Mohon tunggu...
Satto Raji
Satto Raji Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Freelance Worker for Photography, Content Writer, Sosial Media,

Belajar Untuk Menulis dan Menulis Untuk Belajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Surga, Mempelajari Silsilah di Danau Toba

9 Januari 2022   15:01 Diperbarui: 28 September 2022   15:32 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat makan malam di kafe Piltik yang lokasinya tidak jauh dari bandara internasional Silangit (dokpri)

Saya punya souvenir magnet kulkas berbentuk Gorga, dan sering membatin kapan saya bisa melihat Gorga secara langsung. Gorga adalah kesenian ukiran atau pahatan kayu yang biasa berada di depan rumah adat batak atau alat keseniannya. Dan tahun 2021 adalah sejarah, untuk kali pertama saya menginjakkan kaki di Danau Toba sekaligus melihat Gorga yang sebelumnya cuma jadi pajangan magnet di kulkas.

Walau di sepanjang perjalanan di Danau Toba saya melihat ukiran Gorga, tapi saya baru melihat secara dekat di museum budaya batak TB Silalahi di kota Balige. Tidak hanya ukiran Gorga, semua ragam budaya batak, sejarah sampai pernak-pernik mengenai batak Toba ada di museum ini.

Bahkan rumah adat Batak Toba pun ada dibagian belakang sisi kiri museum TB Silalahi. Setidaknya ada 7-8 rumah adat batak dengan ukuran yang sesungguhnya sumbangan dari beberapa marga sebagai sarana edukasi. Yang teringat oleh saya sampai sekarang adalah, konstruksi rumah model panggung ini hampir semua penopangnya/pondasi berbentuk tanpa sudut (bulat) untuk mencegah hama tikus untuk masuk kedalam rumah. Keren kan?

Museum TB Silalahi menjadi tempat berlangsungnya International Conference Heritage of Toba 2021. Konferensi 1 hari yang membahas keunggulan dan keragaman wisata Toba, dan faktor apa saja yang kedepannya bisa merusak keindahan Danau Toba. 

Narasumber yang hadir dari berbagai kalangan dan profesi, dari seniman sampai akademisi. Semua sumbang saran untuk kemajuan wisata Toba, Seorang kepala daerah berseru lantang.

"Jangan kita berpecah-pecah, kita harus bersatu jika ingin wisata Danau Toba makin dikenal dunia".

Viki Sianipar, musisi yang menjadi narasumber hari itu memberi saran, mengenalkan budaya batak ke anak muda adalah pekerjaan yang tidak mudah. Jadi harus dibalut dengan nuansa kekinian ketimbang memaksakan agar diterima anak-anak muda.

"Melalui musik saya coba perkenalkan budaya ke anak muda, sampai pernah ada anak muda yang mendengar arransemen musik saya lalu akhirnya mencari tahu mengenai budaya batak, tanah leluhurnya kepada orang tua mereka, hal yang selama ini mereka abaikan". Ujar Viki.

Kompasianer saat berbincang bersama Ibu Ir.Rizky Handayani Mustafa dan ibu Masruroh, S.sos., MAB
Kompasianer saat berbincang bersama Ibu Ir.Rizky Handayani Mustafa dan ibu Masruroh, S.sos., MAB

Masalah penerus kebudayaan memang jadi pekerjaan rumah bagi kita semua, tidak hanya di Toba. Contoh, berapa banyak pemuda jawa yang berniat melestarikan atau setidaknya memahami budaya mereka? Ada, tapi tidak banyak.

Kalau boleh jujur, jika hanya mengandalkan kekayaan alam dan kuliner apa yang membedakan wisata Toba dengan destinasi lainnya? Bali punya keindahan alam yang luar biasa, daerah Jawa punya kuliner yang beragam, lalu apa yang membedakan?

Saya berkesempatan untuk berbincang dengan Ibu Ir.Rizky Handayani Mustafa, MBTM Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (event) Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang di dampingi oleh ibu Masruroh, S.sos., MAB sebagai Direktur Wisata Pertemuan Insentif, Konvensi dan Pameran Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (event).

Beliau banyak bercerita mengenai harapannya terhadap wisata Danau Toba. Destinasi Super Prioritas (DSP) Danau Toba nantinya akan dikembangkan dengan mengedepankan konsep pariwisata berkelanjutan yang ramah lingkungan berbasis alam dan budaya. Tidak hanya menjual keindahan alam tapi pelestarian alam. Tidak hanya melihat kafe atau restoran modern tapi lebih ke pengenalan budaya melalui kekuatan story telling masyarakat Toba yang gemar berkomunikasi.

Tidak heran kalau rute perjalan kami di Danau Toba diatur sedemikian rupa agar bisa merasakan pariwisata yang ramah lingkungan dan kaya akan histori kebudayaan Danau Toba.

Saat makan malam di kafe Piltik yang lokasinya tidak jauh dari bandara internasional Silangit (dokpri)
Saat makan malam di kafe Piltik yang lokasinya tidak jauh dari bandara internasional Silangit (dokpri)

Taman Eden 100

Siapa sangka lahan konservasi yang sangat luas, rimbun dengan pohon tinggi, hijau karena beraneka tanaman dan sering menjadi saran edukasi para peniliti lingkungan ini adalah milik pribadi atau perorangan yang peduli akan kelestarian lingkungan di Danau Toba. 

Marandus Sirait, pendiri Taman Eden 100 bercerita mengenai asal usul penamaan Taman Eden 100. 

"Taman Eden adalah sebuah taman dimana manusia, tumbuhan, hewan hidup saling berdampingan. Sementara 100 adalah jumlah jenis tanaman awal yang ada di taman Eden ini" Ujar Marandus Sirait.

"Kalau sekarang, kemungkinan besar jumlahnya lebih dari 100 jenis tanaman, salah satunya tanaman endemik Danau Toba yaitu Andaliman".

Marandus Sirait beberapa kali mendapat penghargaan dibidang pelestarian lingkungan dari pemerintah, lucunya beberapa medali yang beliau dapat dari penghargaan itu dijual untuk membeli bibit tanaman.

"Kalo hanya medali buat apa? Tidak berguna bagi lingkungan. Dan yang jadi pertanyaan kenapa atlit jika juara dapat apresiasi uang tunai dengan jumlah yang cukup banyak, sedangkan para pelestari lingkungan tidak? Marandus tertawa lepas saat mengutarakan fakta tersebut ketika berbincang dengan kami.

Di Taman Eden 100 selain bisa melihat Andaliman, tanaman endemik yang hanya bisa tumbuh di wilayah Toba, kita juga bisa menikmati air terjun dengan air yang sangat jernih dan bisa diminum langsung tanpa harus dimasak terlebih dahulu.

Ngopi di tengah hutan Taman Eden 100, Danau Toba (dokpri)
Ngopi di tengah hutan Taman Eden 100, Danau Toba (dokpri)

Jika sudah lelah berkeliling, kita bisa rehat sejenak di kedai kopi tengah hutan. Kita bisa menikmati pisang goreng hangat dan kopi panas ditemani suara gesekan daun yang ditiup angin lembah di siang hari.

Di Taman Eden 100 ini, saya menanam bibit Andaliman yang saya beri nama Dahayu Hadiya Raji, mendiang jagoan kecil kami. Tumbuh dan berkembang di Toba ya Day, semoga ayah dan ibu bisa main ke Taman Eden 100.

Menu Ayam Taliwang Juru Damai Perang Antara Kerajaan Selaparang dan Kerajaan Karangasem

Mencari Asal Usul Silalahi di Desa Silahi

Perjalan kami di Toba kembali berlanjut, tujuan berikutnya adalah desa Silahi. Kalau selama beberapa hari ini kami hanya bisa melihat Danau Toba dari kejauhan, di desa Silahi kami bisa melihat sangat dekat kehidupan masyarakat pesisir Danau Toba.

Sebuah pemandangan yang jarang saya lihat di pagi hari, 2 orang nelayan melempar jaring di air yang tenang di tengah Danau Toba. Mendayung pelan tapi pasti seakan sudah ada jalur untuk sampan nelayan menuju kearah yang dia mau.

Kalau saja ikan nila goreng tadi malam itu berasal dari nelayan pesisir Danau Toba, maka tidak heran kalau rasa ikannya segar terlebih dipadu sambal andaliman khas dari Toba yang segar karena diracik dengan jeruk nipis.

Pagi di desa Silahi Danau Toba (dokpri)
Pagi di desa Silahi Danau Toba (dokpri)

Di desa Silahi ada makam Raja Silahisabungan dan sebuah tugu besar yang disekelilingnya bercerita mengenai sejarah marga Silalahi.

Jujur saya kagum dengan masyarakat sekitar yang menjaga sejarah silsilah keluarga, di muslim kami menyebutnya nasab atau silsilah keturunan. Saya yakin tujuan mendirikan tugu tersebut agar generasi penerusnya bisa dengan mudah mempelajari. Selain tugu mereka juga mempunyai buku mengenai silsilah yang hanya dipegang oleh beberapa orang.

Ditangan mereka (orang-orang yang peduli) silsilah keluarga akan tetap terjaga, sehingga kebudayaan tidak akan hilang atau lekang ditelan jaman. Sepertinya bukan hal yang sulit kalau tidak lama lagi akan ada aplikasi silsilah dari setiap marga yang ada di Batak.

Mengitari  Danau Toba yang menggabungkan 8 kabupaten bukan hal yang mudah, tapi sangat bisa dilakukan. Kalau kalian pecinta road trip, pasti akan terkesima dengan keindahan alam Danau Toba yang beraneka ragam.

Danau toba punya banyak potensi wisata, tidak hanya melihat danau sisa kaldera letusan gunung toba purba, tapi juga kekayaan budaya serta keramahan penduduknya. Ramah? Hmmmm ya ramah, walau logatnya intonasinya terdengar tinggi saat berbicara, terlebih ditelinga orang jawa seperti saya, tapi masyarakat Toba atau lebih umumnya masyarakat Sumatera Utara merupakan orang-orang yang ramah, Kultur timur yang harus dibanggakan oleh kita semua sebagai orang Indonesia.

Jadi kapan mau ke Toba? Kalau mau tahu cara tercepat mencapai Toba, baca artikel saya, ketika kali pertama menginjakkan kaki di Danau Toba.

Lembah Bakkara Danau Toba (dokpri)
Lembah Bakkara Danau Toba (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun