***
“Bapak iklas dengan kejadian itu. Bapak tak peduli dengan tanah yang harus dijual. Yang penting urusan selesai, tidak berlarut-larut. Bapak tidak mau masuk penjara. Kalian masih belia. Bagaimana dengan ibumu nanti. Itu yang jadi pertimbangan. Bapak yakin, kamu tidak setuju dengan cara itu. Tapi waktu itu, tidak ada pilihan yang lebih baik. Kamu harus mengerti itu!”
Aku hanya sedikit mengangguk. Beliau melanjutkan, setelah kerongkongannya ia basahi dengan menelan air ludah. Jakunnya tampak jelas bergerak. Dan, urat-urat di leher menunjukkan perjalanan hidupnya yang panjang.
“Carik Darmin merasa tersinggung dengan keingintahuan Lurah Karjo terhadap laporan keuangan Pasar Manis. Ia merasa kemapanannya sedang diusik oleh pemimpin baru. Dan dia enggan menerima cara seperti itu.”
Aku akhirnya ingin tahu, kenapa hal itu ditanyakan ke Pak Carik Darmin?
Bapak menatapku dengan mata yang mulai mengantuk.
“Pak Darmin itu memang Carik, tapi dia juga merangkap jabatan sebagai Mantri Pasar”
Setelah itu, Bapakku perlahan memejamkan mata. Tak lama kemudian tertidur dan lupa dengan anaknya yang sedari tadi diajak bicara.
_____ Bumi Cahyana, 18 November 2015.