Mohon tunggu...
Assaad Doa
Assaad Doa Mohon Tunggu... -

Menyukai isu pemberdayaan masyarakat dan politik nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Salah Kaprah Pendidikan Kita

18 Juni 2011   09:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Paradigma adalah cara kita memandang. Steven R covey menuliskan dalam bukunya paradigma diibaratkan seperti kacamata. Manakala kita memakai kacamata berlensa merah, maka kita akan melihat sekitar kita menjadi merah. Sebaliknya manakala kacama itu berlensa bening maka akan beninglah pandangan seseorang. Paradigma akan sangat berpengaruh terhadapa cara orang memaknai sesuatu.

Salah satu yang lahir dari paradigma adalah tentang konsep pengetahuan. Apa itu pengetahuan (ontology), bagaimana pengetahuan mungkin dapat diketahui (epistemology), adalah lahir dari paradigma masing-masing peradaban.

Setiap peradaban mempunyai paradigma sendiri-sendiri dalam memandang pengetahuan. Barat memandang bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu hal yang dapat diverifikasi oleh indera (ontology), sehingga pengetahuan hanya mungkin diketahui melalui verifikasi atau penelitian berdasarkan indera (epistemology). Cara pandang ini biasa disebut sebagai paradigma positivis. Dimana hanya yang yang terperifikasi oleh indera sajalah yang dianggap ilmiah. Paradigma ini tentulah tidak menganggap hal – hal yang gaib itu tidak ada. Berarti posisi Tuhan, jin, surga, neraka, dosa, pahala, dll tidak diakui dalam paradigma ini.

Adanya paradigma yang seperti itu tentulah tidak lepas dari pengalaman sejarah pengetahuan di Barat. Pertama, barat memiliki sejarah kelam tentang hubungan antara pengetahuan dan hal – hal yang sifatnya spiritual (agama). Sejarah eropa menyatakan bahwa pengetahuan sangat tidak diakomodir oleh hadirnya gereja. Terjadi berbagai peristiwa yang memiliukan misalnya seperti peristiwa digantungnya Copernicus karena meneliti bahwa bumi itu bulat. Hal itu diyakini bertentangan dengan doktrin gereja yang menyatakan bahwa bumi adalah datar sehingga membuat copernicus dihukum mati. Padahal pada kenyataannya dibuktikan bahwa bumi benar-benar bulat.

Buruknya hubungan agama dan pengetahuan ini adalah salah satu yang menyebabkan cara pandang barat terhadap keduanya cenderung sekular. Hal –hal yang memiliki dimensi spiritual dipisahkan dari dimensi pengetahuan. Sejarah ini lah yang berpengaruh terhadap pembentukan paradigma positivis di Barat.

Paridigma inilah yang sedang dipakai oleh institusi pendidikan kita. Disetiap perguruan tinggi, konsep pengetahuan yang berdasarkan paradigma positivislah yang diakui. Dominasi barat memungkinkan untuk melakukan dominasi di bidang pengetahuan. Barat berhasil membuat apa yang dianggap benar olehnya itu dianggap benar oleh seluruh dunia. Bangsa kita adalah salah satu korbannya. Kita taklid mengikuti barat. Apa yang mereka tawarkan kita makan bulat-bulat tanpa analisis lebih dalam sesuai paradigma peradaban kita.

Bagaimana Seharausnya?

Lantas apa paradigma peradaban kita tentang pengetahuan, bangsa Indonesia. Apa paradigma bangssa Indoenesia.tentang pengetahuan? Bagaimana kita mengetahui sedangkan kita adalah bangsa yang baru lahir dan belum genap satu abad? Belum genap satu abad apakah kita punya paradigma sendiri tentang pengetahuan?

Berbicara indonesia, maka kita akan berbicara islam. Mengapa? Karena lebih dari 85 % penduduk indonesia adalah muslim. Indonesia adalah negara dengan msulim terbesar di Indonesia. Secara singkat, jadi seharusnya paradigma indonesia tentang ilmu seharusnya di warnai oleh kehadiran paradigma islam.

Islam memiliki paradigmanya sendiri tentang pengetahuan yang jelaslah berbeda dengan Barat. Menurut islam, ilmu atau pengetahuan dicari salah satunya untuk memperteguh keimanan seorang. Jadi tidak ada konsep pemisahan pengetahuan dan kepercayaan (iman ) sebagaimana paradigma barat.

Dalam sejarahnya islam dan ilmu pengetahuan pun memiliki keharmonisan. Sejarah islam diwarnai dengan ilmu. Al-khwarismi, Ibn Khladun, dan ilmuwan islam yang lainnya yang diakui dunia telah membuktikan hal itu. Selain itu islam pernah menjadi peradaban pengetahuan yang temaju di dunia dengan berbagai perpustakan yang menjamur di Bagdad, salah satu pusat peradaban Islam.

Berbeda dengan barat yang hanya memandang pengetahuan hanya yang terverivikasi indera saja, dalam islam tidak hanya itu. Islam memang mengangap rasionalitas dan indera dalam menentukan pengetahuan, akan tetapi islam juga mengakui berdasarkan khabar baik. Tentulah semuanya itu kembali berdasarkan quran dan sunnah yang paling utama. Jadi dalam konsep pengetahuan islam, mengkakui kehadiran Allah sebagai Tuhan, neraka dan surge sebagai konsekuensi dosa dan pahala, dan lain sebagainya.

Harusnya ini lah yang digunakan dalam institusi pendidikan kita dimana mayarakatnya mayoritas muslim. Agar ilmuwan kita tidak menjadi ilmuwan yang sekuler. Mereka hanya berislam dalam masjid, sedangkan ketika berperan sebagai ilmuwan mereka melapaskan keislamannya.

Wallahuwalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun