Mohon tunggu...
Saadah Fauziah
Saadah Fauziah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Selalu ada kisah dan hikmah dalam setiap perjalanan kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku di Kampung Halaman dan Aku di Perantauan

3 Desember 2022   10:04 Diperbarui: 3 Desember 2022   11:01 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin tak penting menceritakan tentang diri kita kepada orang lain. Tapi kali ini saya akan menuliskan tentang saya --tapi rasanya juga setiap yang saya tulis itu adalah tentang saya, atau berdasarkan pengalaman, heheh. Okkey, kita lupakan saja hal itu, tak perlu memperpanjang bahasannya.

Jadi, sebelumnya saya pernah menuliskan di story Whatsapp saya, kurang lebih seperti ini tulisannya.

"Nampaknya ada perbedaan antara Saadah ketika di rumah dan di perantauan. Insyaallah nanti saya cerita di kompasiana.com."

Itu seperti janji yang telah saya buat dan harus saya tunaikan, betul kan?

Jadi apa gerangan yang menjadi perbedaan antara Saadah ketika di rumah dan Saadah ketika di perantauan. Saadah di rumah banyak makan, di perantauan sedikit makan, heheh. Bukan, bukan itu yang hendak saya ceritakan. Tapi memanglah di perantauan ini mesti banyak-banyak berhemat. Di perantauan itu jauh dari saudara, jauh dari keluarga, jauh dari Mamah Bapak. Mesti pandai-pandai jaga diri, pandai-pandai mengatur segalanya.

Naah.., jadi yang ingin saya ceritakan adalah ....

Selama tinggal di rumah dan sejenak meninggalkan tempat perantauan dikarenakan pandemi, saya belajar mengendarai motor. Sedikit demi sedikit bisa lah yaa. Sudah cukup bisa, setidaknya saya bisa membawa diri saya sendiri.

Namun, tetap saja ketika di rumah kala itu, jika ada keperluan keluar rumah misal ke mini market yang memang harus menggunakan motor, tetap saja ingin diantar oleh myBapak. Padahal sudah bisa kan naik motor sendiri. Atau kalau tidak diantar, paling menunggu kapan waktu Bapak akan berbelanja. Ya.., di rumah yang berbelanja keluar itu Bapak bukan Mamah, belanja ke pasar, ke mini market. Semua Mamah percayakan ke Bapak. So sweet kaaan? Hihi.

Dan aku, tentang aku ketika di rumah, jujur tak suka belanja keluar, heuheu. Meski sekedar ke warung tetangga. Dan alhamdulillah nyaa.., Mamah dan Bapak sudah tahu ini sehingga setidaknya aku tak jadi anak durhaka karena menolak perintahnya atau mengatakan 'ah' karena disuruh pergi ke warung. Akan tetapi beda ceritanya kalau keadaan tersedak, eh terdesak. Ya pastilah dengan segenap keikhlasan hati --meski sedikit dipaksa- wayahna harus melaksanakan perintah. Dan kalian tahu apa yang terjadi ketika aku keluar rumah, misal ketika ke warung?

Ada saja yang keheranan dan bertanya sejak kapan aku ada di rumah. Tak apa lah mungkin, jika itu ditanyakan ketika aku baru satu atau dua bulan ada di rumah. Ini sudah hampir satu tahun bahkan lebih, aku ada di rumah, masih saja ada yang bertanya sejak kapan aku ada di rumah.

Sungguh memang ini lah aku ketika di rumah, ketika di kampung halamanku.

Salah aku juga kan ya, karena jarang, sungguh sangat-sangat jarang keluar. Jangan sampai lah jika dikatakan "Tidak pernah keluar rumah." mah, Hihihih. Dan juga, mungkin karena letak geografis rumahku yang terletak di permulaan juga di pengakhiran kampung. Menjadi permulaan ketika kalian baru masuk ke kampungku dan menjadi pengakhiran ketika kalian keluar dari kampungku. 

