Citayam Fashion Week resmi dilarang, sebenarnya bukan penggunaan namanya yang dilarang, tapi lebih ke penggunaan zebra cross yang digunakan sebagai runaway fashion show atau badan jalan yang sering digunakan untuk lahan parkir ilegal oleh para pengunjung yang tidak berbudiman, orang berada yang ikutan nimbrung momentum.
Saya yakin, pemuda Bojong Gede, Citayam dan sekitar tidak ada yang membawa kendaraan pribadi. Bukan tidak punya, tapi lebih nyaman naik Commuterline.
Kemeriahan Citayam Fashion Week membawa rejeki dadakan super kilat buat beberapa pihak. Gerai kopi Janji Jiwa yang tepat berada di sejajaran zebra cross selalu mendapat eksposure ketika para konten kreator melintas.Â
Tidak sedikit para ABG yang tiba-tiba banyak mendapat endorse pakaian ketika sedang nongkrong di kawasan tersebut. Walau mungkin sifatnya barter, tentu tidak jadi masalah.
Para brand lokal pun langsung gerak cepat memanfaatkan momentum yang mungki cuma hadir 70 tahun sekali saat Indonesia telah merdeka.Â
Para tim media sosial brand lokal langsung terjun mencari ambasador ABG yang mau diajak kolabs dengan imbalan barter produk. Tidak jadi masalah, brand senang, para ABG pun riang mendapat outfit baru.
Bahkan ada e-commerce yang secara terang-terangan mencantumkan Citayam Fashion Week disalah satu program mereka.
Bonge-Jeje dan beberapa lingkaran mereka mungkin lebih beruntung, karena mendapat nilai rupiah dari brand yang ingin mengajak mereka kolabs.Â
Atau bahkan saat diundang ke beberapa talkshow televisi dan youtube artis papan atas. Tapi bagaimana nasib mereka setelah lokasi Citayam Fashion Week di "rapihkan" oleh pemda DKI?
Kalau dilihat sejarah, kita punya bukti bahwa sosok yang viral secara tidak sengaja, tanpa mempunyai keahlian yang spesifik maka tidak akan bertahan lama.
Sosok pria yang rela keluar dari satuan aparat keamanan karena video joget India viral pada tahun 2011 adalah salah satu contoh.