Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Datang, tapi Bukan di Kalijodo

15 Februari 2016   17:01 Diperbarui: 17 Februari 2016   12:00 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku serius. Tak ada niat secuil pun untuk melampiaskan gemuruh kejantananku denganmu.”

"Aku nggak berniat ngencuk sama kamu!" Sengaja aku gunakan istilah ngencuk, yang biasa dipakai Sudjiwo Tedjo saat sedang ngetwit. Biar terlihat, aku ini gaul. Terbiasa berkelana di dunia maya.

Tampaknya ia tak yakin dengan kalimat yang baru aku lontarkan. Ia berdiri dan menggandeng tanganku. Menarik dengan manja dan membenturkan dengan lembut ke tubuhnya. Sebuah gerakan yang sering membuat pertahanan laki-laki berantakan.

Aku pun mulai salah tingkah. Ini pengalaman pertamaku berhadapan dengan perempuan perayu. Kekhawatiranku menggelembung. Nafas pun mulai tersengal sengal.

Bergegas, tangan kananku mengambil dua lembar ratusan ribu di saku kiri jeansku. Dan aku lempar ke atas tempat tidur. “Aku mau pergi saja. Lepaskan!”

Aku kuatkan keberanianku melepaskan diri dari pegangan perempuan itu. Dengan satu gerakan tangan memutar ke bawah, akhirnya kami terlepas. Secepat mungkin aku raih handel pintu. Kubuka pintu sekenanya hingga aku keluar dari kamar itu meninggalkan perempuan yang terlihat tak menyangka kedatangan tamu seorang laki-laki pengecut. Atau mungkin baginya, aku ini penakut. Bahkan tidak layak menyandang gelar si hidung belang.

Beberapa orang memandangku saat keluar kamar, dengan pandangan curiga. Aku paksakan mempercepat langkahku meluju keluar penginapan itu. Menghampiri tukang ojek yang tengah berdiri di tepian jalan.

* * *
Hempasan angin malam mendamaikan pikiran dan perasaanku. Di atas aspal hotmix,  sepanjang perjalanan yang menurun lebih dari delapan kilomeneter menuju kota, di atas boncengan roda dua itu, aku tercengang pada diriku. Tak mengira menjadi lelaki jomblo yang baru belajar berpetualang di rimba malam. Menembus lembah nista, menghampiri si kupu malam.

Aku sebenarnya merasa berdosa dengan cara ini. Tetapi kenakalan laki-laki sering mengabaikannya.

Aku gembira masih bisa menahan godaan: godaan setan. Yang sebenarnya setan itu diriku sendiri.

Aku masih bisa menghargai kejombloanku tanpa harus menanggung dosa besar. Tapi aku berharap, malaikat mencatat ini sebagai dosa kecil saja.  Anggap saja insiden, walau  terencana. Aku mencoba bercanda dengan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun