Mohon tunggu...
Satto Raji
Satto Raji Mohon Tunggu... Freelance Worker for Photography, Content Writer, Sosial Media,

Belajar Untuk Menulis dan Menulis Untuk Belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

GWRF 2018 Tempat Bertemu Para Pecinta Literasi

18 April 2018   07:28 Diperbarui: 15 Agustus 2018   08:36 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau di bali punya Ubud Writers and Readers Festival, nah di Jakarta tanggal 7 dan 8 April lalu ada Gramedia Writers and Readers Forum (GWRF). Memang tidak bisa dibandingkan, terlebih GWRF baru diadakan kali pertama di tahun ini.

Gramedia bekerjasama dengan Perpustakaan Nasional RI, Bekraf dan Komite Buku Nasional sengaja mengadakan event ini, karena kita tahu tolak ukur kemajuan sebuah bangsa bisa dilihat dari budaya literasi masyarakatnya.

Jadi kemajuan bangsa, tidak hanya dilihat dari yang dapat dilihat semisal banyaknya pembangunan dan gedung tinggi menjulang. Tapi bisa dilihat dari budaya literasinya.

Opini saya adalah, mudahnya hoax atau berita bohong di kalangan masayarakat Indonesia juga membuktikan bahwa tingkat literasi kita masih rendah.

GWRF 2018 merupakan ajang pertemuan, diskusi dan sharing antara penulis dan pembaca. Maka tak heran animo peserta yang ingin hadir di GWRF sangat besar. Karena mereka bisa berkesempatan bertemu dengan para penulis yang selama ini hanya bisa dibaca lewat karyanya saja.

Acara ini gratis, tapi para masyarakat yang ingin hadir di GWRF harus mendaftarkan diri secara daring (online) terlebih dahulu untuk memastikan ketersedian tempat. 

Dan juaranya adalah, tiket GWRF 2018 habis dalam waktu seminggu.

Konsep GWRF sendiri sengaja di buat dengan kreatif dan inovatif, terlihat dari materi workshop dan total 25 penulis terkenal di Indonesia yang bisa dibilang mewakili dunia literasi Indonesia. Beberapa yang saya ingat ada kang Maman Suherman, Joko Pinurbo, Eka Kurniawan dan Sapardi Djoko Damono.

Saya hadir di hari kedua, sebenarnya ada beberapa kelas yang ingin saya ikuti tapi entah kenapa kaki ini melangkah ke ruang workshop yang membahas masalah pajak penulis.

Jujur saya buta masalah pajak, dan saya kurang bisa memahami materi tersebut. Tapi bukan berari saya tidak mendapatkan ilmu dari workshop ini. Bagi para penulis, khususnya yang baru bekerjasama dengan penerbit, harap diperhatikan bukti potong pajak yang biasanya di kasih oleh pihak penerbit di awal tahun.

Bukti potong ini sebagai lampiran kita dalam melaporkan pajak. Dan informasi baru yang saya tahu, ternyata pajak penulis itu lebih kecil ketimbang pajak dosen.

Dan bagi para penulis muda yang belum mempunyai KTP, bisa menginduk ke npwp orang tuanya.  Jadi tidak ada alasan untuk tidak menaati pajak, karena pajak digunakan untuk kemajuan bangsa dan negara kita tercinta.

Kang Maman dan Oppie Andaresta

Minggu sore di PerpusNas saat itu, banyak sekali penulis wara-wiri. Dan akhirnya saya berkesempatan berbincang banyak dengan kang Maman Suherman di kafe Perpusnas sambil ditemani satu cangkir kopi hitam.


Sayang saya terlambat beberapa menit, sehingga tidak sempat bertemu dengan mas Joko Pinurbo (jopin) yang sebelumnya berbincang dengan kang Maman.

Berbicara satu jam bersama kang Maman tidak pernah membosankan, selalu ada cerita baru yang keluar dari mulutnya. Dan kita sebagai lawan bicaranya hanya terkesima. 

Hmmm mungkin ini tanda orang yang mempunyai kegemaran membaca, karena dia selalu punya banyak pemikiran yang ingin disampaikan.

Dua orang kawan saya yang saat itu ngobrol bersama kang Maman, tidak melewatkan kesempatan untuk membeli buku kang Maman, dan langsung meminta tanda tangannya.

Memang di GWRF ada both khusus yang menjual produk dari gramedia, dan kalau beruntung kita bisa langsung minta tandatangan kepadapenulisnya langsung, seperti yang terjadi pada kami sore itu.

Selain kang Maman, saya juga bertemu dengan musisi cantik Oppie Andaresta. Woooww ini musisi idaman saya waktu SMU, lagunya yang berjudul Cuma Khayalan bisa menyihir saya masuk kedunia imaji yang dalam.

"Andai....aaa...aaa....aaa ku jadi orang kaya" Kurang lebih begitu penggalan lirik lagu Cuma Khayalan.

Oppie Andaresta jadwalnya sore itu akan mengisi musikalisasi puisi bersama Joko Pinurbo. Sayang saya tidak bisa melihat penampilan mereka. Mata ini semakin berat, dan badan lelah tidak bisa diajak kompromi.

Jadi kangen sama GWRF 2019.

Semoga GWRF 2019 bisa terselenggara lagi dengan konsep yang unik dan kental untuk mengembangkan dunia literasi Indonesia.


 Sudah Tahukah Kamu Tentang Aplikasi Terbaru Mandiri Online

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun