Kini motor yang saya kendarai berada di jalan menuju arah Bandara Adi Sucipto. Sejenak saya menengok ke kiri jalan, ke sebuah bangunan hotel berbintang yang terkenal di Yogyakarta, Ambarukmo Hotel.
Sering lewat di depannya, tapi belum juga kesampaian mampir ke sana. Pasti Pak security yang ada di pintu masuk sangat kecewa, begitu prasangka pikiran.
Setelah lima menit berlalu, saya lihat fly over. Sejenak saya harus berhenti karena lampu merah menyala di simpang Janti. Sambil menunggu lampu hijau menyala, saya menyentil dengan ibu jari swit lampu riting ke arah kanan, pertanda saya akan mengarahkan motor menyeberang menuju jalan di bawah fly over.
Fly over Janti (sumber: photobams.wordpress.com)
Ah, sebentar lagi ketemu kenalan lama yang punya Macho Barber di daerah Janti itu, batinku. Saya pacu motor dengan kecepatan 40 km, selepas lampu hijau.
Terlihat di bawah fly over ada beberapa orang yang duduk, menikmati sajian angkringan siang itu. Antara yakin dan tidak, satu orang di situ sepertinya saya kenal. Rambutnya hitam pendek dan berkacamata.
He he, itu Mas Jati Kumoro. Tanpa pikir panjang saya menghampirinya sebagai bentuk kesokakrabran saya kepadanya.
“Piye kabare Mas Jati, suwe ora nongol!”
“He, kabar apik Mas. Yo ora nonggol, wong kathokan to! Nuwunsewu, panjenengan sinten nggih?”
“Aku Mas, konco ning K. Paham to?”
“Ho ho ho, paham saiki Mas”
Hampir satu bulan Mas Jati Kumoro tidak mengisi Kompasiana, postingan humor habulnya tidak lagi menghiasi layar pembacanya. Ada yang rindu, ada juga yang masa bodoh. Barangkali!
“Sementara ini saya cuti, Mas. Saya sudah izin ke mbak “Minmin” untuk hal ini. Siapa tahu mereka nyari-nyari saya”
“Ngambek ya, nggak pernah HL sama TA,” tanya saya.
“Ha ha ha, itu ndak penting. Saya sekarang lagi fokus nulis buku humor, special edition for eighteen age plus”
Mas jati ternyata tidak bercanda, ia tunjukkan ke saya draft buku yang sedang ia persiapkan. Katanya, ia tengah menunggu masukan ide dan saran dari para sejawatnya seperti Mas Felix Tani, Mas Susy dan Pak Edy Sunarto.
“Kapan terbitnya, Mas,” saya bertanya lagi
“Nunggu reshuffle kabinet Jokowi”
“Apa hubungannya sama buku humor ini?”
“Oh, pasti ada Mas. Setelah terbit nanti, buku ini akan meledak! Dan saya nggak mau dituduh mengalihkan isu gonjang-ganjing perombakan kabinet sekarang,” tandasnya.
“Lha, kalau nggak jadi reshuffle, gimana mas?”
“Ya, gampang saja. Nggak usah terbit!” ujarnya sambil tertawa meraih gelas kopi di depannya dan lantas menyeruput. “Bayarke yo Mas, aku lagi cekak dhuwite!”
“Wah, ketiwasan aku!”
Setidaknya, dengan ini saya menjadi bangga. Walaupun sekedar menulis humor, ternyata berdampak besar yang mempengaruhi jalan hidupnya.
Begitulah pertemuan saya dengan salah seorang PSK- Penulis Seks Kompasiana. Yang oleh koleganya biasa dipanggil King. Ada juga yang menyebut Prof, untuk urusan H***L.
Semoga dia kembali hadir.
_________________
Oenthoek Cacing-Bumi Cahyana, 10 Mei 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H