Pandanganku tertuju pada seseorang dalam antrian di depanku. Anak kecil perempuan itu membawa satu minuman kecil di tangannya dan ia berika itu kepada kasir lalu membayarnya. Tak terlihat orang tua atau siapa pun mendampinginya saat itu. Entah kisaran usia berapa tahun, tapi ia masih kecil, belum usia anak SD kelas satu pun, mungkin anak usia sekolah PAUD. Mungkin ada orang tuanya di luar yang sedang menunggunya.
Semua belanjaan sudah dimasukan ke dalam kantong keresek kuning. Selesai sudah kegiatan berbelanjaku. Tapi butiran-butiran hujan masih deras membasahi bumi, memintaku untuk menunggu dulu.
Yang kuharapkan adalah kemudahan dari-Nya. Butiran hujan mengecil, derasnya hujan berubah menjadi rintik-rintik kecil. Ini kesampatan bagiku untuk segera bergegas. Jalanan sepi mudah bagiku untuk menyebrang.
Mungkin hujan ini tak memiliki waktu lama untuk bisa menahan dirinya turun dengan begitu bebasnya kembali membasahi bumi. Jadi kuputuskan untuk tak membiarkan angkot pergi berlalu begitu saja tanpa membawaku.
Kembali meyusuri jalan dengan kedua kaki, angkot sudah berlalu pergi lagi, karena jalan kita berbeda. Ia hanya bisa mengantarkanku sampai di tepian jalan. Dan aku harus menempuh kembali satu lagi jalan untuk sampai ke kamar kosan.
Rintik hujan masih setia mengiringi, aku harap ia masih kuat untuk menahan. Sepertinya sedikit demi sedikit rintiknya mulai membesar. Kupercepat langkah kakiku.
Begitu sampai di kamar kosan, begitu pun dengan hujan yang kembali turun dengan bebasnya membasahi bumi. Kali ini kilatan petir dan suaranya hadir menemani turunya hujan.
Kembali kupuji Allah, beterima kasih atas semua kebaikannya, kemudahannya mengiringi setiap langkahku.
"Alhamdulillah, terima kasih, wahai Rabbku."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H