Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Humor

Contekan Milenial

18 Januari 2019   09:52 Diperbarui: 18 Januari 2019   11:12 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari saya mendampingi keponakan mengikuti lomba story telling di kabupaten.  Waktu persiapan sangat mepet, cuma empat hari keponakan saya yang kelas satu SMP di desa itu ditunjuk oleh guru bahasa Inggrisnya karena dinilai bisa.  

Sebenarnya bukan itu saja, dia dianggap pede dibanding teman-temannya dan sedikit lantang.  Mungkin bawaan dia karena SD-nya di Bekasi yang kekotaan itu.  Alasan lain, harus ada  siswa yang tampil supaya sekolahannya dapat kredit point dari Dinas Pendidikan.   Setidaknya dengan berani tampil, itu sudah cukup.

Ada dua cerita yang mesti di sampaikan dalam satu kali dia pentas dan dihadapan tiga juri dengan puluhan penonton keponakan saya tenang bercerita.  

Satu cerita usai dengan mulus.  Tapi pada cerita kedua dewan juri mengatakan: excuse me, please stop! Kira-kira begitu.

Kenapa? Karena pada cerita kedua ia berkisah dengan cara membaca teks. Ia melafalkan kata demi kata sembari membaca kertas di tangannya.  Bukan menghafal sebagaimana pada cerita pertama tadi.

Kenapa dia membaca teks?
Karena waktu persiapan sedikit dan dia belum hafal keseluruhan.  Gurunyalah lantas  menulis cerita kedua itu di atas kertas putih, yang dilemkan pada kertas tebal selebar buku pada umumnya.

Juri tak berkenan.  Dia diminta turun panggung.  Dia malu.  Saya tak tega melihatnya.  Tapi sekolah tetap bangga menghargai keberaniannya tampil di tingkat kabupaten.

Dia merasa menyesal harus turun panggung.  Saya bilang,"Tak perlu begitu.  Ini kesempatan buat dapat pengalaman."

Sejujurnya saya menyesal juga dia harus turun panggung.  Tapi aturannya begitu.  Enaknya biarkan saja hingga selesai. Menghargai kemauan tampil.  Dan pada akhir cerita sampaikan padanya bahwa story telling kedua tidak dinilai.  Lebih anggun kan?

Tapi sudahlah.  Saya keluar bersama guru pendamping.  Ia mengucapkan terimakasih pada anak itu.  Sebuah amplop diberikan padanya.  Anak  perempuan itu menolak.  Guru itu berucap,"Terima saja, ini dari sekolah."

Saya pun memaksa dia untuk menerima amplop itu.  Lumayanlah buat jajan dia.  Tapi di perjalanan pulang dia ngomel.  " Aih, malu-maluin mau terima duit."

Itu penghargaan terhadap usahamu tampil tadi, saya berkata padanya.  "Ya, tapi kan nyontek.  Nggak enak Om..... Nggak kayak yang lain.  Om lihat sendiri kan?"

Saya tak menyahut. Tapi membenarkan dalam hati perkataan keponakanku itu.  

S_pras, 19 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun