Siapkah Indonesia untuk merasakan bonus demografi pada tahun 2020-2035? atau jangan-jangan, Indonesia malah mengalami bencana demografi, yang bisa saja terjadi kalau kita tidak bijak dalam memperhatikan hal sederhana, yaitu kesehatan pribadi. Bonus demografi secara sederhana bisa diartikan, bahwa di tahun 2020-2035, penduduk Indonesia dengan usia produktif (15-65thn) akan lebih banyak dibanding dengan penduduk non-produktif.
Harusnya ini membanggakan, karena Indonesia akan mempunyai banyak potensi muda, kreatif dan produktif. Tapi semuanya bisa jadi bencana, kalau kita tidak siap menghadapinya.
Kenapa saya mempunyai pandangan seperti itu, jujur setelah melihat paparan ibu dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA dari DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR, Kementerian Kesehatan Indonesia, Saya kok malah ngeri-ngeri sedap sama generasi produktif era ini, kalau dilihat dari sudut pandang kesehatan.
Saya akan coba mengurut satu persatu akar permasalahan kesehatan yang terjadi di Indonesia, mohon dicerna ini adalah opini saya.Â
Berdasarkan Global Nutrition Report pada tahun 2014, Indonesia ada di peringkat 17 yang mempunyai 3 masalah gizi pada balita yang harus diperhatikan. Pertama;
Sebanyak 8,92juta (37,2%) balita mempunyai masalah dengan tinggi badan (pendek). Kedua, 12.1% balita dengan berat badan kurang (kurus) dan 11.91% adalah balita yang mempunyai kelebihan berat badan (obesitas).
Tiga faktor ini akan menghambat kemampuan kognitif atau intelegensia pada anak saat dewasa. Bahkan dibeberapa kasus bisa pula menghambat motorik pada anak. Dan yang tidak bisa dikesampingkan adalah mereka mempunyai resiko penyakit tidak menular (PTM) saat beranjak dewasa.Â
Kalau kita perhatikan, survey ini dilakukan pada tahun 2014, berarti ini adalah data kelahiran balita di awal tahun 2009, yang pada tahun 2020-2035 mereka akan berusia antara 11 tahun sampai dengan 26 tahun.Â
Artinya mereka adalah salah satu deretan generasi bonus demografi. Tapi apakah mereka akan tetap mejadi bonus demografi jika berpotensi besar mengidap PTM?
PTM (penyakit tidak menular) akan menjadi antiklimaks yang akan mengubah bonus demografi menjadi bencana demografi di Indonesia. PTM sudah menjadi masalah kesehatan yang serius dan mendapat perhatian khusus Kementerian Kesehatan. Terlebih biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mengcover penyakit tidak menular sangat besar, dan makin besar dari tahun ke tahun.
PTM ini bukan hanya sekedar penyakit turunan, tapi lebih ke gaya hidup seseorang. Dan di Indonesia 7 dari 10 orang meninggal akibat penyakit tidak menular, dan sebagian besar masyarakat tidak menyadari kalau mereka punya masalah PTM. Bahkan di dunia, kematian akibat PTM sebesar 70%.Â
Salah satunya PTM yang menjadi momok di Indonesia adalah Penyakit kardiovaskular atau penyaki jantung dan pembuluh darah. Di Indonesia angka kematian akibat kardiovaskular (death rate) sebesar 35% di tahun 2016. Pun secara global penyakit jantung dan pembuluh darah ini menjadi penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian dengan angka 45%.
Ada beberapa faktor resiko penyebab PTM, pertama kurangnya aktifitas fisik, kurangnya konsumsi sayur dan buah untuk penduduk berusia di atas 10 tahun, konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok.
Saya tertarik untuk membahas kebiasaan merokok, kenapa? karena ini juga sudah menjadi hal yang serius. Tapi harap diingat, saya tidak masalah dengan perokok, karena teman dan saudara saya adalah perokok. Kalau saya membenci perokok, sama saja saya membenci mereka.
Yang saya benci adalah efek yang ditimbulkan rokok dan para korporasi yang seakan tidak peduli dan menganggap rokok baik-baik saja.Â
Menurut penelitian, budaya merokok dimulai dari keluarga. Jika orangtuanya merokok, 70-80% anaknya akan merokok. Jadi kalau ada orang tua yang melarang anaknya merokok, harusnya mereka memberi contoh terlebih  dahulu.
Cukup mengejutkan saat saya tahu ada 36.3% perokok berusia 15 tahun. Dan 1.9%nya adalah perempuan berumur 10 tahun. Bahkan prevalensi merokok pada penduduk di bawah 18 tahun terus meningkat dari tahun ke tahun. Sekarang pertanyaannya untuk para orang tua, masihkan mau merokok di depan anak-anaknya?
Saya beruntung sekali bisa bertemu langsung dengan dr. Ade Meidian Ambari, SpJP, FIHA, FAsCCÂ , Department of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia. National Cardiac Center Harapan Kita Hospital.
dr. Ade secara sederhana menjelaskan bagaimana penyakit janntung terjadi dan apa yang menjadi penyebab utamanya. Lagi-lagi penyebab utamanya adalah rokok.
Para perokok sebanyak 64% mempunyai masalah pada jantung dan pembuluh darah. Setidaknya itu yang terlihat di RS Harapan Kita, Jakarta, sebagai rumah sakit khusus jantung type A. Di rumah sakit ini menerima pasien rujukan BPJS dari berbagai RS di seluruh Indonesia.
Rumah sakit ini mempunyai perlengkapan terbaik untuk penyakit jantung dan pembuluh darah. Tidak hanya fasilitas dan alat operasi, fasilitas recovery seperti Gym di RS Harapan Kita sangat, sangat baik.
Saya berkesempatan berbincang dengan salah satu pasien saat sedang latihan di Gym RS Harapan Kita. Seorang bapak berumur 50 tahun dari Bengkulu yang mulai merasakan gejala penyakit jantungnya 5 tahun lalu.Â
Beliau sudah mulai mencuri-curi merokok saat masih sekolah dasar, sampai akhirnya beliau memutuskan untuk berhenti.
Sakit yang di rasakan pada awalnya adalah seperti masuk angin, namun saat diperiksa lebih mendalam, beliau diputuskan untuk operasi jantung dengan system bypass, dengan mengambil pembuluh darah baru dibagian kaki kanannya (sambal memperlihatkan kakinya kepada kami). Saya kok agak ngilu menuliskan ini lagi.
Rumah sakit Harapan Kita juga menjadi RS Pendidikan bagi para calon dokter khususnya untuk spesialis jantung.
Sungguh, Bonus Demografi kita terancam menjadi bencana. Bayangkan 15 dari 100 orang Indonesia mengidap obesitas, 26 dari 100 orang menderita hipertensi dan 23 dari 100 anak-anak di Indonesia adalah perokok. Yang lebih menyedihkan grafik anak-anak merokok dari tahun ketahun terus meningkat.
Apa yang bisa kita lakukan?
Langkah sederhananya adalah menjalankan CERDIK dari Kementerian Kesehatan.
C - Cek kondisi kesehatan secara berkala
E - Enyahkan asap rokok
R - Rajin aktifitas fisik
D - Diet dengan gizi seimbang
I - Istirahat yang cukup
K - Kelola StresÂ
Mudahkan memahami konsep diatas? tidak perlu ke ahli, cukup dilakukan sesegera mungkin.Â
Langkah diatas memang terlihat sederhana, tapi bukankah semuanya harus dimulai dari yang sederhana terlebih dahulu? Dengan menjalan CERDIK, setidaknya bisa membuat kita dan orang-orang disekitar kita lebih memahami pentingnya kesehatan.
Yuuk jaga kesehatan, jangan sampai bonus demografi berubah menjadi bencana demografi bagi bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H