Dan kalau di rumah, itu mesti kan kita bersilaturrahmi ke keluarga, saudara? Dan berhubung Mamah dan Bapak berasal dari kampung yang sama, hanya beda ke-Rt-annya saja, dan juga kemudian Mamah dan Bapak tetap tinggal di kampung halaman. Jadi, aku tinggal tidak berjauhan dari beberapa keluarga dan saudara dari pihak Mamah dan Bapak. Tapi tetap saja, untuk sekedar main atau silaturrahmi ke rumah Nenek (kakek sudah meninggal) dari pihak Mamah dan Kakek (Nenek sudah meninggal) dari pihak Bapak mesti bareng-bareng, atau paling enggak bareng Mamah. Kenapa bareng Mamah? Karena kemampuan komunikasi Mamah tidak diragukan lagi, jadi enaknya nanati Mamah yang banyak berbicara, bercerita. Kalau sama Bapak enaknya bisa naik motor, tidak perlu jalan kaki, tidak perlu banyak basa sana-sini --hihi mohon maaf.

Tapi sungguh sikapku yang seperti itu sungguh-sungguh berbanding terbalik ketika aku masih anak-anak sampai aku usia sekolah dasar. Dulu, sangat-sangat senang bermain keluar. Malah yaa, pasti kalau sudah main itu dicariin Mamah, terus pas pulang ke rumah dimarahin karena main wae, heuheu. Kata Mamah sih ini mah ya, karena aku udah gak inget lagi, kata Mamah, dulu, aku pernah saking ingin main, tapi ya memang untuk keluar main itu susah, jadi sepulangnya dari sekolah aku menempuh jalan yang memutar untuk sampai ke rumah. Aku jalan-jalan dulu, muter-muter dulu kampung ke-Rt-anku, barulah pulang ke rumah. Memang sangat berulah. Sampai Mamah khawatri, menunggu aku belum pulang juga, dan akhirnya mencariku. Memang berulah aku nih. Saadah kecil nih, hihi.

Dan ketika menginjak usia remaja, usia sekolah menengah pertama hingga sekarang, yang ada malah sering kali di suruh keluar rumah. Tapi itulah aku saat di rumah, malas sangat untuk keluar rumah. Paling keluar rumah, menjemur pakaian, menyapu halaman, selain dari pada itu sangat-sangat menjadi tantangan yang amat besar. Tapi enak, kalau ada adik keduaku di rumah, jadi ada dia yang bantu belanja ke warung, terus kalau aku mau keluar pun ada temennya, myAdik terzeyeng, hihih.

Dan muncullah perbedaan dari diriku ketika di perantauan. Apa tuch? Ya, kebalikannya. Yang tadinya tidak suka dan tidak mau keluar rumah, ketika di perantauan suka atau tidak suka, mau atau tidak mau ya memang harus keluar kosan. Ke warung, ke mini market, ke toserba, sendirian. Mungkin, bagi sebagian orang itu hal yang biasa dan tidak ada apa-apanya, atau mungkin meuni lebay untuk diceritakan. Tapi bagiku, ini menjadi suatu kejayaan, hahah.

Dan untuk gambar yang aku pasang di atas, itu adalah gambar ketika aku sedang menunggu hujan reda setelah selesai berbelanja di toserba. Dan untuk cerita bagaimana perjalanan aku belanja ke toserba, ceritanya ada di tulisanku sebelum tulisan yang ini, judulnya Biar Kuceritakan Betapa Baiknya Dia.

Apa kau tahu apa yang aku rasakan

ketika aku berjalan sendirian,

bertemu banyak orang,

berpapasan dengan banyak keramaian?

Rasanya seperti aku lupa cara berjalan.

Lidahku kelu saat harus berkata-kata

dengan orang yang tak kutahu namanya.

Bahkan yang kutahu namanya pun

tapi tak ada kenyamanan dengannya

aku rasa tak punya banyak topik pembicaraan. 

Sehingga aku mudah lelah dibuatnya.

Terima kasih untuk kawan-kawan semua yang sudah berkenan membaca, bahkan membaca sampai akhir.

Mohon maaf untuk penulisannya jika banyak yang tak sesuai atau ada banyak kekeliruan.

Tulisan ini saya buat hanya untuk obrolan ringan aja. Dan untuk menunaikan janji saya, heheh.

Terima kasih banyaak untuk semuanyaaaaa....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun