dipusingkan oleh minimnya akses kepada permodalan dan lahan ketika ingin fokus berkarir di dunia pertanian.
Selain itu, keberadaan teknologi juga memudahkan akses kepada pasar. Jika selama ini produk pertanian seringkali dipasarkan dalam wilayah sekitar tempat panen, ke depan target pasar produk pertanian kita harus lebih luas lagi. Kalau bisa sampai level internasional. Karena dengan adanya internet, peluang untuk bisa mengekspor hasil olahan produk pertanian itu sangat terbuka lebar. Selain itu, keberadaan internet dan e-commerce juga memungkinkan petani rumahan bisa memasarkan hasil produksinya dengan lebih mudah.
2.3. Melakukan Kampanye Secara Intensif Melalui Social Media
Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk menarik minat generasi muda kepada dunia pertanian adalah dengan melakukan kampanye secara masif di social media.Â
Apa saja yang perlu dikampanyekan?Â
1. Kemajuan yang sudah dicapai di bidang pertanian
Salah satu yang perlu dikampanyekan kepada generasi muda adalah perubahan-perubahan positif yang sudah dilakukan oleh pemerintah selama ini. Mulai dari solusi masalah permodalan, solusi masalah keterbatasan lahan, solusi masalah irigasi, solusi masalah gagal panen, dan seterusnya.Â
Saya yakin pemerintah selama ini sudah melakukan banyak hal untuk mengatasi masalah-masalah umum yang saya sebutkan di atas. Tinggal bagaimana cara pemerintah mengampanyekan perubahan-perubahan tersebut agar diketahui oleh masyarakat. Salah satu cara yang menurut saya paling efektif di era social media seperti sekarang adalah dengan menggandeng para content creator.
Selain content creator, pemerintah juga harus menggandeng LSM, Ormas, maupun gerakan sosial di bidang pertanian seperti halnya Indonesia Berkebun untuk semakin aktif mengampanyekan pertanian kepada pemuda.
2. Kisah sukses petani muda
Yang perlu dikampanyekan selanjutnya adalah kisah sukses para petani muda. Karena secara psikologi, kita lebih mudah percaya jika sudah ada bukti. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuat sebuah ajang kompetisi petani muda tiap tahun seperti yang dilakukan dutapetanimuda.id. Sejauh ini, duta petani muda masih kurang gaungnya. Maka dari itu, pemerintah harus ikut andil dan mengundang media, influencer, dan content creator, untuk mengabarkannya.
Selanjutnya para petani muda ini harus diberikan ruang untuk bisa dikenal dan diberikan kemudahan akses untuk bisa berorganisasi. Sehingga mereka bisa saling bertukar ide satu sama lain dan menyebarkan semangatnya kepada yang lain. Untuk masalah organisasi ini, saya mengapresiasi pemerintah yang sudah membuat Peraturan Menteri Pertanian NOMOR07/Permentan/OT.140/1/2013. Karena di sana, pemerintah sudah menjelaskan setidaknya ada 3 organisasi tani di kalangan pemuda, Taruna Bumi, Taruna Tani, dan Petani Muda Wirausaha. Sayangnya, organisasi-organisasi ini tidak begitu terasa gaungnya di kalangan pemuda.Â
Maka dari itu, perlu dikampanyekan secara besar-besaran. Khususnya di media sosial di mana tempat para anak muda banyak menghabiskan waktunya. Kalau sudah banyak anak muda yang sukses menjadi pebisnis di bidang pertanian, saya yakin akan ada banyak anak muda lain yang ingin mengikuti jejak mereka.
Jika semua langkah di atas dilakukan, saya yakin ke depan akan semakin banyak generasi muda yang berkiprah di dunia pertanian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H