Saya sering dengar pepatah, Tak kenal maka tak sayang. Ini yang yang saya rasakan saat membaca pengumuman di Kompasiana mengenai event TVS Joyride to Karawang with Kompasiana. Jujur saja sedikit sekali yang saya ketahui tentang pabrikan roda dua dari India ini. tidak heran karena hampir 80persen pangsa pasar roda dua dikuasai oleh 2 pabrikan asal jepang.
Yang saya tahu tentang TVS adalah saat melihat kendaraan untuk penumpang umum roda tiga, berwarna biru yang sering wara-wiri dijalanan ibukota. Kendaraan yang menggantikan Bajaj berwarna orange ini jumlahnya semakin banyak, bahkan beberapa diantaranya sudah menggunakan bahan bakar gas.
Lalu bagaimana dengan produksi roda dua yang dikembangkan oleh TVS?. Pastinya pabrikan asal India ini tidak akan main-main. Sebagai produsen terbesar di negaranya Sharuk Khan ini, TVS sudah mempersiapkan varian berdasarkan kebutuhan pemakaian di Indonesia.
Dash pun cukup lincah saat harus membelok dengan tajam, tanpa ragu semua tikungan di sikat habis ala pembalap MotoGP, walau untuk melakukan ini kita tidak boleh sembarangan. Harus punya kemampuan dasar dalam bermanuver. “Intinya kelincahan pinggul” ujar perwakilan dari TVS.
Saya sempat mencobanya, dan ternyata tidak salah. Motor ini memang responsive dan bertenaga. Mengusung teknologi SOHC dengan 110cc saya beruntung bisa mlintir gas sampai mentok dan merasakan topspeed motor ini di 90km/jam saat jalanan lurus. Cukup stabil walau kita harus hati-hati saat melewati jalanan bergelombang.
Sekedar catatan, motor ini sedikit merepotkan untuk orang yang mempunyai tinggi lebih dari 175cm. Karena saat duduk di belakang kemudi, dengkul agak nempel di rangka depan. Lalu kenyamanan jok makin lama makin tidak nyaman, jadi agak tersiksa saat harus perjalanan panjang.
Satu lagi varian yang berhasil menipu saya setelah TVS Max 125 (cerita lengkapnya disini). TVS ZRock ini bertipe bebek seperti motor pada umumnya. Awalnya saya terkesan ketika melihat Zrock ini dilengkapi kopling manual di stang bagian kiri. Pikiran saya motor dengan kapasitas 125cc ini pasti kencang, dan ternyata benar. Motor ini lebih stabil saat di kendarai ketimbang TVS Dash, sayangnya saya di bohongi dengan kopling manualnya.
Tanpa harus menekan kopling terlebih dahulu, ternyata kita bisa memindah persneling dengan mudah dan normal layaknya motor bebek pada umumnya. Lalu untuk apa koling manual ini..?
Pertanyaan saya pun terjawab saat membawa motor ini pada perjalanan pulang, tepatnya dari ruas kalimalang sampai dealer Dewi Sartika. Kopling manual ini sangat membantu untuk mendapatkan tenaga tambahan dengan teknik setengah kopling.
Terlebih saat jalanan macet, kadang saat berhenti kita lupa untuk memposisikan perseneling ke rasio rendah, akibatnya saat akan jalan kembali motor terasa berat. Beruntung Zrock punya persneling sehingga bisa membantu saya agar motor ini bisa lebih responsive.
Yang tidak kalah uniknya adalah, tipe Zrock ini mempunyai soundsystem di setiap unitnya. Kita bisa menikmati lagu dari radio maupun dari slot USB yang bisa di gunakan juga sebagai charger smartphone. Tapi bagi pengemudi disarankan untuk tidak mendegarkan lagu menggunakan headset saat berkendara karena bisa mengganggu konsentrasi.
Makin Macho Dengan Motor Cowo
Entah siapa yang pertama kali mengklasifikasikan ini tipe motor cewe atau cowo, gender banget sih. Ya sudahlah kita selesaikan masalah gender sampai di sini aja. Intinya yang disebut motor cowo itu kebanyakan bertransmisi manual dan ada tangki bensin di antara stang dan jok.
Pasca mengunjungi pabrik TVS di karawang saya mencoba TVS Apache 160 untuk menuju penginapan di giri kahuripan daerah subang. Motor bercorak dominan merah dan hitam ini tidak seberat penampakannya.
Saya sempet mencoba kegesitan TVS Apache 160 ini saat malam tiba.
Jadi kami (saya dan Om Bass) lagi-lagi terpisah dengan rombongan cukup jauh. Tapi kali ini di tambah dengan Om Didiet sang photographer proporsional. Kendalanya adalah karena Om Didiet yang saat itu menggunakan TVS Dash agak kesulitan berkendara saat malam tiba karena kacamata yang mengganggu saat terpapar cahaya yang datang dari depan. Jadilah kami ditinggal oleh rombongan.
Setelah cukup lama terpisah, saya memutuskan untuk mengejar rombongan terdepan meninggalkan Om Bas, Om Didiet dan satu swepper dari TMC dengan tujuan agar dapat menahan laju kecepatan rombongan yang ada didepan.
Suasana jalanan jam 8 malam saat itu cukup sepi dengan karakter jalanan menanjak penuh dengan tikungan memberikan kesempatan bagi saya untuk menjajal TVS Apache 160. Hasilnya saya tidak ragu setiap akan mengambil tikungan tajam, dengan gesture badan sedikit miring (rebah saat mengambil tikungan) lalu membuka gas kembali selepas tikungan. Semuanya di respon cepat oleh motor ini. Luar biasa
Ternyata benar TVS Apache ini tidak dalam kondisi sempurna, tidak sesempurna motor yang keluar pabrik atau minimal motor lain yang di bawa TVS JoyRide kali ini. Dan ternyata memang semua motor yang kami bawa adalah motor yang sudah digunakan untuk test ride maupun event TVS, jadi bukan motor baru. Bahkan ada motor TVS Apache 200 yang sudah dibawa keliling menjelajah wilayah garis equator.
Hmmmm jadi pengen ngerasain motor gress keluaran TVS nih.
Sebenarnya TVS Apache 180 ini lebih bertenaga dengan kapasitas mesin yang lebih besar, ini saya rasakan saat melibas jalur menuju bendungan Jatiluhur. Sayangnya saya agak ragu untuk mengambil tikungan tajam karena kondisi motor, selain itu karena trauma pernah terjatuh dari motor saat menikung membuat saya jadi lebih hati-hati jika kondisi motor tidak fit.
Nah bagi pecinta touring, TVS Apache 160 dan TVS Apache 180 pilihan yang sangat tepat. Tampilannya yang berisi, posisi duduk dan jok yang nyaman membuat kita betah berkendaraan. Bahkan untuk penggunaan dalam kota, motor ini masih bisa diandalkan. Sayangnya saya tidak terlalu suka desain headlampnya, terlalu rumit dan terkesan besar di bagian kepala. Mungkin karena ada semacam windshield di atasnya batok lampu yang membuat terlihat jadi heboh. Berbeda dengan headlamp TVS Apache 200.
Nah untuk TVS Apache 200 jagoannya Joe Taslim ini, saya acungin jempol untuk desain. Gahar, macho dan headlampnya lebih simple. Jadi mengesankan cowo keren yang gak mau ribet. Desain kursi double seater juga menambah kesan motor balap semakin lekat. Yang pasti bakal keren di ajak nogkrong, walau untuk saya (melihat tinggi badan) agak sangsi untuk dibawa sebagai motor harian.
Karena dengan harga motor diatas 20jutaan, konsumen pasti butuh kemudahan untuk sekedar cek mesin rutin dan konsultasi tentang motor mereka. Faktor plus ini yang dipunya dan jadi keunggulan para pabrikan jepang jauh mengungguli TVS , wajar saja sih mereka hadir jauh lebih dulu di tanah Indonesia.
Tapi tidak ada kata yang tidak mungkin, dengan kualitas dan teknologi saya yakin TVS punya pangsa pasar tersendiri di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H