Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kopi dan Kejawen

7 Juni 2015   02:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2002, saya mengurus renovasi rumah saudara sepupu di Perumnas 3 Bekasi. Satu projek tambahan untuk menyempurnakan sarana dan prasarana rumah tersebut yaitu membuat sumur bor. Ini karena air PAM yang digunakan selama ini, memiliki mutu dan debit air kurang memadai.


Datanglah ke bangunan yang tengah saya tangani beberapa orang pekerja yang hendak membuat sumur bor. Dari logat bicaranya, mereka bukan pendatang dari luar Bekasi. Mereka pun mengenal saya dan para pekerja dari cara kami saling berbicara.

“Dari Jawa ya Mas?” Begitu satu yang terlihat paling tua bertanya kepada saya.


Sebagai pekerja pembuat sumur bor, dia punya pengalaman yang aneh. Pada satu pengeboran, ia tidak juga berhasil mendapatkan air yang diharapkan. Bekerja dari pagi hingga sore hari, berlanjut pada keesokan harinya. Rasanya mau pasrah, Mas!

Tapi sang pemilik rumah dengan santainya bilang,”Nih ada kopi segelas! Masukan saja ke paralon, terus ngebor lagi!”

Dia dan teman sekerjanya pun heran. Apa pengaruhnya air kopi dalam urusan ngebor! Tapi ia tak menolak permintaan pemilik rumah yang orang Jawa itu. Aneh, tak sampai lima belas menit pengeboran, air pun keluar dengan deras!

“Itu kepercayaan orang Jawa ya, Mas,” orang itu bertanya lagi. Dan saya pun hanya bisa tersenyum, karena tidak memiliki jawaban yang tepat. Bisa saja itu sebuah kebetulan semata.


Secangkir kopi bukan saja suatu minuman di saat kantuk mendera atau dingin yang menyeruak. Secangkir kopi dalam tradisi tradisional masyarakat Jawa merupakan bagian dari sesajen. Itu yang saya dulu pernah temui saat ada acara hajatan pernikahan ataupun sunatan. Tidak sendirian tergeletak di atas mampan pada sudut ruangan. Secangkir kopi itu ditemani oleh minuman teh, air kembang dan beberapa jenis panganan. Kata orang tua dulu, itu cara agar hajatan lancar, selamat tanpa gangguan.


Saya kecil pernah diajak oleh Eyang Kakung (Kakek) pada sore hari melewati tepian kali kemudian berjalan di pematang hingga sampai di tujuan yaitu sawah beliau. Pada hamparan sawahnya yang luas, tanaman padinya sudah mulai menguning, artinya tinggal menunggu waktu panen tiba.

Eyang Kakung saya yang pensiunan guru tahun 60-an itu, lantas menancapkan tiga potongan bambu berdiameter empat sentimeter pada sudut petak sawah. Berdirilah ketiganya sejajar sama tinggi pada pinggir pematang, terapit oleh dua bilah bambu yang ditalikan pada bumbung itu, agar ketiganya tetap menyatu.


Dituangkanlah ke dalam tiga bumbung bambu itu tiga jenis air yang saya bawa dari rumah. Pertama, Eyang Kakung menuangkan air putih, dilanjutkan air teh dan diakhir secangkir air kopi.

Itulah pengalaman kecil saya dengan ritual kecil di tengah sawah. Pada awalnya, saya mengira bawaan itu hanya sekedar bekal untuk kemudian diminum jika haus. Tapi ternyata berbeda sama sekali. Bawaan secangkir kopi dan dua lainnya, menjadi bentuk pelaksanaan tradisi petani di pedesaan Jawa menjelang musim panen.


Sampai akhirnya saya hanya bisa mereka-reka, Eyang Kakung meyakini, cara tersebut sebagai ihtiar agar panen tidak gagal. Tidak terserang hama tikus ataupun bencana alam. Secangkir kopi dan sahabatnya, adalah penangkal dari marabahaya.


Percaya atau tidak, tapi begitulah tata laku dalam tradisi orang tua Jawa jaman dahulu. Secangkir kopi menjadi bagian dari ritual Kejawen. Ada makna simbolik di dalamnya, tapi sampai kini belum tahu tentang hal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun