Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Yang Senang Membaca

28 November 2014   06:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:38 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kelas empat SD, saya sudah terbiasa membaca majalah untuk anak-anak.Satu majalah yang amat di gemari pada dekade 80-an adalah Si Kuncung. Saya bisa membaca karena pinjam ke saudara sepupu saya yang pegawai P dan K waktu itu. Sekarang UPT Pendidikan. Bacaan itu tak semata saya sendiri yang menikmati, tetapi juga ibu dan bapak.

Ibulah yang teramat senang membaca. Seingat saya, pada waktu itu ada beberapa koran ataupun majalah yang sering singgah di rumah saya yang sederhana. Ada Berita Yudha, Suara Karya, Koran Bahari. Bahkan koran edisi bahasa Jawa Parikesit pun sering saya jumpai. Majalah pada kala itu yang populer adalah Panji dan Panjebar Semangat.

Dari mana koran dan majalah itu? Kami orang desa tentu tidak mungkin mampu berlangganan. Cara yang bisa dilakukan adalah pinjam. Guru-guru dan PNS di desa saya senang membaca. Mereka kadang beli dari kota atau membawa pulang dari kantor. Walaupun sering sudah kadaluarsa, tetapi ibu tetap setia menikmati hobinya. Dari situlah beliau mendapat pengetahuan dan wawasan baru. Ia ceritakan hal itu ke orang lain dan menjadi topik diskusi. Apalagi jika persoalan politik, rasanya ibu laksana pengamat politik juga.

Saya pun terbawa arus, menjadi anak yang senang membaca. Padahal waktu itu usia masih di bawah 12 tahun, masa yang lebih banyak bermain. Mungkin karena melihat ibu asyik dengan koran atau majalah, saya jadi sering tanya tentang berita apa. Sebagai anak kecil, tentu tidak membaca head line. Tapi melihat foto-foto yang terpampang di lembar koran. Atau jika berita, akan terkait dengan sepak bola.

Sampai akhirnya menginjak usia remaja dan kuliah di tahun 90-an, referensi saya adalah Harian Kompas. Saya sering membawa pulang koran yang saya beli di terminal kala pulang kampung. Betapa riangnya beliau. Koran baginya laksana kado. Ia ambil, langsung pakai kacamata dan membaca. Anak-anak sering direpotkan oleh ibu, karena sering ditanya tentang apa ini, apa itu. Adik saya menyarankan, agar tidak usah beli koran. Itu semata karana tidak mampu menjawab pertanyaan ibu. Kenapa? karena ibu menemukan isitilah-istilah asing atau dalam bahasa Inggris.  Misalnya kanker serviks, konsisten, aklamasi dan masih banyak lagi, yang beliau tidak paham maknanya.  Ia tidak mau membaca dalam hati. Selalu mulutnya mengeluarkan bunyi, yang sebenarnya mengganggu orang lain. Ia lafalkan begitu saja sistilah-istilah asing, yang karenanya membuat saya sering tersenyum. Tapi Beliau tak hiraukan itu.

Setingkat apa pendidikan ibu saya? Beliau hanya pernah mengenyam Sekolah Rakyat, setingkat SD di masa sekarang ini. Tapi yang selalu membuat saya heran, ia lebih nyaman membaca Harian Kompas yang notabene bacaan mereka yang berpendidikan menengah ke atas. Sekali waktu, saya pernah membawakan pulang koran harian lokal. Setelah dibaca, beliau bilang korannya tidak menarik. Saya tidak tahu hal ihwal apa yang membuat tidak menarik.

Bagimana dengan ibu-ibu di jaman sekarang yang pendidikannya sudah tinggi? Apakah sudah bisa menjadi magnet bagi anak-anaknya agar jadi senang membaca?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun