Terima Kasih
Terima kasihku untuk-Mu
dan terima kasihku untukku
Engkau wahai Rabbku telah menjagaku
Aku wahai diriku telah berani dengan kesendirianku
Terima kasih untuk hari ini
Hari di mana aku bertemu inspirasi-inspirasi
Terima kasih untuk waktu ini
Waktu di mana aku belajar untuk selalu mensyukuri
Hari ini aku tak membaca kisah
Tapi hari ini aku melihat banyak kisah
Kisah nyata penuh makna
Kisah penuh makna yang nyata
Bagi orang yang tak suka keramaian, keluar untuk bertemu dengan keramaian adalah suatu tantangan. Mesti megumpulkan tekad dan niat yang kuat terlebih dahulu. Itulah yang kulakukan saat sebelum keluar untuk (setidaknya) berolahraga di tempat yang memang di sana pun banyak orang yang melakukan kegiatan yang sama. Dari mulai melakukan pemanasan, jalan-jalan biasa, lari-lari kecil, sampai memang berlari yang tidak kecil, heheh.
Bukan hal yang mudah bagiku ketika harus bertemu keramaian. Oleh karena itu, aku berusaha untuk mejadi orang pertama yang datang, heheh. Keluar dari kosan sekitar pukul 05.30. Jam segitu di luar suadah terang.
Berjalan di bahu jalan, menatap ke jalan tampaknya kendaraan masih lengang, orang yang mencari rezeki dengan berdagang masih bisa dihitung jari. Nampak belum ramai. Surga dunia kurasa, heheh.
Berjalan dengan santai, mengamati sekitar, menghirup udara segar. Indah, tenang yang kurasa. Seperti hidup ini tak ada beban.
O, ya. Ini adalah kegiatanku sendiri, ya hanya sendiri. Tak ada teman. Teman kuliah yang juga tetangga di kosan sedang mudik sebelum nanti kembali dengan huru-hara dunia kampus, heheh. Ya, dengan merekalah pertama kalinya aku keluar berolahraga selama sudah hampir kurang lebih empat bulan aku menginjakan kakiku lagi di Bandung.
Awal-awal aku sangat menikmati karena dengan suasana yang masih sepi. Baru ada kira-kira dua sampai tiga orang yang berolahraga. Intinya belum ramai.
Saat matahari dengan sinarnya bisa kulihat, saat itu pula suasana ramai itu mulai tumbuh. Ini seperti ancaman bagiku.
Dan benar saja, kini yang sepi itu telah memudar lalu ramai menguasainya. Sempat berpikir untuk mundur lalu kabur.
Entah takut, entah apa aku pun tak paham. Yang pasti aku tak suka.
Tapi aku tak mau kalah. Tak ingin kalah dengan keadaan. Aku harus bertahan sampai pada waktu yang telah kujadwalkan.
Mungkin rasanya tak akan sesulit ini jika ada temannya.
Dan secara perlahan, aku berdamai dengan keadaan (ramai) ini. Alhamdulillah, bisa juga aku menikmatinya. Meski tetap pada akhirnya aku masih pada tidak menyukainya (ramai).
Sungguh, tak ada yang sia-sia.
Dari awal menikmati dengan keadaan sepi, lalu merasa terancam dengan perubahan keadaan, hingga pada akhirnya bisa berdamai dan menikmati keadaan yang berubah itu. Banyak hal yang menjadi sumber inspirasi.
Mungkin, jika aku tak bertahan di keadaan itu, tak akan ada tulisan ini.
Dan salah satu kisah yang kutatap di sana adalah kisah dua insan yang berhasil menjaga cintanya, hingga aku dapat melihat kisah mereka menikmati hari tua bersama. Mungkin anak-anaknya sudah dewasa, sudah menjadi orang-rang yang sukses.
Dari kisah itu ada satu hal yang kuinginkan. Aku ingin Mamah dan Bapak pun bisa menikmati hari tuanya, bahagia bersama. Setelah sekian lama ini, bagitu banyak perjuangan, pengorbanan, jalan berliku yang mereka lalui untuk kebaikan masa depan anak-anaknya. Maka aku ingin di masa tuanya mereka bisa bersama bahagia.
Mamah, Bapak telah berjuang untuk kebaikan masa depan anak-anaknya, maka kini aku pun harus berjuang untuk kebahagiaan Mamah dan Bapak. Akan kuajak juga dua adikku untuk bersama bahagiakan Mamah dan Bapak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H